KPK Hadirkan 6 Saksi, Ungkap Proses Penerbitan IUP Batubara PT PCN Seret Eks Bupati Tanbu

0

BUKA fakta adanya suap dalam penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi batubara mencapai Rp 118 miliar lebih yang mendera mantan Bupati Tanah Bumbu (Tanbu) Mardani H Maming, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan banyak saksi.

ADA enam saksi dihadirkan dalam sidang lanjutan oleh tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK dikoordinatori Budhi Sarumpaet di PN Tipikor Banjarmasin, Kamis (17/11/2022), di hadapan lima hakim yang diketuai Heru Kuntjoro.

Para saksi itu adalah pegawai PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) merangkap penanggungjawab pembangunan pelabuhan PT Angsana Terminal Utama (ATU), Abdul Haris. Kemudian, mantan Komisaris Utama PT PCN, Bambang Setiawan dan mantan Kepala Seksi Bimbingan Pertambangan Dinas ESDM Kabupaten Tanbu, Herwandi.

BACA : Jadi Perhatian Publik, Sidang Perdana Eks Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming Diadili 5 Hakim

Selain itu, ada pula Kabid Mineral dan Batubara Dinas ESDM Provinsi Kalsel, Gunawan Harjito, ASN di Kabupaten Tanbu, Mulyadi dan mantan Staf Seksi Bimbingan Pertambangan Dinas ESDM Kabupaten Tanbu, Eko Handoyo.

Usai diambil sumpah dengan kitab suci, saksi Abdul Haris mengungkapan bahwa terdakwa Mardani menerima fee hasil tambang dari Direktur PT PCN, Henry Soetio melalui PT ATU dengan besaran Rp 10 ribu setiap satu metrik ton batubara.

BACA JUGA : KPK Serahkan Berkas Perkara, Mardani H Maming Segera Diadili di Pengadilan Tipikor Banjarmasin

‘Emas hitam itu’ diproduksi PT PCN, merupakan pembagian hasil keuntungan atas kerjasama bisnis PT PCN dengan PT Trans Surya Perkasa (TSP) sebagai pemilik bersama PT ATU.

PT TSP merupakan perusahaan yang diketahui terafiliasi dengan terdakwa Mardani H Maming memiliki 30 persen saham PT ATU dan sisanya 70 persen milik PT PCN.

Abdul Haris juga mengakui tidak pernah mengetahui atau melihat langsung adanya transaksi dari Henry Soetio kepada terdakwa soal fee. “Pak Henry memang pernah bilang fee untuk Bupati (Tanbu). Tapi kalau melihat langsung diserahkan atau (terdakwa) menerima uang fee itu saya tidak pernah,” kata Haris.

BACA JUGA : Ungkap Alasan Hukum, Guru Besar Al-Azhar Yakin Mardani H Maming Tak Bersalah

Menanggapi kesaksian Haris, terdakwa Mardani H Maming mengatakan Abdul Haris tidak menguasai permasalahan ini. Dia menyebut dulu ketika Henry kalau berurusan ke perusahaan selalu menyebut ke bupati.

“Saya sudah berhenti jadi bupati pun, dia selalu menyebut saya ini bupati. Padahal, itu bisnis to bisnis antara perusahaan. Saya tidak pernah menerima uang dari Henry atas pribadi saya,” ucap Mardani dalam sidang virtual dari Gedung KPK di Jakarta.

BACA JUGA : Usai Apartemen di Jakarta, KPK Geledah Kantor PT Batulicin Enam Sembilan dan Kediaman MHM

Saksi lainnya, mantan Kepala Seksi Bimbingan Pertambangan Dinas ESDM Tanbu, Herwandi mengungkap terkait draf Surat Keputusan (SK) Bupati Tabu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan IUP Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara, sebelum diparaf oleh terdakwa sudah lebih dulu diparaf oleh Kepala Dinas ESDM, Kabag Hukum, Asisten II dan Sekretaris Daerah Kabupaten Tanbu.

“Dari Pak Dwijono (mantan Kadis ESDM Tanbu) ke Kabag Hukum, saya yang mengantarkan dan diparaf Kabag Hukum Setdakab Tanbu. Lalu, ke Asisten II Setdakab Tanbu dan diparaf, lalu ke Pak Sekda diparaf. Baru saya kembalikan ke Pak Dwijono untuk diserahkan ke Bupati Tanbu,” beber Herwandi.

BACA JUGA : KPK Ungkap Kronologi ‘Suap’ IUP Mardani, Sidang Perdana Eks Bupati Tanbu Dikawal 18 Pengacara

Keterangan ini berbeda dengan keterangan yang disampaikan oleh mantan Kadis ESDM Tanbu, Dwijono Putrohadi Sutopo saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam perkara terpisah sebelumnya. Dia menyebut bahwa Mardani disebut-sebut justru meneken draf SK tersebut tanpa didahului dengan paraf Kabag Hukum, Asisten II dan Sekda Tanbu.

Saksi lainnya, Bambang Setiawan bercerita sebelum terjun ke bisnis batubara, dirinya adalah pengusaha ayam di Brebes, Jawa Tengah. Perkenalanannya dengan bos PT PCN, Henry Soetio (almarhum) membuat Bambang ikut menambang karena mendapat lisensi berupa IUP OP dari PT BKPL.

Guna memastikan lahan itu mengandung mineral batubara pada 2012, Bambang mengatakan menerjunkan tim geologi ke lokasi tambang. Hasilnya, positif sehingga, dirinya menyetor modal sebagai saham ke PT PCN sebesar Rp 25 miliar.

BACA JUGA : Siapa Pengganti Mardani di PDIP Kalsel? Pengamat Prediksi Politisi di Pusaran Haji Isam

“Pembayaran modal itu saya cicil. Pertama Rp 5 miliar, kedua Rp 10 miliar dan ketiga Rp 10 miliar, sehingga totalnya Rp 25 miliar,” ungkap Bambang.

Usai setor modal, Bambang akhirnya diangkat Henry Soetio sebagai Komisaris PT PCN. Seiring waktu, ternyata deviden atau keuntungan setiap bulan yang dijanjikan tak kunjung diterima oleh Bambang.

BACA JUGA : Mendagri Sahkan Pemberhentian Mardani H Maming sebagai Bupati Tanah Bumbu

“Saya minta PT PCN diaudit, ternyata hal itu biin Henry Sutio marah, hingga saya keluar dari perusahaan pada 2021, sebelum yang bersangkutan meninggal dunia,” beber Bambang.

Kesaksian Bambang dikonfrontir hakim ketua, Heru Kuntjoro kepada terdakwa Mardani. Mantan Bupati Tanbu yang juga Ketua DPD PDIP Kalsel ini menyebut jika Henry Sutio merupakan tipikal pengusaha yang tak bertanggungjawab, curang dan licik. Setali tiga uang, Bambang pun mengakurinya.(jejakrekam)

Penulis Iman Satria/Asyikin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.