Kembali Humanis dengan Seni; Mulai dari Sekolah

0

Oleh : Susyam Widiantho, S.Pd., M.Pd

PERKEMBANGAN internet dan teknologi digital yang sangat masif. Di satu sisi, kemajuan teknologi informasi telah banyak membantu dan mempermudah aktivitas manusia menjadi lebih efektif dan efisien.

DI SISI lain, kemajuan teknologi informasi menyebabkan gaya hidup masyarakat menjadi cenderung individualistis dan asik dengan dunianya sendiri sehingga membentuk perilaku yang cenderung individualis dan mengabaikan lingkungan sekitar.

Ini adalah kodrat zaman yang tentu saja generasi ini butuh penyesuaian yang terstruktur dan terencana, agar tidak terbawa arus teknologi yang memberi perubahan perilaku apatis dan kehilangan kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Perubahan yang paling menonjol adalah menipisnya humanisme dalam kehidupan manusia. Manusia yang ditakdirkan sebagai makhluk sosial dan berada dalam realitas sosial dipahami melalui mekanisme yang disebut sosialisasi.

BACA : Malu Bertanya Sesat Di Kelas

Praktik sosialisasi yang seharusnya diterapkan pada keluarga, teman sebaya, guru/dosen, dan lingkungan sosial telah tergeser menjadi sosialisasi digital melalui televisi, film, media sosial, game online, dan sebagainya sehingga menjadikan manusia asing di lingkungan sosialnya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengembangkan potensi dalam diri manusia, serta sosialisasi nilai, keterampilan, dan sebagainya adalah pendidikan seni.

Seni memiliki peluang besar sebagai media pendidikan untuk mengembalikan rasa humanisme. Pendidikan humanisme pada intinya memiliki tujuan agar dapat dimanusiakan, sehingga pendidikan dianggap berhasil sedangkan peserta didik dapat memahami diri sendiri dan lingkungannya. Kegiatan berekspresi melalui media seni -seni pertunjukan: teater, musik, tari. Ruang bermain, belajar, bereksplorasi, dan berekspresi menjadi tawaran menarik dalam pendidikan seni. Melalui ruang-ruang tersebut, mereka bebas berekspresi dan bebas mengembangkan potensinya dalam bentuk kreativitas.

BACA JUGA : Sarasehan Budaya, Tiga Tokoh Seni Sastra Perbincangkan Polemik Tradisi Balamut

Seni adalah dasar untuk pendidikan – untuk pengetahuan dan budaya manusia, ekspresi, dan komunikasi. Metode dan aktivitas artistik mendorong keterampilan berpikir kreatif dan kritis sambil membiarkan siswa membayangkan kemungkinan, menemukan solusi, dan menjadi penemu pengetahuan yang aktif (Goldberg, 1997: ix).

Lebih lanjut Goldberg menawarkan tiga bentuk pembelajaran berbasis seni, yaitu: (a) pembelajaran tentang seni, (b) pembelajaran dengan seni, dan (c) pembelajaran melalui seni. Melalui ketiga model pembelajaran tersebut, seni diharapkan dapat menjadi media memotivasi anak untuk mengaplikasikan ilmunya, bekerja sama, dan menjalin hubungan di segala bidang; Dan integrasi seni dapat menjadi alat alami untuk pembelajaran sehari-hari. Sebagai metodologi pengajaran, belajar dengan dan melalui seni menumbuhkan pemikiran imajinatif, metaforis, dan kreatif serta kesadaran budaya. Partisipasi dengan seni memberi anak kebebasan untuk belajar dan mengeksplorasi materi pelajaran, menemukan dunia di sekitar mereka, dan menjelajahi dunia baru.

BACA JUGA : Perjalanan Seni Rupa Kalsel Cukup Panjang Walau Tak Semaju Daerah Lain

Dengan mengintegrasikan strategi pembelajaran berbasis seni, siswa dapat memanfaatkan berbagai gaya belajar dan cara berekspresi, sehingga dapat memperoleh manfaat -nilai, moral, pendidikan karakter, dan kecerdasan -secara langsung (pengalaman) dari kegiatan pembelajaran. Teknologi informasi telah merambah semua aspek kehidupan, termasuk seni.

Penggunaan seni sebagai media pendidikan diharapkan dapat dijadikan sebagai biang keladi untuk bersosialisasi membangun kembali humanisme dalam kehidupan di era industri 4.0. Perpaduan antara teknologi dan seni menjadi keniscayaan dalam kehidupan dan kehidupan manusia. Teknologi memang membuat hidup manusia lebih mudah, tetapi seni akan membuat hidup lebih indah.

BACA JUGA : Gawat! Kecanduan Gawai, 7 Anak di Kalsel Alami Gangguan Kejiwaan

Membahas dunia pendidikan sebenarnya adalah diskusi tentang diri kita sendiri. Itulah pembahasan tentang manusia sebagai pelaku pendidikan dan penerima pendidikan. Namun, berbeda dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Runtuhnya kemanusiaan dan lunturnya semangat keagamaan, serta lunturnya nilai-nilai kemanusiaan dan hilangnya identitas budaya bangsa merupakan klimaks (puncak) tertinggi manusia dalam perjuangan global. Pendidikan seni bukan semata-mata pengajaran, tetapi suatu kegiatan yang dirancang untuk memberikan pengalaman langsung kepada pelaku keterampilan yang diajarkan.

BACA JUGA : Libur Sekolah Sebulan Penuh, Pembelajaran Siswa Diganti Model Pesantren Ramadhan

Pentingnya peran seni dalam pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Manning & Kirkland dalam penelitiannya yang berjudul ‘Learning in Seni dan Prestasi Siswa dan Perkembangan Sosial’ menemukan hubungan antara prestasi belajar siswa dengan pendidikan seni.

Laporan ini menyoroti enam bidang peningkatan pendidikan seni, termasuk teater: (1) keterampilan seni; (2) keterampilan verbal, (3) penalaran spasial; (4) keterampilan berpikir; (5) keterampilan sosial dan (6) motivasi untuk berpartisipasi dalam pembelajaran dan semua seni.

BACA JUGA : Tekanan Hidup Akibat Pandemi, Jumlah ODGJ di Banjarmasin Meningkat Tajam

Artinya legitimasi pendidikan seni rupa tidak harus dibuktikan dengan nilai akademik. Kegiatan seni teater, misalnya, tidak hanya tentang bagaimana menampilkan pertunjukan yang hebat di atas panggung, tetapi juga di dalam teater diajarkan nilai-nilai kemanusiaan -seperti bagaimana menghargai peran yang ada. tampil, keberanian mengemukakan pendapat, kemampuan bekerjasama, saling menghargai, dan sebagainya.

Dengan bermain teater, seseorang mendapatkan pengalaman langsung tentang berbagai karakter yang dimiliki manusia dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Sastra dan teater memiliki peran yang sangat besar dalam menanamkan nilai-nilai penanaman nilai moral dan mempraktekkan rasa kemanusiaan karena pada hakikatnya teater erat kaitannya dengan manusia dan masyarakat.

BACA JUGA : Melawan Arus Game Online, KPTB Pendamai Hidupkan Permainan Kampung

Penurunan nilai humanisme terjadi akibat leburnya masyarakat dalam teknologi yang menggeser paradigma kehidupan sosial. Praktik sosialisasi yang seharusnya diterapkan pada keluarga, teman sebaya, guru/dosen, dan lingkungan sosial telah tergeser menjadi sosialisasi digital melalui televisi, film, media sosial, game online, dan sebagainya sehingga menjadikan manusia asing di lingkungan sosialnya.

Pendidikan seni mengajarkan materi tentang seni sekaligus menjadi strategi pembelajaran yang strategis dalam membentuk manusia menuju karakter humanis dan mampu menumbuhkan kreativitas. Selain itu, bagian terpenting dari proses belajar mengajar dalam pendidikan seni, siswa menjadi lebih manusiawi karena bagaimanapun juga dituntut kerjasama antar teman dalam komunitas seni.(jejakrekam)

Penulis adalah Guru SMA Negeri 13 Banjarmasin

Dosen Pendidikan Seni Pertunjukan FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM)

Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.