Malu Bertanya Sesat Di Kelas

0

Oleh : Susyam Widiantho, S.Pd., M.Pd

MENDADAK ruang kelas menjadi senyap, hening dan beku, sesaat setelah dosen bertanya “Apakah ada pertanyaan”? ucap seorang dosen. “Silakan angkat tangan jika ingin bertanya,” dosen mengulang pertanyaan yang bermakna sama, tapi tetap saja tak satupun mahasiswa mengangkat tangan. Ditunggu beberapa saat tak juga ada pertanyaan akhirnya Dosen melanjutkan perkuliahan.

INI terjadi pada kelas-kelas di kampus di Indonesia pada umumnya. Bertanya  dan berdiskusi belum menjadi budaya dalam pembelajaran di semua tingkatan institusi pendidikan kita. Bagi saya ini adalah sebuah ironi potret pendidikan kita. Pertanyaan kritisnya, apa penyebabnya? Apakah cara penyampaian dosen yang kurang menarik? Atau apa karena materinya yang kurang menarik? Atau Atau jangan-jangan malah mahasiswanya yang tidak tertarik untuk bertanya? Sebagai pendidik pada tingkat sekolah dan perguruan tinggi, saya mencoba memberikan perspektif sepanjang sepengalaman saya memberikan materi pembelajaran.

Sekarang sudah bukan zamannya lagi, Dosen berceramah berjam-jam, sementara mahasiswa duduk manis menyerap materi. Pendekatan pembelajaran yang fokus terhadap pendidik kini sudah mulai diubah dengan pengajaran berbasis peserta didik. Keaktifan mahasiswa di dalam kelas menjadi kunci agar proses pembelajaran. Hal itu dapat dilihat dari seberapa sering interaksi yang terbangun, baik antara mahasiswa dan dosen maupun mahasiswa dengan mahasiswa.

BACA : DAK Pendidikan Kalsel Meningkat, DPRD Minta 2023 Gunakan Sistem Swakelola

Sayangnya, melihat keadaan sekarang, budaya bertanya dalam kelas masih belum terbangun dengan baik. Ada beberapa alasan yang muncul, diantaranya karena mahasiswa tidak tertarik dengan topik pembelajaran yang diajarkan, atau bisa juga karena mahasiswa megganggap tidak ada manfaat mempelajari topik tersebut dengan kehidupan sehari-hari. Dosen selalu berusaha untuk menciptakan suasana interaktif di mana mahasiswa dapat berpartisipasi dalam diskusi dua arah yang menantang pemikiran di kedua sisi. Namun, ketika ruang belajar dipenuhi oleh peserta didik dengan berbagai tingkat kemampuan, tujuan ini sulit tercapai.

Mahasiswa tidak angkat bicara di kelas bisa karena mereka tidak memahami materi dan mungkin merasa takut bahwa pertanyaan mereka akan membuat mereka tampak tidak cerdas di depan teman-temannya. Apakah hal ini karena mereka belum cukup mempersiapkan diri untuk belajar karena tidak membaca materi yang akan dibahas atau karena tidak mampu mengikuti materi meskipun sudah berusaha semaksimal mungkin.

BACA JUGA : Bertahan di Tengah Gempuran Game Online, Kisah Penjual Papan Karambol di Taman Sari

Ada juga mahasiswa yang tetap diam dan tidak berani bertanya karena bersifat pemalu atau terlalu malu untuk berbicara di depan orang banyak. Sifat pemalu ini terjadi karena belum terlatih atau bahkan belum pernah dilatih untuk berbicara di depan umum. Ada rasa malu dan tidak percaya diri. Mahasiswa merasakan kelasnya terlalu besar sehingga beberapa mahasiswa merasa takut dimusuhi apabila dianggap terlalu banyak berkontribusi di dalam kelas.

Kesulitan membentuk pertanyaan. Ini juga menjadi alasan mengapa mahasiswa enggan bertanya. Mahasiswa masih kesulitan untuk merumuskan pertanyaan. Mereka merasa ide-ide yang dimiliki belum dirumuskan dengan benar dan belum tersusun dalam kalimat secara gramatikal. Beberapa alasan tersebutlah yang melatarbelakangi mengapa mahasiswa sulit bertanya khususnya pertanyaan-pertanyaan yang kritis dan memerlukan pemahaman yang dalam.

BACA JUGA : Gegara Lama Belajar Daring; Ditanya 10 Dibagi 2, Siswa Kelas V SD Tak Bisa Jawab

Ini bukanlah permasalahan peserta didik saja. Dosen memiliki tanggung jawab besar untuk menarik siswa keluar dari cangkangnya dengan berupaya membangun budaya bertanya itu dan memelihara kecintaan belajar yang melekat dalam diri mahasiswa.  Jika budaya bertanya sudah terbangun di kalangan mahasiswa maka dampaknya adalah muncul inovasi dan kreativitas dari generasi muda yang nantinya dapat membantu memberikan solusi dari setiap masalah yang terjadi di bangsa ini. Dalam proses pembelajarannya dosen harus berusaha memberi kesempatan mahasiswa untuk terlibat secara kritis melalui diskusi. Proses tersebut dapat meningkatkan kemampuan berpikir mahasiswa lebih dalam dan dapat membangun sebuah konstruksi dari pengetahuan yang mereka dapat.

Saya meyakini, apapun faktor dan alasan yang membuat mahasiswa takut atau malas bertanya, lebih disebabkan karena atmosfer kuliah yang diciptakan dosen tak bisa memberi stimulus yang kuat untuk membuat mereka penasaran. Sederhananya, kemampuan pedagogik seorang pendidik harus diimbangi dengan kemampuan komunikasi dan negosiasi. Dosen bisa memberikan pertanyaan yang memancing perdebatan dan diskusi menarik dari sudut pandang yang beragam. Kita tak perlu membahas jawabannya. Saya hanya ingin menegaskan bahwa seorang dosen harus mampu memberi stimulus yang kuat, agar tipe mahasiswa aktivis dan tipe mahasiswa kampus sama-sama terpancing untuk berpikir, berdebat, dan berdiskusi menurut pengetahuan, pemahaman, dan perspektif masing-masing.      

BACA JUGA :  Cerita Bocah di Banjarmasin Jualan Es Mambo, Demi Beli Gawai untuk Belajar Daring

Begitulah idealnya seorang dosen yang harus bisa menarik siswa keluar dari cangkangnya dengan berupaya membangun budaya nalar kritis. Jika budaya bertanya sudah terbangun di kalangan mahasiswa, maka dampaknya adalah muncul inovasi dan kreativitas dari generasi muda yang nantinya dapat membantu memberikan solusi dari setiap masalah yang terjadi di bangsa ini.

Dosen harus merencanakan jeda yang terjadwal dalam kuliah untuk dapat membantu memberikan kesempatan yang memadai. Tidak hanya spontan bertanya “Apakah ada pertanyaan? Tidak? Oke, lanjutkan”. Atau tidak pula memberi kesempatan bertanya pada detik terakhir kelas, saat semua orang mulai fokus untuk berkemas dan pulang. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan membangun budaya membaca pada mahasiswa.  Kemudian memahami bacaan tersebut dan tahap lanjutnya adalah menuliskan apapun hasil pemikiran yang didapat dari bacaan menjadi sebuah analisis kritis.

BACA JUGA : Ubah Pos Polisi Sudimampir Jadi Ruang Belajar, Kapolda Kalsel Apresiasi Kompol Wahyu

Ada pepatah Cina, “Katakan padaku, dan aku akan lupa. Tunjukkan padaku, dan aku mungkin ingat. Libatkan aku, dan aku akan mengerti”. Pepatah ini memberi inspirasi cerdik mengatasi sulitnya siswa ataupun mahasiswa bertanya saat di kelas. Ini bukan budaya, ini adalah permasalahan yang perlu diberi solusi. Bahwa mahasiswa sulit bertanya bukanlah menjadi masalah mahasiswa semata, tapi juga dosen harus berperan sebagai pencetak budayanya.(jejakrekam)

Penulis adalah  Guru SMA Negeri 13 Banjarmasin

Dosen Pendidikan Seni Pertunjukan Universitas Lambung Mangkurat (ULM)

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2022/06/26/malu-bertanya-sesat-di-kelas/
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.