Sarasehan Budaya, Tiga Tokoh Seni Sastra Perbincangkan Polemik Tradisi Balamut

0

POLEMIK dalam kesenian tradisi Balamut sebagai generasi penerus yang diprogramkan dalam upaya revitalisasi oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kalimantan Barat menghelat sarasehan budaya bersama Pakar Lamut, Sainul Hermawan (Akademisi ULM), Muhammad Budi Zakia Sani (Praktisi Madihin Banjar dan Palamut Muda) dan Hajriansyah (Ketua Dewan Kesenian Banjarmasin) di halaman Kampung Buku Banjarmasin, Sultan Adam.

‘DOKTOR’ Lamut, Sainul Hermawan menyampaikan bahwa setiap palamutan memiliki sejarah pewarisan tradisi yang beragam dan sikap mereka dibentuk oleh faktor ini. Sehingga, kata dia, balamut menjadi cara komunitas mengingat dan terhubung dengan lelahur mereka.

BACA : Lewat Parade Lamut, BPNB Kalbar Ingin Ciptakan Generasi Pelamutan Muda

“Cara menjaga warisan budaya tak benda (WBtB) mereka. Didalamnya juga ada tradisi tatamba,” ucap Pakar Lamut, Sainul Hermawan kepada jejakrekam.com, Sabtu (28/5/2022) malam.

Kata Sainul, sesaji dalam balamut hajat atau tatamba menjadi pengingat bahwa hidup mereka terikat pada eksistensi sesaji dalam dunia emperis mereka. Bahkan, kata dia, cerita lamut dalam dunia palamutan sangat beragam dan mulai dari sederhana, hingga yang paling rumit.

“Ada dua jenis balamut, yaitu lamut karasmin atau gasan pergelaran dan hiburan. Sementara, lamut hajatan untuk menyembuhkan orang,” ungkap Sainul.

Cerita yang ditampilkan, Sainul menyebut balamut dalam karasmin dilihat cerita fiksi sekuler ahisitoris dan sementara, hajatan dilihat dari cerita sakral historis. Menurutnya, pudarnya lamut ritual menjadi konsekuensi logis dari harapan setiap balamut hajat, bukan faktor globalisasi.

BACA JUGA : Usai Wafatnya Abdussukur Dan Gusti Jamhar, Siapa Pewaris Bapandung Dan Balamut?

“Ini masih terbuka dalam melestarikan balamut karasmin, ada aspek edukasi dan ekonomi kreatif. Semua kalangan yang ingin mempelajari, bisa mengembangkannya dalam catatan tidak keluar dari varian Kai Jamhar,” kata pria kelahiran 1973 itu.

Memang, kata Sainul, ada pakem dari sang maestro lamut yang ceritanya tidak bisa diubah, dan mesti mempelajari setiap ketukan gendang, bagaimana alur perang, romantisme dan sebagainya. Namun, kata dia, tidak salah orang yang hendak belajar dan berupaya untuk mengembangkannya. “Bagaimana kita bisa bikin lamut untuk anak-anak, silahkan dibaca ulang. Dirumuskan bersama-sama,” ucap dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP, Universitas Lambung Mangkurat, ini.

Jika ingin merumuskan lamut anak-anak, menurut Sainul, harus meninjau lagi karakteristik anak-anak dari aspek pendengaran, kisah dan sebagainya. “Lamut tidak bisa pernah lama, karena lamut selalu menjadi baru. Sebab, lamut akan selalu berdialog dengan audiensnya.”

Senada dengan Sainul, Ketua Dewan Kesenian Banjarmasin Hajriansyah mengatakan ihwal pakem lamut varian Gusti Jamhar Akbar dipandang bukan dari aspek gaya. Melainkan, kata dia, isi cerita yang runut dari tokoh ke tokohnya berlanjut ke episode lamut kelima dan selanjutnya, tokoh lamut sudah terbang ke langit.

BACA LAGI : Usai Wafatnya Abdussukur Dan Gusti Jamhar, Siapa Pewaris Bapandung Dan Balamut?

“Kalau kita melihat gaya pelamutan dari wilayah Sungai Tabuk, Nagara, Amuntai dan lainnya, sangat jauh cara pukulan, kisah dan lagunya berbeda sekali. Namun, satu benang merahnya yaitu ada anggasana, kisah lamutnya, raden dan sampai brama sahdan, hingga episode ke 7.”

Kata Hajri, raja-raja dalam cerita itu dikawal oleh Lamut. Sehingga, menurutnya cerita yang ditampilkan dalam pertunjukan seni balamut ini tidak jauh dari nilai budayanya. “Jadi optimisme saya ada disitu, bahwa dapat dikembangkan namun tidak jauh dari varian Kai Jamhar,” ujarnya.

Hajri menilai sangat penting kesenian tradisi Balamut ini ditengah zaman sekarang, apalagi bidang seni ini merupakan identitas kebudayaan Banjarmasin. Tentu, kata dia, peran masyarakat dan pemerintah daerah harus terlibat penuh dalam bidang kesenian ini.

“Saya menyayangkan, seharusnya ada kehadiran para pemerintah untuk mendengar dan melihat langsung bahwa seni balamut kini mulai terancam. Pelamutan muda pun sedikit,” kata perupa asal Banjarmasin itu.

Adapun, Staf Muda Walikota Banjarmasin Bidang Pendidikan, Seni dan Budaya Muhammad Budi Zakia Sani melihat jika semua orang tutup mata terhadap kesenian tradisi Balamut ini, maka tetap ada kemungkinan bisa dibuka kembali dan dipelajari dari dokumentasi yang dimiliki oleh Doktor Lamut, Sainul Hermawan.

“Saya memandang Lamut itu seperti dalang ya, karena ada dalang hiburan dan dalang sampir. Konotasinya tidak semua dalang hiburan menjadi dalang sampir,” ucap Zaki.

Seperti itu juga, menurutnya dalam dunia pelamutan bahwa lamut hajatan perlu adanya legalitas dari yang menurunkannya. Sementara, kata Zaki, lamut hiburan bisa dikembangkan kreativitas dan inovasinya masing-masing. “Semacam akses, tidak semua orang bisa masuk ke sana. Dalam sastra lisan, ibaratnya lamut hajatan itu paling tinggi tingkatan dari kesulitan dan kerumitannya,” beber Pemadihin Banjar itu.

Kala itu, Zaki sempat bertemu Gusti Jamhar Akbar pada tahun 2009 lalu. Dia bilang, setiap orang yang bertemu sosok maestro lamut itu selalu didorong untuk belajar.

“Saya punya adik tingkat asal Barabai, dia menempuh pendidikan di Yogjakarta dan pernah mengikuti workshop lamut tingkat pelajar. Disuatu tempat, katanya dulu saat bertemu Kai Jamhar, disuruh belajar jua. “Jadi menurut saya, setiap orang yang bertemu beliau maka akan disuruh belajar,” jelasnya.

Zaki berpandangan, setiap orang diminta maestro lamut untuk belajar dan tinggal bagaimana setiap orang yang ingin menekuninya saja lagi. Kata dia, layaknya sosok pelamutan muda yakni Ferdi Irawan, Ma’ruf Hidayat dan Ahmad Nuryadin.

“Mereka merupakan generasi penyambung selanjutnya. Kendatipun ke depannya nanti, ada inovasi maupun kreativitas lainnya. Menurut saya, lamut itu akan dipengaruhi oleh kondisi dan zamannya,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis Rahim
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.