Melawan Arus Game Online, KPTB Pendamai Hidupkan Permainan Kampung

0

PERMAINAN tradisional lebih asyik dibandingkan game online di gadget atau smartphone. Pernyataan itu tercetus dari mulut salah seorang anak yang bisa dikatakan sebagai bagian generasi milenial.

YA, di tengah pesatnya perkembangan teknologi pada masa revolusi industri 4.0, tidak sedikit dari kalangan anak-anak menjadi terlena dengan ponsel pintar.

Kurangnya sosialisasi hingga melupakan bahwa ternyata ada dunia luar merupakan fenomena yang sering terjadi saat ini pada kalangan anak di usia dini.

Namun, kondisi tersebut berbeda di salah satu tempat yang dijumpai di Kota Banjarmasin. Tempat itu bernama Kampung Permainan Tradisional Banua (KPTB) Pendamai atau Sanggar Seni Bina Banua (SB2) Pendamai.

BACA : Gawat! Kecanduan Gawai, 7 Anak di Kalsel Alami Gangguan Kejiwaan

Seperti pada namanya. Kampung yang berada di Jalan Teluk Tiram Darat Gang Pendamai, Kelurahan Telawang Kecamatan Banjarmasin Barat ini masih melestarikan permainan tradisional yang kini hampir tergerus oleh perkembangan zaman.

Ada berbagai macam permainan di sini. Beberapa diantaranya yang sering dimainkan seperti egrang (babatisan), bagasing, badaku, balogo, dan permainan tradisional lainnya.

BACA JUGA : Kecanduan Gawai Bisa Picu Anak di Masa Tuanya Berpotensi Terserang Stroke

Setiap harinya, belasan hingga puluhan tawa anak saat menikmati permainan lawas itu dapat dilihat di sini pada sore hari hingga menjelang petang.

Inisiator Kampung Permainan Tradisional Banua Pendamai

Sosok yang menjadi inisiator Kampung Permainan Tradisional Banua Pendamai ialah M Suriani berusia 64 tahun. Pria yang sering disapa Ani atau anak-anak disekitar menyebutnya dengan sebutan kakek tersebut merupakan ketua BPK Pendamai.

Kepada jejakrekam.com, Rabu (12/8/2020), Suriani mengatakan, KPTB Pendamai berawal dari dirinya yang mengenalkan hingga mengajarkan permainan tradisional kepada anak-anak yang ada di lingkungan keluarganya.

Maklum saja, sejak masih berusia dini hingga memiliki cucu, Suriani sangat mencintai semua jenis permainan tradisional. Awalnya, Suriani mengaku kesulitan menyisipkan permainan tradisional ke kehidupan anak-cucunya. Maklum, generasi milenial seakan asing melihat permainan itu.

BACA JUGA : Olahraga Tradisional Berbiaya Murah Tapi Bukan Murahan

“Tapi karena mereka sudah merasakan ramainya permainan tradisional, sehingga mereka bisa mengimbangi antara teknologi dan permainan tradisional,” kata Suriani.

Aktivitas mereka pun mengundang perhatian anak-anak sekitar. Satu persatu berdatangan. Mereka bertanya-tanya penasaran. Beberapa di antaranya juga penasaran ingin mencoba.Melihat ketertarikan anak-anak yang luar biasa, Suriani bertekad serius. Ia kemudian menyisihkan rezekinya untuk membeli beberapa keperluan media permainan.

Keperluan lainnya juga diperoleh dari limbah seperti batok kelapa dan batang pohon. Bukan hanya itu, Suriani juga mengakui bahwa saat ini bahan-bahan untuk membuat alat permainan tradisional cukup sulit dijumpai di tengah pesatnya perkembangan zaman dan teknologi.

Arena permainan itu dibuka secara cuma-cuma. Sebab, Suriani mengaku punya tanggung jawab sosial, terutama membentuk karakter anak-anak di sekitarnya.

Lewat permaian tradisional ini, ia berharap anak-anak bisa mendapat nilai kebersamaan, mengasah daya pikir dan gerak, serna nilai sportivitas. Dan yang paling utama ialah terus melestarikan permainan tradisional yang kini hampir punah di pusat kota.

BACA JUGA : Permainan Tebak-Tebak Manggis Dilupakan, Kulitnya Dipercaya Berkhasiat

“Harapan kita, permainan tradisional ini harus selalu dikembangkan. Mudahan ada di setiap kecamatan kampung permainan tradisional,” harapnya.

Menariknya, di KPTB Pendamai ini anak-anak bukan hanya diajarkan permainan tradisional, namun juga dididik etika dan moral mereka serta pendidikan agama seperti mengadakan pengajian agama hampir setiap malamnya.(jejakrekam)

Penulis M Syaiful Riki
Editor DidI G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.