PANDEMI virus Corona (Covid-19) berkepanjangan bukan hanya masalah kesehatan jasmani atau tubuh, ternyata juga mengancam sisi kejiwaan. Faktanya, jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kota Banjarmasin, meningkat tajam selama wabah Corona.
DATA ini diungkap Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjarmasin, Machli Riyadi saat memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia dalam Jambore Kesehatan Jiwa Kedua di Hotel Golden Tulip, Banjarmasin, Sabtu (9/10/2021). Menurut Machli, berdasar data Dinkes Banjarmasin, terjadi peningkatan ODGJ di Banjarmasin dari tahun ke tahun.
“Pada tahun 2020, jumlah ODGJ di Banjarmasin tercatat hanya 741 orang. Ini semua penderita masih kategori ringan, sedang sampai dengan berat. Namun, saat ini pada 2021, meningkat tajam, hingga naik 200 orang lebih. Tepatnya, sebanyak 998 orang masuk kategori ODGJ,” papar Machli
Ia mengakui jumlah ODGJ di ibukota Kalimantan Selatan ini memang meningkat jauh dibanding tahun 2020, karena dampak dari pandemi Covid-19 yang berkepanjangan.
Atas dasar itu, Machli mengatakan digelar Jambore Kesehatan Jiwa dengan agenda senam bersama pengelola kesehatan warga di puskesmas, kader sahabat jiwa dan semua ODGJ yang sudah sembuh.
BACA : Orang Gila Bisa Sembuh Total Jika Keluarga Berperan Aktif
“Kami juga memberi penghargaan kepada puskesmas yang berkinerja terbaik dalam pemberian vaksinasi terbanyak kepada ODGJ. Kemudian, kepada para inovator yang memberikan solusi terbaik kepada penanganan disabilitas termasuk pemberian vaksin kepada kelompok disabilitas,” papar mantan Wakil Direktur RSUD Ulin Banjarmasin ini.
Lebih jauh Machli menyebut penyebab peningkatan tajam pasien ODGJ di Banjarmasin, karena tekanan hidup seseorang di era pandemi seperti sekarang. “Inilah yang memicu lonjakan tajam penderita ODGJ di Banjarmasin,” bebernya.
Machli mengingatkan untuk pasien ODGJ kerap menerima diskriminasi dari masyarakat. Ini karena orang yang menderita gangguan kejiwaan dianggap berperilaku menyimpang di tengah masyarakat. Padahal, menurut Machli, dengan penanganan yang tepat, ODGJ justru tidak meresahkan atau membahayakan orang lain seperti anggapan umum.
BACA JUGA : Gawat! Kecanduan Gawai, 7 Anak di Kalsel Alami Gangguan Kejiwaan
Apa itu ODGJ? Dikutip dari Alodokter.com, ODGJ adalah orang mengalami gangguan kejiwaan yang menyebabkan perubahan pada cara berpikir, perasaan, emosi, hingga perilaku mereka sehari-hari.
Gejala yang dialami oleh ODGJ juga bisa membuat mereka sulit berinteraksi dengan orang lain. Meski demikian, ada pula ODGJ yang dapat hidup normal dengan pengobatan atau terapi yang rutin. Sayangnya, masih banyak ODGJ yang belum mendapatkan penanganan, sehingga penyakit yang dideritanya semakin parah.
Kurangnya informasi dan pemahaman mengenai penyakit jiwa membuat banyak orang sering kali memperlakukan ODGJ dengan kurang baik. Tak sedikit juga ODGJ di Indonesia yang masih dipasung atau dikurung karena dianggap dapat membahayakan dirinya dan orang lain. Padahal, kenyataannya tidaklah demikian. Dengan menjalani pengobatan yang tepat, ODGJ pun bisa memiliki kualitas hidup yang baik.
BACA JUGA : Kecanduan Gawai Bisa Picu Anak di Masa Tuanya Berpotensi Terserang Stroke
Ada beberapa gangguan yang sering dialami ODGJ atau penyakit jiwa. Di antaranya gangguan kecemasan, gangguan obsesif kompulsif (OCD) atau kesulitan bahkan tidak bisa melihat hal yang kotor dan berantakan. Ada lagi, post-traumatic stress disorder (PTSD) atau gangguan stres pascatrauma adalah gangguan jiwa yang dapat dialami setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa yang tidak menyenangkan, misalnya kecelakaan, bencana alam, kekerasan, atau pelecehan seksual.
Berikutnya, gangguan kepribadian umumnya memiliki pola pikir dan perilaku yang dianggap menyimpang, aneh, atau tidak sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku di lingkungan sekitarnya.
Kemudian gangguan bipolar. Yakni, perubahan suasana hati pada ODGJ dengan gangguan bipolar ditandai dengan beberapa fase, yaitu fase mania dan fase depresif. Saat sedang mengalami fase mania, penderita bipolar bisa merasa sangat bahagia, sangat antusias atau memiliki semangat yang menggebu-gebu, banyak bicara atau makan, susah tidur, dan tidak bisa diam. Namun, ketika memasuki fase depresif, penderita bisa mengalami gejala depresi.
Setiap fase tersebut dapat berlangsung dalam hitungan jam, minggu, atau bulan. Jika tidak mendapatkan pengobatan, ODGJ dengan gangguan bipolar berisiko tinggi melakukan bunuh diri dan perilaku berisiko, seperti menggunakan narkoba dan alkohol.
Penyebab gangguan terbanyak adalah depresi. Menurut data WHO, diperkirakan sekitar 264 juta orang di seluruh dunia mengalami atau setidaknya pernah menderita depresi. Meski demikian, banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya mengalami gejala depresi, sehingga kondisi ini bisa semakin parah.
BACA JUGA : Melawan Arus Game Online, KPTB Pendamai Hidupkan Permainan Kampung
ODGJ yang mengalami depresi kerap mengalami beberapa gejala, seperti terlihat lesu dan tidak semangat menjalani hidup, sulit tidur atau justru banyak tidur, kurang mau makan atau terlalu banyak makan, gangguan hasrat seksual, serta adanya perasaan sedih, bersalah, dan tidak berdaya tanpa alasan yang jelas.
Jika sudah parah, ODGJ yang mengalami depresi bisa saja berniat atau sudah mencoba untuk bunuh diri. ODGJ yang disebabkan oleh depresi perlu mendapakan pengobatan dari dokter agar kondisinya bisa membaik.
Ada lagi, skizofrenia. Bagi ODGJ yang menderita skizofrenia bisa mengalami gejala halusinasi, delusi atau waham, pola pikir yang aneh, perubahan perilaku, dan gelisah atau cemas. Saat mengalami halusinasi, ODGJ dengan skizofrenia akan merasa mendengar, melihat, mencium, atau menyentuh sesuatu, padahal rangsangan tersebut tidak nyata.
Tanpa pengobatan, ODGJ yang memiliki skizofrenia sering kali sulit berinteraksi dengan orang lain atau bahkan dipasung karena perilakunya dianggap membahayakan dirinya sendiri atau orang lain. Namun, dengan penanganan yang tepat, ODGJ dengan skizofrenia bisa hidup normal dan produktif.(jejakrekam)