Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Tindakan Kekerasan Terhadap Nakes

0

Oleh  : Dr, dr Abd Halim Sp.PD SH, MH, MM

DALAM tahun-tahun terakhir sering terjadi tindakan kekerasan terhadap dokter dan nakes yang lain baik kekerasan fisik maupun non isik seperti verbal langsung dan pembullyan di medsos.

HAL membuat cemas dan ketakutan para tenaga kesehatan sehingga membuat efek terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan marwah tenaga kesehatan yang merupakan Nobile Officium (profesi mulia).

Sebagai warga negara Indonesia wajib mendapatkan perlindungan hukum seperti dalam pembukaan UUD 1945 dan Pasal 28D(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

BACA : Refleksi HUT IDI ke-71; Regulasi Satu SIP atau Monoloyitas Dokter Berdasar Hukum Kontrak

Pasal 28I (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.(2) Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

BACA JUGA : Negara Wajib Menjaga Keselamatan Nakes dan Hukum Humaniter (2-Habis)

Dalam UU No 29 Tahun 2004 pasal 50 huruf juga  dokter mempunyai hak perlindungan hukum. Dalam pasal 4 huruf c UU 36 tahun 2014 pemerintah wajib melindungi tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya.

Dalam pasal 83 ayat 2 UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; Pemerintah wajib menjamin perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan. Bahkan didalam UU 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 86 ayat 1 juga menegaskan perlindungan hukum bagi pekerja.

Tindakan kekerasan merupakan permbuatan melawan tindak pidana kekerasan. Pasal 170 KHUP(1) Barangsiapa yang dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan.

BACA JUGA : Tindak Kekerasan terhadap Dokter dan Nakes, Perlukah Mengutuk? (1)

Pasal 351 (1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,–(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, sitersalah dihukum penjara selama-lamanya lima tahun. (3) Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.. (4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.

BACA JUGA : Damage Control; Darurat Kematian Dokter dan Nakes Akibat Covid-19

Fiat justisia ruat coelum, pepatah latin ini memiliki arti “meski langit runtuh keadilan harus ditegakkan”. Pepatah ini kemudian menjadi sangat populer karena sering digunakan sebagai dasar argumen pembenaran dalam pelaksanaan sebuah sistem peraturan hukum. Dalam penerapannya, adagium tersebut seolah-olah diimplementasikan dalam sebuah kerangka pemikiran yang sempit bertopeng dalih penegakan dan kepastian hukum.

BACA JUGA : Dua Buku Merekam Kegelisahan Sang Dokter soal Pilkada di Tengah Pandemi

Konsep pendekatan restorative justice  merupakan suatu pendekatan yang lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. Mekanisme tata acara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan  diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan pelaku.

BACA JUGA : Harapan Hukum Kedokteran dan Kesehatan Vs Oligarki Politik dan Finansial

Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tertanggal 21 juli 2020 dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021  tertanggal 19 Agustus 202. Peraturan ini menjadi dasar hukum bagi aparat penegak hukum untuk melaksanan pengusutan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif. Pertanyaan kita restorative justice (RJ) dapat membuat jera pelaku dan calon pelaku kekerasan berikutnya khususnya kepada para nakes? Wallahualam.(jejakrekam)

Penulis adalah Pengurus Pusat Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi)

Pengurus Pusat Perhadukki

Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.