Tindak Kekerasan terhadap Dokter dan Nakes, Perlukah Mengutuk? (1)

0

Oleh: Dr.(c).dr. Abd Halim SpPD.SH.MH.MM.FINASIM

TELAH sering terjadi penganiayaan dan pemukulan terhadap dokter yang sedang melaksanakan tugas profesinya baik di rumah sakit (RS) pemerintah  RS swasta maupun klinik praktik mandiri oleh keluarga pasien ataupun pasien.

KABAR terbaru seperti diberitakan Lombok Pos bahwa Seorang dokter yang bertugas di RSUD Asy Syifa Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) menjadi korban penganiayaan. Dokter K (inisial, red) diduga dianiaya keluar pasien covid-19. Penganiayaan yang dialami dokter K terjadi di RSUD Asy Syifa, Minggu (5/9/2021). Saat itu ada pasien dinyatakan suspek covid-19. Tetapi keluarga pasien tidak terima dan menyerang dokter K. Selain menyerang secara fisik, keluarga pasien ini juga merusak fasilitas rumah sakit.

Tindak Pidana Penganiayan

Tindak pidana penganiayaan itu diatur dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):

1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Selanjutnya jika tindak pidana direncanakan lebih dahulu, ancaman pidana akan lebih berat lagi, terhadap tindak pidana tersebut juga diatur dalam pasal 353 KHUP, jika unsur adanya rencana untuk melakukan tindak pidana penganiayaan terpenuhi maka diancam pidana penjara sebagai berikut :

Dalam Pasal 353 ayat

1. Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

2. (1)Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Lalu pada pasal selanjutnya, Pasal 354 KUHP disebutkan jika ada unsur sengaja untuk melakukan tindak pidana penganiayaan maka diancam dengan pidana penjara sebagai berikut :

1. Ayat (1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.

2. Ayat (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

BACA : Walikota Banjarbaru Setuju Dibentuk Pansus Covid-19, dr Halim : Tak Hanya Perwali, Tapi Harus Perda!

Dilanjutkan lagi dalam pasal 355, jika tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam pasal 354 disertai dengan perencanaan terlebih dulu maka diancam pidana penjara sebagai berikut : Ayat

1. Penganiyaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Ancaman pidana juga dapat dijatuhkan kepada mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya, diancam dengan Pasal 358 KUHP :

1. Dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat;

2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada yang mati.

Penganiayaan Ringan

Hal ini diatur Pasal 352 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

1. Kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menumbulkan atau halangan untuk melakukan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan Pidana Penjara paling lama Lima bulan atau Pidana Denda paling banyak Empat Ribu lima Ratus Rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.

2. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Unsur-unsur penganiayaan ringan, yakni:

a)  Bukan berupa penganiayaan biasa

b)  Bukan penganiayaan yang dilakukan

• Terhadap bapak atau ibu yang sah, istri atau anaknya

• Terhadap pegawai negri yang sedang dan atau karena menjalankan tugasanya yang sah

• Dengan memasukkan bahan berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum

c) Tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan dan pencaharian.

Unsur Penganiayaan Berencana :

Unsur penganiayaan berencana adalah direncanakan terlebih dahulu sebelum perbuatan dilakukan. Penganiayaan dapat dikualifikasikan menjadi penganiayaan berencana jika memenuhi syarat-syarat:

1. Pengambilan keputusan untuk berbuat suatu kehendak dilakukan dalam suasana batin yang tenang.

2. Sejak timbulnya kehendak/pengambilan keputusan untuk berbuat sampai dengan pelaksanaan perbuatan ada tenggang waktu yang cukup sehingga dapat digunakan olehnya untuk berpikir, antara lain:

• Resiko apa yang akan ditanggung.

• Bagaimana cara dan dengan alat apa serta bila mana saat yang tepat untuk melaksanakannya.

• Bagaimana cara menghilangkan jejak.

3.   Dalam melaksanakan perbuatan yang telah diputuskan dilakukan dengan suasana hati yang tenang.

Unsur-unsur penganiayaan berat, antara lain:

Kesalahan (kesengajaan), Perbuatannya (melukai secara berat), Obyeknya (tubuh orang lain), Akibatnya (luka berat). Apabila dihubungkan dengan unsur kesengajaan maka kesengajaan ini harus sekaligus ditujukan baik terhadap perbuatannya, (misalnya menusuk dengan pisau), maupun terhadap akibatnya yakni luka berat.

Unsur-unsur penganiayaan berat dan berencana:

• Kesengajaan

• Direncanakan

• Mengakibatkan luka berat

• Mengakibatkan kematian

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal mengatakan bahwa menurut yurisprudensi,  “penganiayaan” yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Menurut alinea 4 pasal ini, masuk pula dalam pengertian penganiayaan ialah “sengaja merusak kesehatan orang”. R. Soesilo dalam buku tersebut juga memberikan contoh dengan apa yang dimaksud dengan “perasaan tidak enak”, “rasa sakit”, “luka”, dan “merusak kesehatan”:

1. “perasaan tidak enak” misalnya mendorong orang terjun ke kali sehingga basah, menyuruh orang berdiri di terik matahari, dan sebagainya.

2. “rasa sakit” misalnya menyubit, mendupak, memukul, menempeleng, dan sebagainya.

3. “luka” misalnya mengiris, memotong, menusuk dengan pisau dan lain-lain.

4. “merusak kesehatan” misalnya orang sedang tidur, dan berkeringat, dibuka jendela kamarnya, sehingga orang itu masuk angin.

BACA JUGA : Tragedi Kemanusiaan Kematian Dokter di Tengah Wabah Covid-19

Untuk penganiayaan ringan yang diatur dalam Pasal 352 ayat (1) KUHP: “Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.”

Mr. M. H. Tirtaamidjaja membuat pengertian “penganiayaan” sebagai berikut: “menganiaya”  ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain. Akan tetapi suatu perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka  pada  orang  lain tidak  dapat  dianggap  sebagai  penganiayaan  kalau perbuatan itu dilakukan untuk menjaga keselamatan badan.

Lalu apa itu “tindak pidana”? Ada  beberapa  batasan  mengenai  tindak  pidana  seperti yang dikemukakan oleh para sarjana antara lain :

• Vos.  Mengatakan  tindak  pidana  adalah  “suatu  kelakukan manusia yang oleh peraturan undang-undang diberi pidana, jadi kelakukan  manusia  yang  pada  umumnya  dilarang  dan  diancam dengan pidana”.

• Pompe mengatakan tindak pidana adalah “sesuatu pelanggaran kaedah   (pelanggaran   tata   hukum, Normovertreding )    yang diadakan  karena  kesalahan  pelanggaran,  yang  harus  diberikan pidana  untuk  mempertahankan  tata  hukum  dan  penyelamatan kesehateraan

BACA JUGA : Urgensi Peran Masyarakat Untuk Penanggulangan Wabah dalam Perspektif Hukum Pancasila

Bahwa  untuk  terwujudnya  suatu tindak  pidana  atau  agar  seseorang  dapat dikatakan telah melakukan  tindak  pidana,  haruslah memenuhi unsur-unsur sebagi berikut :

• Harus  ada  perbuatan  manusia,  jadi  perbuatan  manusia  yang dapat mewujudkan tindak pidana dengan demikian pelaku atau subjek  tindak  pidana  itu  adalah  manusia,  hal  ini  tidak  hanya terlihat  dari  pernyataan  “barangsiapa.

• Perbuatan itu  haruslah  sesuai  dengan  apa  yang  dilukisakan didalam  ketentuan  undang-undang,  maksudnya  adalah  kalau seseorang  itu  dituduh  atau  disangka  melakukan  suatu  tindak pidana   tertentu,   misalnya   melanggar   ketentuan   Pasal   362 KUHPidana,    maka    unsur-unsur    Pasal    tersebut    haruslah seluruhnya terpenuhi.

• Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat, artinya orangnya harus dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya.

• Perbuatan   melawan   hukum   harus besifat melawan hukum formil dan melawan hukum materil.

Sebagaimana kita ketahui bahwa penganiayaan adalah merupakan suatu tindak pidana. penganiayaan telah diatur dalam Bab XX Pasal 351 -358 KUHP.  Delik penganiayaan termasuk suatu kejahatan yang dapat dikenai sanksi oleh undang-undang. Jadi Tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam Pasal 351 KUHP dan tindak pidana pengeroyokan yang diatur dalam Pasal 170   KUHP  bukan  merupakan delik aduan.

Pasal-Pasal dalam KHUP memberikan klasifikasi bermacam-macam terhadap tindak pidana penganiyaan. Dengan adanya klasifikasi tersebut turut mempengaruhi sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana.(jejakrekam/bersambung)

Penulis adalah Dokter Ahli Utama/Pembina Utama Madya

Wakil Ketua Komisi Etik dan Hukum RSDI Banjarbaru

Ceo dan owner KLINIK UTAMA HALIM MEDIKA

Candidat Doktor Ilmu Hukum UNISSULA

Mediator Non Hakim Bersertifikat MA dan CLA

Anggota Kongres Advokat Indonesia KAI dan Ikatan Penasihat Hukum Indonesia IPHI

Ketua Bidang Advokasi Medikolegal PAPDI Cabang Kalsel. Anggata Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) dan Asosiasi Profesor Doktor Hukum Indonesia  (APDHI).

Anggota Perhimpunan Profesi Mediator Indonesia (PPHI)

Ketua Harian Perkumpulan Profesional Hypnotherapy Indonesia (PPHI) Pusat

Ceo dan owner PT RADJAGO APLIKASI INDONESIA

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.