Refleksi HUT IDI ke-71; Regulasi Satu SIP atau Monoloyitas Dokter Berdasar Hukum Kontrak

0

Oleh :  Abd. Halim, dr.SpPD..,SH.MH.MM. FINASIM CLA.CMed.CAdv.CMHt.

BEBERAPA hari ini wacana satu surat izin praktik (SIP) bagi dokter dan Nakes menjadi santer didiskusikan dan menjadi isu hangat. Hal ini wajar karena sebelumnya juga sebelum sudah dibahas dan direncanakan konsep satu tarif dan satu kelas standar rumah sajit dan juga lagi digodoknya RUU Praktik Kedokteran.

INILAH yang dinamakan monoloyalitas dokter terhadap fasilitas kesehatan (faskes). Apa itu monoloyalitas? Berdasar Kamus Bear Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa arti monoloyalitas adalah kesetiaan yang tidak terbagi; kesetiaan tunggal (thd satu orang, perkumpulan, negara, dan sebagainya).

Istilah SIP Monoloyalitas, penulis gunakan agar supaya tidak melanggar regulasi tentang SIP dalam UU Praktik Kedokteran (Pradok) Pasal 37  disebutkan bahwa:

1. Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.

2. Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.

3. Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik. Dan pada Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 2052 Tahun 2011, Pasal 4

4. SIP dokter dan dokter gigi diberikan paling banyak untuk 3 (tiga) tempat praktik, baik pada fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta, maupun praktik perorangan.

5. SIP 3 (tiga) tempat praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berada dalam kabupaten/kota yang sama atau berbeda di provinsi yang sama atau provinsi lain. Jadi adalah hak dokter untuk bisa melaksanakan praktik di tiga tempat dengan masing-masing satu SIP .

Hubungan Kontrak Kerja Dokter dengan Faskes

Dalam formasi profesi dokter saat ini terbagi dua. Yakni, dokter yang berstatus ASN yang faskes milik pemerintah baik sipil dan TNI/Polri. Kemudian, dokter yang bestatus non ASN. Bagi yang ASN jelas aturan perundangan yang mengaturnya. Yaitu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Apartur Sipil Negara,merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian serta perubahannya. Kemudian, PP 17 tahun 2020 tentang Perubahan Atas PP 11 tahun 2017 tentang Manajemen.

BACA : Studi Kasus; Apakah Organisasi Profesi (IDI) dan PDSp Jadi Subjek Wajib Pajak Organisasi?

Dalam hal menjalankan menjalankan praktik kedokteran sehari-hari, hak mendapat 3 SIP tidak dibedakan apakah dokter itu sebagai ASN atau non ASN. Ada dua pembagian kelompok  hubungan hukum dalam melakukan pekerjaan yaitu

6. Melakukan pekerjaan dalam hubungan kerja  berdasarkan perjanjian kerja (yang ditandai dengan adanya upah tertentu dan adanya “hubungan diperatas” /dienstverhoudings

7. Hubungan hukum di luar hubungan kerja.  Yang di luar hubungan kerja, ada yang dilakukan berdasarkan perjanjian melakukan jasa-jasa dan ada yang dilakukan atas dasar pemborongan pekerjaan. Dan ada  juga yang dilakukan dengan hubungan kemitraan (partnership), dan ada yang dilakukan berdasarkan suatu anggaran dasar (vide pasal 1601, pasal 1601a jo pasal 1601c KUHPerdata dan pasal 26 UU No. 20 Tahun 2008).

Penerapan hubungan hukum antara dokter  dengan manajemen  atau RS / KLINIK  sangat bervariasi, bergantung pada kebutuhan dan kondisi serta kesepakatan di antara para pihak. Ada yang didasarkan perjanjian kerja (DHK), ada yang berdasarkan perjanjian (kontrak) melakukan jasa-jasa, dan ada juga yang atas dasar bagi hasil, serta bentuk hubungan hukum lainnya.

Bagaimana perlakuan hukum terhadap dokter  tersebut ? Hal tersebut sangat bergantung pada jenis hubungan hukum yang diperjanjikan (sebagaimana tersebut di atas). Artinya, apabila tenaga kesehatan tersebut dipekerjakan berdasarkan perjanjian kerja (employment agreement), maka berlaku ketentuan mengenai hubungan kerja dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan).

BACA JUGA : RUU Pendidikan Kedokteran; Harapan Besar Bagi Masyarakat dan Dokter

Namun, apabila tenaga kesehatan tersebut bekerja didasarkan perjanjian melakukan jasa-jasa, kemitraan atau perjanjian dengan sistem bagi hasil, atau kontrak pelayanan kesehatan — untuk suatu jangka waktu tertentu –, maka apa yang telah diperjanjikan — oleh para pihak — menjadi “undang-undang” dan mengikat untuk dipatuhi oleh yang bersangkutan (pacta sun servanda, pasal 1338 KUHPerdata).

Dalam hal bukan hubungan kerja, tentunya tidak berlaku ketentuan hubungan kerja (khususnya hak-hak dan kewajiban dalam hubungan industrial) yang diatur dalam UU Ketenegakerjaan. Walaupun tetap harus mengindahkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan secara umum, seperti ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat (WKWI), ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta ketentuan mengenai standar minimum  pengupahan  (termasuk bagi hasil) serta ketentuan-ketentuan lainnya untuk menghindari terjadinya eksploitasi sesama insan manusia.

Satu SIP Monoloyalitas Dokter terhadap Faskes dengan Perjanjian Kontrak Kerja (Hukum Kontrak)

Dalam Hukum Indonesia konsep kontrak dicantumkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Sekilas, apabila kita mendengar kata kontrak, kita langsung berpikir bahwa yang dimaksudkan adalah suatu perjanjian tertulis. Artinya, kontrak sudah dianggap sebagai suatu pengertian yang lebih sempit dari perjanjian.

Dalam pengertiannya yang luas kontrak adalah kesepakatan yang mendefinisikan hubungan antara dua pihak atau lebih. Kontrak tidak lain adalah perjanjian itu sendiri (tentunya perjanjian yang mengikat).

Kontrak dalam Hukum Indonesia, yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) disebut overeenkomst yang apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti perjanjian. Salah satu sebab mengapa perjanjian oleh banyak orang tidak selalu dapat mempersamakan  dengan kontrak adalah karena dalam pengertian perjanjian yang diberikan oleh Pasal 1313 KUH Perdata tidak memuat kata “perjanjian dibuat secara tertulis”.

BACA JUGA : Stigma Negatif Penderita HIV/AIDS , Ini Penjelasan Dua Dokter Cantik Soal Penanganannya

Pengertian perjanjian dalam pasal 1313 KUH Perdata tersebut, hanya menyebutkan sebagai suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Kontrak merupakan bagian dari pengertian perjanjian, artinya bahwa kontrak adalah juga perjanjian walaupun belum tentu perjanjian adalah kontrak. Dalam pengertian kesepakatan para pihak yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat kontrak sama dengan perjanjian. Perjanjian yang tidak memiliki konsekuensi hukum tidak sama dengan kontrak.

Dasar untuk menentukan apakah perjanjian mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat ataukah hanya sebagai perjanjian yang mempunyai konsekuensi moral dapat dilihat dari kemauan dasar dari para pihak yang berkontrak.

Kontrak kerja adalah perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan atau tulisan. Kontrak kerja dapat berlangsung baik untuk waktu tertentu maupun waktu tidak tertentu. Di dalamnya memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban bagi pekerja dan pengusaha. Sebelum mulai bekerja, kontrak kerja diberikan oleh perusahaan kepada calon pekerja mendapatkan kesepahaman antara dua pihak.

Apa Saja Bentuk Kontrak Kerja yang Ada?

1. Kontrak Karyawan Tetap

Kontrak karyawan tetap juga disebut sebagai perjanjian kerja waktu tidak tentu (PKWTT). Disebut demikian karena hubungan kerja antara pemberi dan penerima kerja tidak ada batas waktu tertentu atau bersifat tetap. PKWTT dapat dibuat secara lisan tanpa harus mendapat pengesahan dari instansi ketenagakerjaan terkait. Namun, perlu diingat bahwa perusahaan harus membuat surat pengangkatan kerja bagi karyawan yang bersangkutan.

Kontrak karyawan tetap biasanya mencakup adanya masa percobaan (probation). Masa percobaan dilakukan selama tiga bulan. Perusahaan wajib untuk menggaji karyawan yang sedang menjalani masa percobaan, sekurang-kurangnya sesuai nominal upah minimum yang berlaku di daerah tersebut.

BACA JUGA : Tindak Kekerasan terhadap Dokter dan Nakes, Perlukah Mengutuk? (1)

Dalam PP No 47 tahun 2021 tentang Penyelenggarakan  Perumahsakitan yang merupakan aturan turunan dan UU Nomor 11 tahun 2020 OBL CIKA kluster Kesehatan / RS, dusebukan tentang klasifIkasi RS  dan Persyaratan yang harus dipenuhi sesuai klasifikasi tersebut. ( Pasal 2, 3, 4, 5, 6) dan tentang SDM yang wajib dipenuhi RS pada pasal 22, 23, 24,).

Disebutkan pada pasal 22 ayat 2 bahwa SDM yang bekerja di RS termasuk dokter (pasal 23 ayat 1 dan 2) harus TENAGA TETAP yang bekerja secara PURNA WAKTU.  Monoloyalitas dokter yang bekerja di RS tersebut sangat diperlukan untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan paripurna.  Pembatasan jumlah SIP bagi dokter tersebut dengan RS tempat bekerja bisa disepakati dengan surat kontrak yang disepakati kedua belah pihak.  Lex Spesialis buat para pihak tersebut. 

2. Kontrak Karyawan Tidak Tetap

Berbeda dengan kontrak karyawan tetap, kontrak karyawan tidak tetap merupakan hubungan kerja yang bersifat sementara antara pemberi dan penerima kerja. Kontrak karyawan tidak tetap juga disebut perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Karyawan yang bekerja dengan kontrak ini disebut sebagai karyawan kontrak.

Berbeda dengan PKWTT, kontrak PKWT harus dibuat secara tertulis. Selain sebagai arsip karyawan dan perusahaan, dokumen tersebut juga harus didaftarkan ke Dinas Tenaga Kerja. PKWT tidak memperbolehkan adanya masa percobaan (probation) sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Selain itu, hubungan kerja berlangsung paling lama hingga tiga tahun atau hingga pekerjaan selesai.

BACA JUGA : Tangani Pandemi Covid-19, IDI Kalsel Mencatat Sudah 13 Dokter Gugur

Pada pasal 22 ayat 5 PP  No 47 tahun 2021 disebutkan bahwa RS dapat mempekerjakan tenaga TIDAK TETAP dan atau tenaga lainnya berdasarkan kebutuhan dan kemampuan RS sesuai dengan peraturan peundang-undangan.  Terutama UU nomor  13 tahun 2003 dan UU 11 tahun 2020 dan PP 35 tahun 2021

3. Kontrak Karyawan Paruh Waktu

Berbeda dengan karyawan harian, karyawan paruh waktu memiliki durasi bekerja yang lebih singkat. Kontrak karyawan paruh waktu sendiri adalah perjanjian kerja dengan durasi kurang 7-8 jam per hari atau kurang dari 35-40 jam per minggu bagi pekerjanya.

Pembayaran upah menjadi kesepakatan bersama antara pekerja paruh waktu dan pemilik pekerjaan. Biasanya, orang yang bekerja paruh waktu adalah pelajar atau mahasiswa yang ingin mendapat uang saku tambahan. Pekerjaannya dapat berupa pramusaji dan penjaga toko.

3. Outsourcing

Outsourcing merupakan perjanjian antara pihak/perusahaan penyedia tenaga kerja (pemborong) yang menerima sebagian pekerjaan dari pihak/perusahaan pemberi kerja. Perjanjian antara kedua belah pihak disebut perjanjian outsourcing. Hubungan kerja antara pihak penyedia tenaga kerja dengan pihak pemilik kerja dapat berupa PKWT atau PKWTT.

BACA JUGA : Damage Control; Darurat Kematian Dokter dan Nakes Akibat Covid-19

Perjanjian outsourcing harus memuat Transfer of Protection Employment, yaitu prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja. Hal ini didasarkan pada Keputusan Mahkamah Konstitusi Register No. 27/PUU-X/2011.

Kekuatan Hukum Kontrak Perjanjian

Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak terdapat pada Pasal 1338 ayat (1) KUH-Perdata. Syarat pertama dari Pasal 1320 KUH-Perdata yakni “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya” berkaitan erat dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH-Perdata yang menyatakan “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Hukum Kontrak berdasarkan KUH-Perdata terdapat prinsip-prinsip utama dari Hukum Kontrak, yakni: Kebebasan berkontrak, prinsip konsensual, prinsip obligatoir, dan prinsip pacta sunt servanda.

Bahwa kekuatan mengikat hukum kontrak menurut KUH-Perdata di mana Pasal 1320 mengatur keabsahan perjanjian; Sejumlah faktor penyebab tidak sahnya suatu perjanjian baik karena adanya paksaan, kekhilafan, atau penipuan; Kontrak tidak semata-mata tertera dalam bentuk tertulis melainkan harus pula diimplementasikan sesuai ketentuan yang berlaku dan kesepakatan para pihak dengan menjunjung tinggi prinsip itikad baik (good faith).

BACA JUGA : Prof Ruslan Muhyi Berpulang, Guru Besar Pertama di Fakultas Kedokteran ULM

Selanjutnya akibat hukum tidak penuhinya persyaratan dalam hukum kontrak yakni persyaratan keabsahan suatu perjanjian atau kontrak harus mengacu kepada ketentuan seperti misalnya, yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH-Perdata yang telah dikemukakan sebelumnya; Hukum Perjanjian menentukan arti pentingnya pemenuhan suatu prestasi dalam suatu hubungan hukum, oleh karena para pihak telah terikat dalam hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik;

Tidak dipenuhinya prestasi, akan menimbulkan suatu wanprestasi yang membawa konsekuensi atau akibat hukum tertentu bahkan dapat digugat ke pengadilan untuk memenuhi tuntutan berupa pemberian ganti kerugian. Kekuatan mengikat hukum kontrak tergantung pada pemenuhan persyaratan sahnya suatu kontrak oleh para pihak dan pelaksanaannya.

Peran Sentral Organisasi Profesi IDI dalam Penerbitan SIP Dokter

Hari ini minggu tanggal 24 Oktober 2021 merupakan Hari Dokter Nasional sebagai HUT Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ke-71. Di usia 71 tahun banyak isu menarik yang muncul yang bekenaan dengan nasib para doktet Indonesia yang otamatis menjadi anggota IDI. Ini karena menurut Pasal 1 ayat 12  bahwa IDI adalah satu satunya Organisasi Profesi Dokter yang diakui oleh Undang Undang dan Pemerintah.

Selain isu tentang tarif tunggal INA CBGsl dan kelas standar tunggal serta belum adanya kenaikan tarif kapitasi BPJS dan Maldistribusi peserta BPJS yang terfokus pada FKTP milik pemerintah yang ditamggapi BPJS. Selain itu juga banyaknya kasus penganiayan bahkan teror terhadap dokter didaerah konflik seperti di Papua.  Sekarang yang lagi hot adalah rencana dan wacana untuk mereduksi hak SIP tiga tempat menjadi satu tempat.

Dalam UU 29 Tahun 2004  Pradok pasal 38 dan PMK 2052 Tahun 2011 Pasal 8  bahwa sebelum diterbitkannya SIP dokter, seorang dokter wajib mendapatkan Surat Rekomendasi dari OP dalam hal ini IDI.

BACA JUGA : Toko Obat dan Apotik Diserbu Warga, Dokter Meldy: Berbagai Penyakit Muncul Setelah Lebaran

Ketentuan aturan Perundangan ini bahwa hanya IDI / PDGI yang berwewenang memberikan surat rekomendasi untuk SIP bukan PDSp atau PDSm. Menurut sumber di KKI dan pengalaman penulis pernah ditemukan surat rekomendasi darii Perhimpunan Dokter Sp sesuai Sp dokter yang meminta surat rekomendasi SIP.

Amanah UU ini bisa menjadi peran sental OP IDI/ PDGI  untuk menentukan dan tawar menawar anggotanya dalam perjanjian kontrak kerja dokter dengan RS / FASKES yang menghendaki Monoloyalitas Dokter dengan Satu SIP.

Sebelum diterbitkan surat rekomendasi OP, maka OP harus mengetahui dan menelaah surat Kontrak Kerja dan Akta Perjanjian dengan Akta Notaris dan apakah perjanjian kontrak tersebut memberikan peelimdungan kesejahteraan baik gaji pokok, tunjungan kinerja, pemberian Jasa Medis Dokter dan imbalan lain yang memberi jaminan kesejahteraan dokter sehingga dengan satu SIP diRS / Faskes tersebut.

Dan juga dokter tersebut bisa memberikan pelayanan maksimal dan unggulan di RS tersebut. Setelah ada kepastian ini dengan perjanjian kontrak dengan akta notaris, maka baru diberikan surat rekomendasi OP untuk penerbitan SIP Dokter tersebut.

BACA JUGA : Dua Dokter Pendidik Klinis Ahli Utama Dilantik

Hal yang perlu dilakukan oleh OP IDI/PDGI untuk mengeluarkan aturan pedoman berupa SK OP untuk menentukan gaji pokok minimal, tunjangan kinerja dan persentasi pembagian Jasa Medis dokter . Sehingga bisa menjadi ajuan bagi anggotanya melakukan perjanjian kontrak kerja dengan RS/faskes.

Secara peraturan perundangan yang berlaku sekarang ini yaitu UU 29 tahun 2004 dan PMK 2052 tahun 2011 TIDAK ADA Celah untuk penerapan satu SIP untuk satu Dokter. Kalau dipaksakan dengan regulasi dibawahnya jelas akan menimbulkan penggugatan oleh OP dan dokter yang bersangkutan.

Kalau monoloyalitas dokter dengan hanya satu SIP dan satu tempat praktek di RS / FASKES tersebut dan menurut dokter tersebut menguntungkannya maka boleh boleh saja dan harus dibuatkan surat perjanjian kontrak yang jelas. Peran Sentral OP IDI/ PDGI sangat penting dalam hal menentukan penerbitan SIP yaitu dengan surat rekomendasi.(jejakrekam)

Penulis adalah Dokter Ahli Utama RSDI Banjarbaru/ KUHM

Candidat Doktor Ilmu Hukum UNISSULA

Mediator Non Hakim Bersertifikat MA

Anggota Kongres Advokat Indonesia dan Ikatan Penasihat Hukum Indonesia

Ketua Bidang Advokasi Medikolegal PAPDI Cabang Kalsel. Anggata Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) dan Asosiasi Profesor Doktor Hukum Indonesia  (APDHI).

Wakil Ketua Komite Etik dan Hukum RSDI Banjarabru

Pengurus Pusat PERDAHUKKI Bidang Ilmiah, Diklat dan Pengembangan SDM

Anggota Perhimpuman Profesi Mediator Indonesia

Ketua Harian PPHI

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2021/10/24/refleksi-hut-idi-ke-71-regulasi-satu-sip-atau-monoloyitas-dokter-berdasar-hukum-kontrak/,peraturan dokter 1 tempat praktik 2021

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.