Damage Control; Darurat Kematian Dokter dan Nakes Akibat Covid-19

0

(Siapa yang Bertanggungjawab? Sudah Seriuskan Negara Hadir? Das Sollen dan Das Sein)

Oleh : dr Abd. Halim, SpPD.,FINASIM.,SH,MH,MM

MENURUT data Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan laporan organisasi profesi kesehatan lainnnya sampai Minggu (11/7/2021), jam 14.00 WIB, jumlah angka kematian nakes yang terpapar Covid-19 sebesar 1.141 orang yang posisi teratas adalah dokter sebanyak 472 orang, perawat 351 orang, bidan 172 orang, dokter gigi 45 orang, ahli tenaga laborat 36 orang, apoteker 10 orang dan lain-lain, tercatat 55 orang.

SUNGGUH miris membaca berita ini dan angka kematian ini akan terus bertambah sehubungan dengan masih tinggi angka kejadian postif Covid-19 yang rata rata perhari dalam 7 hari ini  lebih dari 33.451 bahkan pada tanggal 10 Juli 2021 yang terkonfirmasi positif 35.094 orang. Dan per 12 Juli 2021 angka positif 2.491.006 orang dengan jumlah yang meninggal 65.457 orang

Raungan sirine, kamar Rumah Sakit penuh, antrian menguburkan mayat, tangisan, kepedihan di media sosial dan angka angka kenaikan kasus dan kematian akibat Covid-19, di Indonesia, menyesakkan dada dan mengkawatirkan. Begitu juga berita kesakitan dan kematian pada Tenaga Medis, setiap hari, setiap hari berita kepedihan itu menyeruak di tengah kita, satu persatu sejawat kita meninggal dunia, tentu doa doa terus di panjatkan kehadapan Tuhan yang maha kuasa. Rumah Sakit penuh, oksigen habis, obat putus dan lain sebagainya, jelas menggambar situasinya.

Lalu apakah kita terus menghitung dan meratap, memang, banyak upaya telah di lakukan, namun mungkin perlu di lakukan upaya yang tidak biasa biasa saja, di perlukan langkah ekstrim bila perlu, karena ibarat kapal perang, kapalnya sudah rusak berat dan siap tenggelam, di perlukan “Damage Controle”, semua langkah penyelamatan kapal, semua upaya penyelamatan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang tidak biasa biasa saja.

Das Sollen

Perlu kita ingatkan lagi amanah dalam pembukaan UUD 1945 alenea keempat bahwa “ Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “

Juga dalam penjelasan  Pasal 5 ayat 1 UU nomer 4 tahun 1984 : Upaya penanggulangan wabah mempunyai 2 (dua) tujuan pokok yaitu :

1.            Berusaha memperkecil angka kematian akibat wabah dengan pengobatan.

2.            Membatasi penularan dan penyebaran penyakit agar penderita tidak bertambah banyak, dan wabah tidak meluas ke daerah lain.

UU nomer 6 tahun 2018 tentang KKM pada Pasal 3 bahwa “ Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan bertujuan untuk:

a)            melindungi masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;

b)            mencegah dan menangkal penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;

c)            meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan masyarakat; dan

d)            memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dan petugas kesehatan

dan pada Pasal 4 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan  Kesehatan melalui penyelenggaraan Kekarantinaan Masyarakat.

Pada Pasal 5 (1) Pemerintah Pusat bertanggung jawab menyelenggarakan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk dan di wilayah secara terpadu. (2) Dalam menyelenggarakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melibatkan Pemerintah Daerah. Pasal 6 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan. Dan Hak Warganegara ada pada  Pasal 7 “ Setiap Orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.” Pada  Pasal 8  : Setiap Orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama Karantina”. Kewajiban WN ada pada Pasal 9 (1) Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan. (2) Setiap Orang berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.

Pada webinar tanggal 11 Juli jam 19.30 WIB sampai 24.00 WIB yang diselenggarakan Forkom IDI Wilayah dan Cabang Seluruh Indonesia yang diprakarsai oleh dr. Zul Asdi SpB.,M.Kes ketua IDI Wilayah Riau, Pemateri dr. H. Nazrial Nazar, Sp.B, FINACS, K(Trauma), MH.Kes yang membawakan materi “DAMAGE CONTROL” PENYELAMATAN DARURAT TENAGA MEDIS & TENAGA KESEHATAN menegaskan bahwa slide paparan beliau bahwa :

Pertama menunggu secepatnya Pengurus Besar IDI mengeluarkan; perintah atau instruksi organisasi kepada:

1.            Segenap anggota IDI mematuhi dan melaksanakan seluruh S.P.O yang berkaitan dengan pencegahan penularan Covid-19.

2.            Segenap T.M. ikut aktif mengawasi pelaksanaan Prokes/S.P.O. dimaksud pada unit kerja masing-masing di semua tingkat pelayanan.

3.            Melaporkan pada cabang setempat apabila terjadi penyimpangan S.P.O. di lingkungan kerjanya –yang patut diduga merugikan dan mengancam keamanan serta keselamatan T.M & Nakes; agar segera bisa diadvokasikan dan dilindungi oleh organisasi.

4.            Aktif membantu Fasyankes / tempat bekerja; menambah/menyempurnakan S.P.O. dimaksud

5.            Seluruh lapisan kepengurusan IDI (cabang, wilayah dan PB) mendorong percepatan pelaksanaan Surat Dirjen Yankes yang ditujukan kepada seluruh Direktur R.S. (Pemerintah dan Swasta) No: HK.07.01/1/2307/2021 untuk melaksanakan test RT-PCR, paling sedikit 1X per minggu.

6.            PB IDI beserta jajarannya akan bersikap tegas dan proporsional terhadap penyimpangan pelaksanaan termaksud.

Dan menekankan bahwa  Prinsip: Perlindungan dan keselamatan penolong lebih dahulu dari keutamaan yang ditolong harus dijalankan.

Kedua Permintaan organisasi kepada Fasyankes/R.S. dari semua tingkat pelayanan:

1.            Agar bersama-sama melaksanakan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pandemi, terutama perlindungan T.M. dan Nakes serta bekerjasama dalam menyusun dan menyempurnakan S.P.O. dimaksud.

2.            Agar segera melaksanakan perintah Dirjen Yankes No: HK.07.01/1/2307/2021.

3.            IDI & PERSI bersama-sama berupaya keras merealisir poin A & poin B terutama untuk R.S. Swasta; serta realisasi vaksinasi ke-3.

Niscaya IDI mengambil sikap tegas untuk kepentingan anggota, apabila ada hal-hal yang mengabaikan perlindungan T.M. dari pihak manapun.

Menurut penulis hal ini sesuai dengan KODEKI dan UU nomer 29 tahun 2004. Dalam Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

1.            Pasal 50 adalah hak seorang dokter untuk memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur dan Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur.

2.            Pasal 51 ada kewajiban dokter untuk menyerahkan pekerjaannya atau melepas tanggung jawabnya sebagai dokter kalau tidak bisa bekerja baik dan tidak bisa berkerja sesuai SOP. Isi pasal 51 tersebut :

1.            Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur serta kebutuhan medis.

2.            Apabila tidak tersedia alat kesehatan atau tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan/pengobatan, bisa merujuk pasien ke dokter/sarana kesehatan lain yang mempunyai kemampuan lebih baik.

Dalam KODEKI Pasal 20 bahwa ada kewajiban dokter terhadap dirinya sendiri yaitu Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Dalam UU nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan pada pasal 57 dan 58 juga ada hak dan tenaga kesehatan bekerja sesuai standar profesi dan SOP. Pasal 57 Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak pada point

•             Poin a : memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar  Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional;

•             Point d : memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai agama;

•             Point f. menolak keinginan Penerima Pelayanan Kesehatan atau pihak lain yang bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik, standar pelayanan, Standar Prosedur Operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 58 (1) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik wajib: a. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan;

Dalam Paparan pemateri kedua Prof. dr. Menaldi Rusmin, Sp.P(K), FCCP, FISR dengan Judul : Keselamatan Dokter & Tenaga Kesehatan Dalam Lonjakan Pandemi COVID – 19 . bahwa dalam UU nomer 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 point

•             f.  memberi alat -alat perlindungan diri pada para pekerja

•             g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran

•             h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physic maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan

•             k.  menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup

•             l.  memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

Pada Permenkes 66 tahun 2016  tentang K3 RS pada Pasal 1  yang dimaksud dengan:

1.            Keselamatan Kerja adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan, kerusakan dan segala bentuk kerugian baik terhadap manusia, maupun yang berhubungan dengan peralatan, obyek kerja, tempat bekerja, dan lingkungan kerja, secara langsung dan tidak langsung.

2.            Kesehatan Kerja adalah upaya peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang mengadaptasi antara pekerjaan dengan manusia dan manusia dengan jabatannya.

Pasal 14 ayat :

(1)          Pelayanan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c dilakukan secara komprehensif melalui kegiatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

(2)          Kegiatan yang bersifat promotif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi pemenuhan gizi kerja, kebugaran, dan pembinaan mental dan rohani.

(3)          Kegiatan yang bersifat preventif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi imunisasi, pemeriksaan kesehatan, surveilans lingkungan kerja, dan surveilans medik.

(4)          Imunisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan bagi tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan serta SDM Rumah Sakit lainnya yang berisiko

Prof. dr. Menaldi Rusmin, Sp.P(K), FCCP, FISR  juga menyampaikan Piramida Hirarki Kontrol dari Pandemi Covid-19 yaitu posisi teratas yang paling efektif adalah Elimination disusul Substitution, Engineering Controls,  administrative controls dan yang terakhir yang kurang efektif adalah PPE yaitu pemakaian APD. Dari hirarki yang sangat pening dan sangat efektif menurut penulis  adalah penerapan UU nomer 6  tahun 2016 secara utuh dengan penerbitan PP dan aturan pelaksana dibawahnya untuk tindakan karantina dan atau PSBB yang konsisten dan berkeadilan.

SURAT EDARAN HK.02.01/MENKES/69/2021 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN BAGI TENAGA KESEHATAN YANG TERKONFIRMASI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) DI RUMAH SAKIT PENYELENGGARA PELAYANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ini disampaikan kepada seluruh Kepala/Direktur rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan COVID-19 dan pemerintah daerah untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1.            Memberikan prioritas perawatan bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan lain yang masih aktif memberikan pelayanan kesehatan sampai yang bersangkutan terkonfirmasi COVID-19 baik di fasilitas pelayanan rawat jalan maupun pelayanan rawat inap sesuai dengan kebutuhan medis.

2.            Kepala/Direktur rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan COVID-19 melaporkan setiap perawatan yang diberikan kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan lain yang terkonfirmasi COVID-19 di fasilitas pelayanan kesehatannya kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dan/atau satgas COVID-19 setempat.

3.            Terhadap tenaga medis dan tenaga kesehatan lain yang terkonfirmasi COVID-19 dan melakukan isolasi mandiri agar dilakukan pemantauan dan/atau pemberian pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota setempat dan fasilitas pelayanan kesehatan.

Das Sein

Pada tanggapan dari para penanggap antara lain Dr. Daeng Muhamad Faqih, S.H.,M.H Ketua Umum PB IDI Saat ini dan juga Dr. dr. H. Muhammad Nasser, Sp.KK, anggota Satgas Perlindungan Nakes pada Satgas Covid-19 BNPB menjelaskan bagaimana ruwet dan rumit serta beratnya perjuangan para petinggi PB IDI untuk melobi para menteri dan pejabat yang tergabung dalam KEN dan Penanggulangan Covid-19 dalam rangka perlindungan kesehatan dan Keselamatan Nakes dan Mitigasi Nakes dalam kondisi saat ini di mana pandemi Covid-19 semakin membahayakan baik bagi nakes dan masyarakat umum.

Salah satunya adalah ketersediaan obat-obatan untuk para nakes yang terkonfirmasi Covid-19 baik dengan gejala ringan sampai berat kritis. Antara permintaan yang real disampaikan yaitu sesuai dengan jumlah nakes yang membutuhkan (27 orang) ternyata yang diberikan hanya untuk 5 orang padahal informasi yang didapatkan stock obat tersebut cukup banyak.

Di samping itu usulan vaksinasi seri ketiga untuk nakes memerlukan perjuangan yang berat dan panjang dan akhirnya dikabulkan dan akan direncanakan mulai minggu depan. Semoga tidak PHP.

Perlunya Mitigasi yang Konsisten pada tindakan Preventif, Kuratif dan Rehabiltatif

Dalam paparan Prof. dr. Menaldi Rusmin, Sp.P(K), FCCP, FISR  juga menyampaikan konsistensi Mitigasi nakes pada pandemi ini. Mitigasi merupakan amanah dari UUD 1945, UU Pradok dan UU Kesehatan dan UU Keselematan Kerja bahkan dalam UU 24 tahun 2007 tentang penanggulan bencana.

Pada Pasal 5 UU 24 tahun 2007 Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pasal 6 Tanggung jawab Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:

a.            pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan;

b.            perlindungan masyarakat dari dampak bencana;

c.             penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum;

d.            pemulihan kondisi dari dampak bencana;

e.            pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang memadai;

f.             pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai

Hak Masyarakat dalm UU Penanggulan Bencana  Pasal 26 (1) Setiap orang berhak:

a.            mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana;

b.            mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

c.             mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana.

d.            berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial;

e.            berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya; dan

f.             melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana.

(2) Setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.

(3) Setiap orang berhak untuk memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan konstruksi.

Mitigasi Preventif berupa Pemberian Makanan Tambahan, Vitamin yang meningkatkan daya imunitas Nakes dan Vaccinasi lengkap dan boster dengan vacicin yang mempunyai efektivitas yang tinggi adalah hak Nakes yang harus dijalankan pemerintah dan pemilik Sarana Fasilititas Kesehatan. Hal ini dituangkan dalam KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/328/2020 TENTANG PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) DI TEMPAT KERJA PERKANTORAN DAN INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEBERLANGSUNGAN USAHA PADA SITUASI PANDEMI tanggal 20 Mei 2020 di dalam lampiran KMK ini pada halaman 9 point 5) Mengatur asupan nutrisi makanan yang diberikan oleh tempat kerja, pilih buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C seperti jeruk, jambu, dan sebagainya untuk membantu mempertahankan daya tahan tubuh. Jika memungkinkan pekerja dapat diberikan suplemen vitamin C. 

Pada acara webinar forkom pembicara lain yaitu Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PD, KAI “ Benarkah ada Nilai tertentu dari Vitamin, Mineral dan Zat Gizi tertentu dalam Darah untuk seseorang bisa bertahan dari Virus Covid-19, sehingga di perlukan tambahan Suplemen “ menjelaskan telah banyak bukti ilmiah pentingnya Vitamin C, D, E, Zinc dan Mg baik yang didapat alami dan suplemen tambahan bias mempercepat kesembuhan pasien Covid-19.

Dalam paparan Prof. dr. Menaldi Rusmin, Sp.P(K), FCCP, FISR  mitigasi preventif dalam bentuk engineering control yaitu pemisahan bangungan yang jelas antara ruang perawatan Covid-19 dan non Covid-19 dan perlu juga kekhususan RS covid dan non covid sehingga pasien terutama yang pasien yang punya penyakit kronik atau komorbid bias terlayani dengan baik.

Adanya Surat Edaran Dirjen Kemenkes HK.07.01/I/2307/2021 tertanggal 7 Juli 2021  soal keharusan  RS milik Pemerintah Pusat dan Daerah melakukan pemeriksaan  NAAT termasuk RT- PCR untuk Tenaga Medis setiap minggu, ini dalam rangka miitigasi preventive dan kuratif. Yang timbul masalah adalah mahalnya biaya tersebut dan tidak semua RS pemerintah mempunyai alat pemeriksa NAAT dan RT-PCR serta hasilnya juga membutuhkan minimal 24 jam. Dalam paparan dr. Tonang Dwi Ardyanto, Sp.PK, Ph.D “ Prognosis penderita Covid-19, dari Hasil Pemeriksaan Laboratorium dan Nilai Antibodi setelah Vaksin Covid-19 “ bahwa beliau mengusulkan pemeriksaan RT Swab Antigen sudah bisa memitigasi para nakes untuk penemuan awal terutama yang tidak bergejala. Selain mudah dan murah anggarannya.

Telemedicine dalam Masa Pandemi

Pada tanggal 7 Juli 2021 Menkes telah mengeluarkan regulasi dan pedoman telemedicine di masa pandemi Covid-19 yaitu KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/4829/2021 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN MELALUI TELEMEDICINE PADA MASA PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) pada diktum ketiga ”  Pelayanan kesehatan melalui telemedicine pada masa pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA merupakan pelayanan kesehatan jarak jauh dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk pemberian informasi kesehatan, diagnosis, pengobatan, pencegahan perburukan, evaluasi kondisi kesehatan pasien, dan/atau pelayanan kefarmasian, termasuk untuk pemantauan terhadap pasien COVID-19 yang melakukan isolasi mandiri, yang dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan lain pada fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya dengan tetap memperhatikan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.”

Pada lampiran KMK ini disebutkan Fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara pelayanan telemedicine pada masa pandemi COVID-19, terdiri atas: 1. rumah sakit; 2. puskesmas; 3. klinik; 4. praktik mandiri dokter/dokter gigi dan dokter spesialis/dokter gigi spesialis; 5. laboratorium medis; dan 6. apotek. Pelayanan kesehatan melalui telemedicine yang dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dapat menggunakan aplikasi yang telah dikembangkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri atau bekerjasama dengan aplikasi lain milik pemerintah atau swasta.

Tentang aktifitas Dokter perlu di lakukan perubahan yang Signifikan, dalam kehidupan sehari hari dan dalam pelayanan kesehatan, tentang APD, jam kerja dan jam istirahat, serta peningkatan Gizi dan Imunitas. Puskesmas misalnya, tenaga medis dan tenaga kesehatan sudah bekerja “Over” Tracing, vaksin, pasien BPJS, isoman, dan semua tugas pokok Puskesmas dan lainnya, tanpa ada yang mengingatkan untuk meniup peluit berbahaya, seolah olah sejawat kita adalah besi lokomotif, yang ada perintah dan perintah, tanpa ada yang memperhatikan kelelahannya, tentu ini terjadi juga di fasyankes lainnya.

Simpulan

Demage Control  terhadap dokter dan  nakes lainnya supaya terhindar dari paparan Covid-19 yang menyebabkan kesakitan dan kematian para nakes yang secara ekonomi sangat merugikan negara dan sangat mempengaruhi system pelayanan kesehatan, meninggal seorang dokter akan memperlebar layanan  ratio dokter dan rakyat  1 : 2500, Dan perlu waktu lama dan biaya yang besar untuk menghasilkan seorang dokter.

Kewajiban siapa yang melakukan Demage Control ini ? Sangat jelas Das sollen adalah kewajiban Pemerintah seperti dijabarkan diatas yaitu ada amanah konstitusi UUD 1945, UUNomor 29 Tahun 2004, UU Nomor 4 Tahun 1984, UU Nomor 6 Tahun 2018, UU Nomor 24 Tahun 2007, UU Nomor 39 Tahun 2009. Dan, telah banyak dikeluarkan PP, Permenkes dan KMK dan SE yang berkenaan hal diatas. Di tingkat implimentasi masih banyak kendala dan permasalahan seperti disampaikan Ketum PB IDI dan Divisi Satgas Perlindungan Nakes Satgas Covid-19.

Rekomendasi untuk PB IDI dan OP yang lainnya agar terus mendorong dan mendesak pemerintah bisa menjalankan amanat UU dalam perlindungan dan kesehatan kerja bagi dokter dan nakes seluruh Indonesia  baik di tingkat mitigasi preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Mendesak IDI cabang dan wilayah untuk memantau pelaksanaan Mitigasi baik preventif dan kuraktif anggotanya pada RS atau Faskes didaerah masing masing terutama beban kerja, pelaksanaan SOP penanganan Covid19, [pemberian Makanan tambahan dan suplemen vitamin, cakupan vaksinaasi dokter dan rencana vakscn ketiga. Mengawasi dan mendorong para dokter untuk melakukan pemeriksaan RT Swab Antigen di RS dan faskes lainnya.(jejakrekam)

Penulis adalah Kandidat Doktor Ilmu Hukum Unissula Semarang

Ketua Pusat Kajian Hukum Banua Law Center.

Dokter Ahli Utama RSDI Banjarbaru

Anggota IDI Cabang Banjarbaru

Ketua Bidang Etika Medikolegal PAPDI Cabang Kalsel

MKHI Cabang Banjarbaru

DPD Perdahukki Kalsel

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.