Menyoal Infrastruktur Kawasan Batang Banyu, Mengapa tak Berkembang Maju (2-Habis)

0

Oleh : Dr Subhan Syarief

DARI lima permasalahan mengemuka, muncul pertanyaan apa dan bagaimana cara menjadikan kawasan Batang Banyu terkhususnya empat daerah bersejarah di sepanjang tepian Sungai Martapura, Barito dan Nagara itu bisa dikembangkan?

SEJATINYA dalam pengembangan infrastruktur kawasan Batang Banyu sangat memungkinkan. Hal ini karena ditopang potensi penunjang sudah ada, termasuk model pendanaan, hanya diperlukan dukungan kebijakan dan akselerasi. Bila hal ini bisa dimanfaatkan maka semua akan bisa berjalan. Tentu sebelum dimulai, diperlukan beberapa skenario awal yang menjadi dasar pijakan dalam melangkah.

Pertama; diperlukan adanya kepahaman dan kesepemahaman para pihak mengenai pentingnya mempelajari, menjaga/memelihara, melestarikan/mempertahankan nilai sejarah (bahari) kawasan;  kepahaman dan kesepahaman ini lah yang menjadi problema, bahkan menjadi hambatan utama mengapa kawasan Batang Banyu yang sejatinya memiliki potensi menjadi terabaikan.

Akan tetapi tentu langkah awal paling penting yang di lakukan baik itu oleh pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, para intelektual, stakeholder dan juga masyarakat adalah berani memutuskan bahwa langkah pelestarian warisan sejarah dan budaya keempat kawasan kota tersebut perlu untuk segera dilakukan.

BACA : Menyoal Infrastruktur Kawasan Batang Banyu, Mengapa Tak Berkembang Maju (1)

Dalam hal ini artinya ada kesepahaman dan kesepakatan untuk menjadikan Kota Nagara, Margasari, Marabahan dan Banjarmasin sebagai kota-kota yang memiliki nilai sejarah penting bagi asal muasal adanya Provinsi Kalimantan Selatan. Ya, meminjam istilah sekarang maka bisa saja empat  kawasan Batang Banyu tersebut dimasukkan dalam bagian dari kota pusaka sebagai manifestasi perjalanan sejarah lahirnya Provinsi Kalimantan Selatan.

Kedua; hal ini paling penting yang perlu dilakukan baik oleh pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, intelektual, stakeholder dan juga masyarakat adalah berani memutuskan bahwa langkah pelestarian warisan sejarah, peradaban dan budaya empat kawasan kota tersebut perlu untuk segera dilakukan.

BACA JUGA : Bukan Hanya Susur Sungai, Hasil Kajian Ekspedisi Batang Banyu Direspons Rektor ULM

Dalam hal ini, artinya ada kesepahaman dan kesepakatan untuk menjadikan kota Nagara, Margasari, Marabahan dan Banjarmasin sebagai kota-kota yang memiliki nilai sejarah penting bagi asal muasal adanya provinsi Kalimantan Selatan. Ya, meminjam istilah sekarang maka bisa saja empat  kawasan Batang Banyu tersebut dimasukkan dalam bagian dari kota pusaka sebagai manifestasi perjalanan sejarah lahirnya provinsi Kalimantan Selatan.

Ketiga;  adanya dukungan kebijakan, regulasi dan keberpihakan pemerintah untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan yang wajib untuk dikembangkan. Dalam dukungan kebijakan dan regulasi ini, termasuk pula mempersiapkan aspek alokasi pendanaan. Aspek dana ini menjadi sangat penting, karena dengan sokongan dana kuat dan berkelanjutan hal pengembangan infrastruktur kawasan Batang Banyu menjadi lebih mudah dan cepat terealisasikan.

BACA JUGA : Ekspedisi Batang Banyu; Menelusuri Duka dan Harapan di Jalur Sungai Martapura-Barito-Nagara

Hal dana dasarnya saat ini sangat mudah dilakukan, minimal dalam kurun 10 tahun ini masih memungkinkan untuk dikumpulkan. Ini tentu syaratnya pihak pemerintah provinsi punya kemauan kuat, keberanian dan kemampuan berakselerasi, bila ini digenjot maka kucuran dana akan bisa berjalan. Salah satunya adalah melalui aspek pemanfaatan atau ‘bargaining’ tata kelola SDA (batubara) yang diangkut melalui sungai.

Jalur sungai Barito adalah salah satu potensi utama, dan termasuk hal dana-dana CSR nya perusahaan yang beroperasi atau ada di kawasan Batang Banyu.

Ilustrasi hitungan dari hasil pengamatan global tim Ekspedisi Batang Banyu sudah didapatgambaran transaksi dana sekitar Rp 130 triliun hingga Rp 170 triliun per tahun dari hilir mudiknya tongkang mengangkut batubara yang dikeluarkan melalui Sungai Barito.

BACA JUGA : Dari Kalkulasi Ekspedisi Batang Banyu, Batubara Yang Milir Di Sungai Barito Bernilai Rp 129 Triliun Setahun

Bila dari nilai dana ini, kemudian dipungut sekitar 2 persen – 2,5 persen  maka diperoleh dalam 1 tahun, minimal Rp 3 triliun hingga Rp 4 triliun. Ini artinya dalam 10 tahun, ada dana segar Rp 30 triliun- Rp 40 triliun. Tentu jumlah yang cukup besar, dengan dana ini akan banyak yang bisa dilakukan dalam mengembangkan tiga kawasan Batang Banyu yakni Sungai Barito, Sungai Martapura dan Sungai Nagara dengan empat kotanya guna dijadikan kawasan wisata historis, unggul dan produktif.

Memang bila melihat kondisi saat ini, maka sejujurnya Kalsel sudah bisa dikatakan ‘gagal’ dalam melihat dan memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Tapi tentu itu tak bisa dijadikan alasan, masih cukup waktu untuk berbenah atau memulai langkah baru. Saat ini, sangat perlu mempelajari kembali berbagai potensi bahari Kalimantan Selatan melalui merunutkan atau mengurutkan dan meluruskan secara lengkap sejarah perjalanannya.

BACA JUGA : Catatan Tercecer Dari Ekspedisi Batang Banyu; Bercerita Margasari Dan Nagara

Mulai dari perjalanan awal era Kerajaan Nan Sarunai sampai ke masa Kerajaan Banjar berdiri. Dari era Empu Jatmika dan putranya Lambung Mangkurat mulai memformat pertumbuhan pusat pemerintahan monarki yang berada di daerah hulu (atas), mulai era Nan Sarunai, Kerajaan Kuripan berlanjut ke Kerajaan Nagaradipa, Kerajaan Daha, dan berakhir di era Kerajaan Banjar.

Pada empat atau lima fase kerajaan ini, maka lahir dan tumbuh berkembang, Kota Tanjung, Kota Nagara, Kota Margasari, Kota Marabahan dan Kota Banjarmasin. Semua kota tersebut berada di tepian sungai, mulai dari Sungai Nagara, Sungai Barito, hingga masuk ke Sungai Martapura. 

BACA JUGA : Ekspedisi Batang Banyu; Arungi 3 Sungai Berujung Luka (1)

Tentu akibat dari jalur transportasi utama dahulu paling mudah melalui sungai, maka dipastikan pertumbuhan kawasan pun tak akan lepas peran vital sungai. Sejatinya, sejarah proses pembangunan kota-kota yang terjadi, bisa berupa situs, artefak dan berbagai peninggalan akan banyak berada di sekitar kawasan sungai tersebut.

Bahkan, mungkin saat ini masih banyak yang berada di atas sungai atau  dalam tanah yang ada di dasar sungai. Peluang untuk mengilustrasikan pertumbuhan kota, sosial budaya, dan bentuk atau model peradaban pun relatif menjadi lebih mudah karena hampir semua kerajaan berada di kawasan sungai.

Sejarah paling banyak yang saling memiliki kemiripan. Dengan kata lain, walaupun tak banyak memiliki situs, artefak atau data lainnya maka ilustrasi berdasar pada sejarah berbagai peradaban di kawasan sungai yang ada di dunia, atau daerah lain di Indonesia. Tentu hal ini akan bisa membantu bila dijadikan rujukan untuk memperkuat gambaran mengenai empat kawasan tersebut.

BACA JUGA : Ekspedisi Batang Banyu; Arungi 3 Sungai Berujung Luka (2-Habis)

Sejatinya dengan melihat kondisi gambaran atau ilustrasi kebahariannya. Kemudian hal kondisi kekiniannya, maka tentu akan lebih mudah untuk melakukan langkah pembenahan atau mungkin melakukan kebijakan pembangunan ke depan. Usaha untuk lebih memperkuat pencarian data yang tersedia dan melakukan identifikasi yang lebih mendalam akan sangat membantu ketika mau melakukan penataan atau membangun kawasan.

BACA JUGA : Terbangun Kepanasan, Ancaman El Nino Mengintai Batang Banyu Dan Berharap Hujan Di Bulan ‘Ember’

Melalui hal ini akan bisa memunculkan berbagai opsi atau kiat tepat cara memajukan kawasan Batang Banyu agar mudah digagas bahkan dilaksanakan. Tentu, termasuk yang paling penting adalah mencari cara memperkuat dukungan dana, agar tindak nyata membangun infrastruktur kawasan Batang Banyu bisa direalisasikan. Akhirnya, bukankah lebih baik terlambat daripada diam tak lakukan apa-apa.(jejakrekam)

Penulis adalah  Anggota  Tim Peneliti Ekspedisi Batang Banyu 2023

Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.