Ekspedisi Batang Banyu; Menelusuri Duka dan Harapan di Jalur Sungai Martapura-Barito-Nagara

0

Oleh : Cecep Ramadhani,S.Kom

PADA tanggal 1-2 September 2023 akan selalu diingat sebagai saat dimulainya perjalanan epik, saat tim Ekspedisi Batang Banyu melangkah awal di atas jalur Sungai Martapura di Kota Banjarmasin.

SUNGAI ini tak hanya menjadi aliran air yang mengalir, melainkan juga urat nadi yang membekas dalam setiap denyut kehidupan masyarakat pesisir Kalimantan Selatan, khusus Kota Banjarmasin. Pun begitu, asa dan duka itu pun tersibak hingga ke Sungai Barito dan Sungai Nagara.

Dalam perjalanan dua hari yang berani ini, kami, sekelompok pemberani dengan latar belakang yang beragam, melibatkan diri dalam dialog mendalam dengan mereka yang hidup bersampingan dengan sungai ini.

Warga yang beraktivitas di sepanjang sungai, petani  yang merawat tanah yang “subur”, hingga para aktivis lingkungan maupun tokoh  masyarakat di sepanjang sungai yang dengan tekun menjaga keberlangsungan alam.

BACA : Bukan Hanya Susur Sungai, Hasil Kajian Ekspedisi Batang Banyu Direspons Rektor ULM

Dari percakapan yang meresap hingga hati dan wawancara yang dalam, kami menemukan betapa beratnya tantangan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir Sungai Martapura-Barito- Nagara di provinsi Kalimantan Selatan.

Mereka menanggung beban kemiskinan yang berkepanjangan, melawan ketidaksetaraan yang tak kunjung reda, dan menyaksikan kerusakan lingkungan yang tak dapat mereka elakkan. Di antara sekian masalah, satu persoalan mencuat dengan tajam—kerusakan lingkungan yang semakin meluas akibat eksploitasi sumber daya alam, terutama ‘emas hitam’ batubara.

BACA JUGA : 3 Hari Ekspedisi Batang Banyu Merekam Budaya Luhur Pemukim Bantaran Sungai di Kalsel

Kalimantan Selatan dengan harta alamnya yang melimpah adalah salah satu provinsi penghasil batubara terbesar di Indonesia. Namun, eksploitasi yang serakah dan tak bertanggung jawab telah menimbulkan luka dalam bagi pemukim aliran Sungai Martapura, Barito hingga Sungai Nagara.

Limbah debu batubara yang diangkut oleh armada tongkang mencemari perairan yang semestinya menjadi sumber kehidupan. Nyatanya, air yang seharusnya segar dan jernih telah tercemar hingga menjadi beracun, merenggut hak dasar untuk hidup sehat dari masyarakat pesisir. Dalam kisah kelam ini, penyakit pernapasan menyerang, dan polusi suara dan air melengking di antara pelukan sungai.

Namun, tak hanya itu, habitat sungai yang rapuh pun ikut tergusur akibat penambangan batu bara yang serakah. Hasil tangkapan ikan yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat pesisir sungai pun merosot drastis, meninggalkan jejak penderitaan dan kekhawatiran akan masa depan.

Namun, dalam kegelapan, ada secercah cahaya harapan yang masih bersinar. Ekspedisi Batang Banyu tidak hanya menyoroti permasalahan, tetapi juga menghadirkan solusi untuk merawat hati Kalimantan Selatan:

BACA JUGA : Konsep Batang Banyu yang Kian Berubah di Tengah Masyarakat Banjar

Pengelolaan limbah debu batubara yang lebih efektif: Pemerintah dan perusahaan pertambangan batubara harus bersatu untuk menerapkan sistem pengelolaan limbah debu batubara yang efisien dan berkelanjutan. Sistem ini harus mampu menampung, mengolah, dan memanfaatkan limbah debu batu bara secara aman dan ramah lingkungan.

Pengendalian lalu lintas tongkang: Pengaturan lalu lintas tongkang di sungai perlu diperketat, dengan mengenakan batasan kecepatan dan menegakkan hukum. Regulasi ini bertujuan untuk mengurangi polusi air dan suara yang disebabkan oleh lalu lintas tongkang.

Pemeliharaan habitat sungai. Melalui kemitraan antara pemerintah dan masyarakat pesisir, kita dapat melestarikan habitat sungai yang rusak, dengan menanam pohon dan merehabilitasi wilayah pesisir. Upaya ini akan membantu memulihkan kualitas air dan habitat ikan, sehingga dapat meningkatkan hasil tangkapan ikan.

BACA JUGA : Didominasi Batubara, Volume dan Nilai Ekspor Kalsel Alami Peningkatan di Tahun 2022

Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir: Program pelatihan keterampilan, modal usaha, dan pengembangan produk lokal akan membantu masyarakat pesisir menjadi mandiri dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam. Program ini juga akan meningkatkan daya saing masyarakat pesisir dalam menghadapi tantangan ekonomi global.

Peningkatan kesadaran masyarakat pesisir: Penyuluhan, sosialisasi, dan kampanye lingkungan akan membantu masyarakat memahami urgensi menjaga lingkungan dan terlibat dalam upaya pelestarian alam. Upaya ini akan menciptakan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan Sungai Martapura, Barito hingga Nagara.

BACA JUGA : Selamatkan Hutan Meratus HST Bebas dari Tambang Batubara Dapat Lampu Hijau Kementerian ESDM

Tantangan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir Kalimantan Selatan mungkin besar, tetapi semangat untuk mengatasi permasalahan ini lebih besar lagi. Solusi-solusi ini harus dijalankan bersama, dalam sebuah komitmen bersama yang akan membawa perubahan positif dan membangun masa depan yang lebih baik bagi masyarakat pesisir di Kalimantan Selatan.

Dalam gelapnya malam, bintang-bintang harapan masih bersinar. Dan di sepanjang Sungai Martapura-Barito-Nagara, kita bersama-sama akan menjalani perjalanan menuju cahaya yang lebih terang.(jejakrekam)

Penulis adalah Aktivis Sosial Kemasyarakatan

Anggota Tim Ekspedisi Batang Banyu 2023

Editor Siti Nurdianti

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.