Angkat Kisah Komplotan Copet, Sanggar At Ta’dib Usung Pesan Moral dalam Cerita ‘Luput’

0

ANGKAT kisah kehidupan keseharian masyarakat Banjarmasin, Sanggar At-Ta’dib mengusung karya Muhammad Sandi Ansari dalam pertunjukan teater berjudul ‘Luput’.

PEMENTASAN para pelakon teater ini bagian dari Festival Teater Komedi Gardu 3 berlangsung di Gedung Balairungsari, Taman Budaya Provinsi Kalsel, Jalan Brigjen H Hasan Basry, Kayutangi, Banjarmasin, Jumat (24/2/2023) sore.

Disutradarai Mochammed Yamani, alur cerita laiknya sinetron sikon ini sarat dengan pesan moral bagi masyarakat. Tampil totalitas di hadapan ratusan pasang mata, Sanggar At-Ta’dib pun menurunkan belasan pemain memerankan figur-figur keseharian masyarakat urban.

Luput, dalam bahasa Banjar berarti tidak kena sasaran. Kata ini sering dipakai masyarakat Banjar untuk menggambarkan sesuatu yang salah atau melanggar norma kemasyarakatan.

Cerita ‘Luput’ dimainkan para pemain di antaranya Wahyu, Firman, Alfi, Fajar, Cupian, Najmi dan rekannya memang bernuansa teater lawak. Sebab, dalam pertunjukan di atas panggung, para pemain kerap melontarkan joke-joke yang hidup dalam keseharian masyarakat Banjarmasin.

BACA : Beri Ruang bagi Berkesenian, DPRD Banjarmasin Usulkan Dewan Kesenian Diberi Dana Hibah APBD

Tak ayal, totalitas para pemain itu juga turut mengocok perut para penonton yang menyaksikan teater ala Sanggar At-Ta’dib.

Alkisah, diceritakan kehidupan masyarakat di sebuah pasar yang ramai. Bagaimana komplotan pencopet bekerja guna mengincar mangsanya. Para ‘pencomot dompet’ ini memang tergolong lihai dalam aksinya.

Dengan setelan pakaian rapi, komplotan copet ini terlihat sekilas merupakan orang-orang baik, namun menyimpan niat busuk. Bak peribahasa sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga digambarkan ketika komplotan pencopet ini tertangkap oleh warga pasar.

BACA JUGA : Ketua Dewan Kesenian Banjarmasin Dukung Sanggar Perpekindo Dokumentasikan Tari Kreasi Banjar

Berkat kelihaian bercakap dan beralibi, sang copet ini bisa bebas dari jerat tangkap massa. “Pesan moral yang disampaikan dalam drama teater berjudul Luput adalah banyak orang pintar berbicara atau berdialek, belum tentu jujur,” kata Ketua Sanggar At-Ta’dib, M Taufik Hidayat R kepada jejakrekam.com, Jumat (24/2/2023).

Menurut dia, banyak orang terkadang terpana atau tertipu dengan penampilan, seperti berpakaian bagus yang terlihat baik di pandangan kasat mata.

“Ternyata tidak baik. Ada pula menggambarkan orang bertato, pengemis serta lainnya. Namun, mereka tidak dianggap di tengah masyarakat, padahal mereka punya kelebihan. Lantaran tidak disorot, akhirnya tak terlihat,” kata Taufik.

BACA JUGA : Siap Tayang di Tahun 2023, Film Jendela Seribu Sungai Angkat Cerita Mimpi dan Cita-Cita 3 Anak

Ia mengakui pertunjukan yang disuguhkan Sanggar At-Ta’dib merupakan buah dari latihan dan persiapan yang cukup lama, sehingga bisa memberikan hasil yang baik.

“Kami ingin tampil semaksimal mungkin dalam pementasan drama kali ini. Untuk tampil, kurang lebih satu bulan proses penggarapannya,” kata Taufik.

Pesan moral ingin ditonjolkan Sanggar At-Ta’dib adalah jangan mudah percaya dengan penampilan yang terkadang menipu. “Ke depan, tentu kami berharap dunia teater Banjarmasin, umumnya Kalsel bisa menasional. Sebab, beberapa sanggar lainnya sudah bisa pentas di nasional,” tambah Mochammed Yamani.

BACA JUGA : Refleksi Akhir Tahun; Perluasan Ruang dan Wahana Kesenian

Menurut dia, untuk menggenjot kehidupan dunia teater sebagai dunia seni pertunjukan di Banjarmasin, tentu butuh dukungan semua pihak.  

“Cara terkecil adalah beli tiket masuk. Ini bisa membantu menghidupkan dunia teater, sebab biaya produksi minimal bisa tertutupi dengan pembelian tiket oleh para penonton,” beber Yamani.

Para pemain teater mengangkat cerita Luput usai selesai menggelar pertunjukan di Gedung Balairung Sari, Taman Budaya Kalsel, Banjarmasin. (Foto Ferry Oktavian Hidayat)

Dia juga menyebut fasilitas untuk wadah latihan drama atau teater cukup terbatas di Banjarmasin. Sementara hanya bisa menggunakan pendopo yang ada di Taman Budaya Kalsel. Namun, karena agenda cukup padat, akhirnya masing-masing sanggar harus sabar untuk bergiliran memanfaatkan pendopo dengan durasi waktu terbatas.

“Apalagi, kebanyakan para pemain juga sudah lulus kuliah atau kerja, sehingga terpaksa latihan bisa digelar pada malam hari,” ujar Yamani.

BACA JUGA : Sepanjang Tahun 2023 Diisi 42 Event, Forkot Banjarmasin Sebut Kesan Kuat Berfoya-Foya dengan APBD

Diakuinya, selama ini wadah latihan dan pertunjukan masih tersentral di Taman Budaya Kalsel, tidak ada lagi tempat yang lebih representatif dalam mendukung dunia seni pertunjukan di Banjarmasin.

“Belajar dari daerah lain, tentu punya tempat yang mumpuni untuk seni pentas. Padahal, di Banjarmasin ini sebenarnya banyak melahirkan bibit-bibit unggul para pelakon teater atau drama,” imbuh Yamani.(jejakrekam)

Penulis Fery Oktavian
Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.