Cabut Gugatan UU Kalsel di MK, Walikota Ibnu Sina dan Ketua DPRD Banjarmasin Harry Wijaya Dikritik
PENCABUTAN gugatan judicial review (uji materil dan formil) UU Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2022 oleh Walikota Ibnu Sina bersama Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Harry Wijaya dinilai sebagai bentuk ‘kalah sebelum bertanding’.
“TERLIHAT jelas, Walikota Ibnu Sina bersama Ketua DPRD Kota Banjarmasin Harry Wijaya ini terkesan kuat mengabaikan aspirasi warga kota. Apalagi, keputusan menggugat pemindahan ibukota Provinsi Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru itu diambil lewat rapat paripurna. Patut diingat, DPRD adalah representasi perwakilan rakyat di parlemen, maka keputusan pencabutan harusnya lewat rapat paripurna pula,” papar pengamat kebijakan publik dan politik FISIP Uniska MAB, Dr Muhammad Uhaib As’ad kepada jejakrekam.com, Sabtu (1/10/2022).
Berdasar catatan Uhaib, keputusan untuk menggugat UU Nomor 8/2022 itu diambil secara bulat oleh 8 fraksi di DPRD Kota Banjarmasin. Yakni, Fraksi Golkar, Gerindra, PAN, PDI Perjuangan, PKS, PKB, Demokrat dan Fraksi Bintang Restorasi Pembangunan (gabungan PPP, NasDem dan PBB) di DPRD Kota Banjarmasin pada Kamis (24/3/2022) lalu.
BACA : Takut Dideadline Mendagri, Alasan Walikota Ibnu Sina Cabut Gugatan UU Kalsel di MK
“Begitu diintervensi Mendagri Tito Karnavian lewat surat perintahnya, kedua pemohon gugatan terkhusus Walikota Ibnu Sina seperti takluk. Padahal, dari awal jelas bahwa aspirasi menolak pemindahan ibukota Kalsel ke Banjarbaru itu merupakan suara publik, khususnya dari 52 Dewan Kelurahan, para ketua RT hingga masyarakat yang diwakili Forum Kota (Forkot) Banjarmasin,” papar doktor lulusan Universitas Brawijaya Malang ini.
Menurut Uhaib, terkesan kuat saat ini semangat otonomi daerah sudah berangsur-angsur menjadi sentralistik, dengan adanya surat perintah dari Mendagri.
BACA JUGA : Kado Pahit Harjad Banjarmasin ke-496, Walikota-Ketua DPRD Cabut Gugatan UU Kalsel di MK
“Padahal, jelas Ibnu Sina itu dipilih rakyat Banjarmasin lewat pilkada, bukan ditunjuk langsung oleh Tito Karnavian selaku Mendagri. Sepatutnya, Ibnu Sina memberi penjelasan logis kepada warga Banjarmasin atas pencabutan gugatan di MK, bukan karena takut kena sanksi dari Mendagri,” tegas Uhaib.
Dalam pengamatan Direktur Pusat Studi Politik dan Kebijakan Publik Banjarmasin ini, langkah Ibnu Sina mencabut gugatan juga mengabaikan aspirasi parlemen, karena keputusan kolektif kolegial di DPRD Kota Banjarmasin bukan hanya tertumpu pada Ketua DPRD Harry Wijaya.
BACA JUGA : Bukan Sengketa Banjarmasin-Banjarbaru, Walikota Ibnu Sina Ogah Cabut Gugatan di MK
“Ambil langkah aman ala Ibnu Sina ini akan menjadi terekam dalam memorial sosial masyarakat Banjarmasin. Apalagi, Ibnu Sina kini Ketua DPD Partai Demokrat Kalsel tentu pasti akan mengincar posisi lebih tinggi seperti Gubernur-Wakil Gubernur Kalsel pada Pilkada 2024. Tentu pandangan publik akan berbeda, ketika karier politik Ibnu Sina naik, misalkan, maka hal serupa diprediksi juga bakal dilakoninya,” tutur Uhaib.
Dia menegaskan perkara gugatan judicial review bukan perkara menang atau kalah, dikabulkan atau ditolak MK adalah konsekuensi logis dihadapi, gugatan itu merupakan media menjembatani aspirasi masyarakat Banjarmasin yang menolak pemindahan ibukota Kalsel ke Banjarbaru.
BACA JUGA : Perintahkan Cabut Gugatan UU Provinsi Kalsel, Mendagri Intervensi Walikota Banjarmasin?
“Intervensi dari pemerintah pusat melalui Mendagri Tito Karnavian, jelas patut diduga merupakan tindakan sewenang-wenang yang mengabaikan asas otonomi daerah,” beber Uhaib.
Masih kata penulis jurnal internasional ini, pencabutan gugatan melalui surat yang dikirim kuasa hukumnya; Dr Lukman Fadlun dan rekan ke MK pada 22 September 2022, justru sehari sebelum pengucapan putusan oleh 9 hakim konstitusi. Hal ini makin menimbulkan kecurigaan adanya gembaran sebuah ketakutan yang dihadapi oleh Pemkot plus DPRD Kota Banjarmasin.
BACA JUGA : Tok! Mahkamah Konstitusi Tolak Seluruh Gugatan Judicial Review UU Provinsi Kalsel
“Jujur saja, sebagai pimpinan daerah di Kota Banjarmasin, sepatutnya Ibnu Sina bisa memberi contoh adanya sebuah keberanian mengawal aspirasi publik. Sebab, aspirasi menolak UU Kalsel khususnya pemindahan ibukota ke Banjarbaru adalah suara publik, apalagi sudah diputuskan lewat rapat paripurna,” tegas Uhaib.
BACA JUGA : Abaikan Perintah Mendagri, 2 Akademisi ULM Sebut Walikota Banjarmasin Tak Langgar Aturan
Sementara itu, Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Banjarmasin Mathari mengakui keputusan mencabut gugatan judicial review ke MK, tidak diambil lewat rapat paripurna dewan. “Makanya, kami akan pelajari masalah ini,” jawab Mathari singkat.(jejakrekam)