Walhi Sebut Kalsel Sedang Sakit, Lahan Pertanian Terancam Ekspansi Tambang dan Sawit

0

RASIO gini penguasaan tanah di Indonesia jadi sorotan Wahana Lingkungan Hidup Indoenesia (Walhi) Kalimantan Selatan. Khususnya, ketimpangan kepemilikan lahan terutama bagi para petani, termasuk di Kalimantan Selatan.

“SEJAK tanggal 24 September 1960, ketika Presiden Soekarno menetapkan pengesahan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UPPA), faktanya puluhan tahun sudah tidak pernah terjadi reforma agraria,” ucap Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono kepada jejakrekam.com, usai aksi Hari Tani Nasional 2022 di Bundaran Simpang Empat Banjarbaru, Sabtu (24/9/2022).

Dia mencontohkan banyak ketimpangan kepemilikan lahan justru terjadi di Kalimantan Selatan. Seperti perusahaan tambang, sawit dan hutan tanaman industri (HTI) memiliki puluhan ribu haktare.

BACA : Konflik Agraria, Rakyat Selalu Kalah, Walhi Kalsel Desak Pemerintah Usut Perusak Lingkungan

“Sementara, lahan petani di Kalsel sudah mulai menipis, apalagi tidak jelasnya lahan pertanian berkelanjutan,” kata Cak Kiss, sapaan akrab aktivis lingkungan berambut gondrong ini.

Menurut dia, kebijakan reforma agraria ini bisa diawali pemerintah daerah, khusus Pemprov Kalsel dengan mengakui wilayah kelola rakyat, guna menyelamatkan lahan produktif untuk pangan.

“Jadi di hari tani ini, kami mendesak negara untuk benar-benar mewujudkan reforma agraria sejati. Jangan sampai ada rakyat tidak punya tanah, apalagi sampai petani tidak punya tanah,” kata Cak Kiss.

BACA JUGA : 10 Tahun Konflik Lahan di Kalsel, Rakyat Selalu Kalah

Begitu pula, pasca kemenangan gugatan class action korban banjir pada 29 September 2021 lalu di PTUN Banjarmasin yang memposisikan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor sebagai tergugat, justru tidak terlihat jelas itikad baik dari Pemprov Kalsel untuk melaksakan putusan majelis hakim.

“Banyak lahan petani yang terdampak banjir yang hingga saat ini tidak bisa lagi diolah. Begitu pula dengan gabah yang terendam banjir hingga saat ini belum pulih seutuhnya,” ucap sarjana pertanian dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.

BACA JUGA : Pertegas Wilayah Kelola Rakyat, Robohkan Oligarki Kapitalistik

Menurut Cak Kiss, lahan pertanian di Kalsel juga terus tergerus dengan ekspansi pertambangan, perkebunan sawit, perumahan dan lainnya, tanpa ada tindakan nyata dari Pemprov Kalsel maupun pemerintah daerah melindunginya.

“Maka dalam momentum ini pemerintah baik dalam musrenbang, atau membuat kebijakan formal dalam rencana pembangunan jangka menengah maupun panjang, anggaran dipastikan benar-benar menolong petani, jangan sampai petani kita dibikin sakit,” aktivis yang meraih gelar sarjana hukum dari STIH Sultan Adam ini.

BACA JUGA : Tolak Ekspansi Kebun Sawit, Warga Desa Jambu Baru Mengadu ke DPRD Batola

Selama ini, kata Cak Kiss, Walhi Kalsel bersama elemen pegiat lingkungan lainnya terus menyorotiperubahan iklim yang memberikan dampak cukup berat pada petani. Karena banyaknya sektor pertambangan, perkebunan sawit, HTI dan HPH yang sangat luas yang merubah tutupan hutan dan lahan.

“Kalsel sekarang lagi sakit, harus diobati, bukan malah membikin anggaran untuk membuat Tugu Nol Kilometer (Tugu Pal Nol) yang biayanya miliaran rupiah, untuk apa itu? Seharusnya untuk memulihkan dan mengobati Kalsel,” kritik Cak Kiss.

BACA JUGA : Enam Kali WTP, BPK Perintahkan Pemprov Kalsel Tagih Dana Reklamasi Tambang

Eks aktivis Mapala Graminea ULM ini mengatakan perubahan iklim sangat memengaruhi produksi petani dari mengelola lahan hingga masa panen.

“Sekarang biaya bahan bakar minyak (BBM) tinggi, belum tentu pangan ini berhasil, sehingga ke depan rawan jika petani gagal terus dan BBM dinaikkan. Saya takutnya petani akan menjual tanah kepada tambang dan sawit,” pungkas Cak Kiss.

BACA JUGA : BPKP Kalsel Minta Pemda Tegur Perusahaan Tambang Yang Belum Lakukan Reklamasi

Untuk mengingatkan, dalam Kongres Ekonomi Umat II di Jakarta pada 10-12 Desember 2021, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengungkapkan bahwa indeks gini rasio pertanahan Indonesia memprihatinkan yakni 0,59 persen. Ini artinya, 1 persen penduduk menguasai 59 persen lahan di Indonesia. Sedangkan, yang jumlahnya 99 persen itu menguasai 41 persen.

Presiden Jokowi juga menjawab bahwa reforma agraria ditarget mencapai 12 juta hektare. Saat ini, capaiannya sudah 4,3 juta hektare. Hingga, Jokowi mengatakan pemerintah sudah memiliki bank tanah untuk mengambil HGU dan HGP yang ditelantarkan.(jejakrekam)

Penulis Sheilla Farazela
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.