Konflik Agraria, Rakyat Selalu Kalah, Walhi Kalsel Desak Pemerintah Usut Perusak Lingkungan

0

MEMPERINGATI Hari Bumi 2021, aktivis lingkungan dikoordinir Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, bersama YCHI, Sumpit, LK3, LHI, Kompas Borneo, Mapala Graminea, Mapala Apache dan anggota individu menggelar aksi di Bundaran Simpang Empat Banjarbaru, Kamis (22/4/2021).

TRAGEDI banjir di awal tahun 2021, yang jauh lebih besar dibandingkan kejadian tiap tahun di Kalimantan Selatan menjadi refleksi bersama bagi para aktivis lingkungan. Tak hanya itu, musibah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga menjadi sorotan, karena terus berulang dan terulang.  Aksi ini pun dihiasi dengan orasi dan pemasangan spanduk besar bertuliskan Save Meratus serta pernak-pernik peringatan Hari Bumi di kawasan Bundaran Simpang Empat Banjarbaru.

Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono mengungkapkan tak hanya soal banjir dan karhutla, konflik agraria di Kalimantan Selatan juga selalu mewarnai. “Jadi, kapan Kalsel membangun? Kejadian bencana yang selalu terjadi di Kalsel dan beberapa daerah di Indonesia bahkan dunia, makanya peringatan hari Bumi 2021 ini harus kita jadikan momentum penting untuk kita sadar diri betapa pentingnya menjaga bumi sebagai rumah kita,” ucap Kisworo Dwi Cahyono kepada jejakrekam.com, Kamis (22/4/2021).

Ia mengatakan saat ini bumi lagi sakit, untuk mengobatinya agar tak semakin parah, maka manusia sebagai spesies yang tidak jahat karena merusak rumahnya sendiri. Menurut Kisworo, tak hanya persoalan bencana ekologis, Kalsel juga selalu diwarnai konflik agraria. Terutama, konflik agraria antara rakyat dengan perusahaan yang rakus akan lahan baik tambang maupun perkebunan kelapa sawit. “Faktanya, rakyat selalu kalah bahkan sampai hilang ruang hidup dan kehidupannya,” ucapnya.

Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono

BACA : Banjir Melanda, Walhi Sebut Bukti Kalsel Sudah Darurat Bencana Ekologis

Dari catatan Walhi Kalsel, Kisworo menyebutkan contoh kasus agraria dan kerusakan lingkungan di Kalsel. Antara lain, di Kabupaten Tabalong konflik antara rakyat dengan PT CPN, di Balangan hilangnya Desa Wonorejo oleh PT Adaro Indonesia. Kemudian, di Kotabaru konflik lahan antara rakyat dengan PT MSAM.

Masih menurut Kisworo, di Tanah Bumbu, antara rakyat dengan PT JAR, PT BIB, PT TIA, berikutnya di Batola, lagi-lagi rakyat berhadapan dengan PT TAL, di Tapin rakyat dengan  PT PAS, PT TBM, PT KAP. Berdasar data Walhi Kalsel, di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) konflik agraria masyarakat dengan PT SAM,dan PT SLS. Lalu, di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) dengan PT MCM, PT AGM dan CV AJ.

“Di Kabupaten Banjar, rakyat dengan PT TAJ, PT MMI. Ada paula, di Kabupaten Tanah Laut dengan PT KJW, PT Amanah, bisa dikatakan konflik agraria terjadi hampir di semua kabupaten/kota di Kalsel. Termasuk, di Banjarbaru dengan PT GC. Dan masih banyaknya lubang tambang yang tidak direklamasi dan sering tercemarnya sungai-sungai, membuat semakin sakitnya Bumi Lambung Mangkurat ini,” tuturnya.

Kisworo mengatakan melihat kondisi yang ada, di mana posisi negara dan pemerintah? Padahal, sudah sering Walhi ingatkan dan sampaikan kalau Kalsel dalam posisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis, tapi setiap tahun tidak ada perbaikan yang signifikan.

BACA JUGA : Panen Bencana Akibat Carut Marut Tata Ruang

“Yang kita tahu, pemerintah dan negara masih abai dan belum serius berpihak terhadap keselamatan rakyat dan lingkungan apalagi dengan telah disahkannya UU Cilaka/Omnibuslaw Nomor 11 tahun 2020 Cipta Kerja, tentu akan semakin membuat “Cilaka” posisi rakyat dan lingkungan, dan sudah terbukti dengan disahkannya anak dari UU Cilaka ini,” cetus Kisworo.

Bagi Kisworo, program pasca bencana banjir di Kalsel sampai sekarang juga belum jelas, terutama untuk pemulihan lingkungan dan pemulihan ekonomi rakyat. Atas dasar itu, Walhi Kalsel pun mendesak agar pemerintah RI mengambil langkah.

Yakni, mencabut UU 3 Tahun 2020 Minerba dan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kemudian, tanggap bencana (sebelum, pada saat dan pasca bencana/pemulihan). “Pemerintah jangan lagi lalai, lambat dan gagap lagi dalam penanganan bencana. Segera lakukan perbaikan/pemulihan kerusakan lingkungan dan pemulihan ekonomi rakyat pasca banjir. Termasuk, DAS, sungai, dan drainase serta tutupan lahan dan ekonomi rakyat,” ucapnya.

BACA JUGA : Borneo Muda Kalsel Minta Pemda Segera Migitasi Bencana Banjir

Berikutnya, papar Kisworo, review dan audit seluruh perizinan industri ekstraktif tambang, sawit, HTI, HPH secara transparan dan di-share ke publik. “Stop izin baru; yang ada saja sudah bikin kacau apalagi kalau ditambah. Penegakan hukum terutama terhadap perusak lingkungan. Bentuk Satgas/Komisi Khusus Kejahatan Lingkungan dan SDA serta bentuk pengadilan lingkungan. Bubarkan Inspektorat Tambang!” kata aktivis berambut gondrong ini.

Masih menurut Kisworo, pemerintah segera mereview rencana tata ruang wilayah (RTRW) harus pro terhadap keselamatan rakyat dan lingkungan, berkeadilan lintas generasi serta mampu menghilangkan bencana ekologis. “RPJM, RPJP dan APBD dan APBN yang pro terhadap keselamatan rakyat dan lingkungan, berkeadilan lintas generasi serta mampu menghilangkan bencana ekologis,” tandasnya.(jejakrekam)

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2021/04/22/konflik-agraria-rakyat-selalu-kalah-walhi-kalsel-desak-pemerintah-usut-perusak-lingkungan/
Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.