Melawan Narasi Pembangkangan Terhadap Gugatan UU Provinsi Kalsel

0

Oleh : Syarifuddin Nisfuady

PERNYATAAN anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan dalam keterangan pihak DPR RI yang menyebut gugatan judicial review (JR) atas UU Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2022 ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai sebuah pembangkangan atas keputusan pemerintah, patut dikritisi.

SEBAB, banyak data dan fakta tersuguh bahwa frasa pemindahan ibukota Provinsi Kalimantan Selatan dalam Pasal 4 UU Provinsi Kalsel Nomor 8 Tahun 2022 yang tengah di-ujiformil-kan dan di-uji materikan, merupakan hak konstitusional setiap warga negara yang dijamin konstitusi (Pancasila dan UUD 1945).

Jika disimak dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalsel Tahun 2016-2021, terutama dalam item 7.2.12 Strategi dan Arah Kebijakan Pengembangan Wilayah Kota Banjarmasin. Dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran pembangunan,sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan Selatan bahwa pengembangan wilayah Kota Banjarmasin diarahkan menjadi Pusat Kegiatan Nasional (PKN).

Yakni, pusat layanan administrasi pemerintahan lokal, pusat layanan regional industri, perdagangan dan jasa , pusat layanan kesehatan, pusat layanan jasa perbankan  tingkat regional, nasional dan internasional.

BACA : Gugatan UU Provinsi Kalsel Berlanjut di MK, Penggugat Yakin Pasal Seludupan Bisa Dibongkar

Lantas jika dibandingkan dengan item 7.2.12 Strategi dan Arah Kebijakan Pengembangan Wilayah Kota Banjarbaru dalam RPJDM Provinsi Kalsel Tahun 2016-2021. Bahwa dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran pembangunan sesuai sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan Selatan, maka pengembangan wilayah Kota Banjarbaru diarahkan menjadi Pusat Kegiatan Lokal (PKL).Yakni, pusat layanan administrasi Pemerintahan Provinsi Kalimantan selatan  dan pusat layanan pendidikan perguruan tinggi tingkat regional dan nasional,

Dari sini penjelasan atau redaksinya sangat jelas bahwa Kota Banjarmasin diarahkan menjadi Pusat Kegiatan Nasional. Berbanding terbalik dengan Kota Banjarbaru diarahkan menjadi Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Jelas dari segi perbandingan sudah jauh kelas dan marwahnya antara Kota Banjarmasin dan Banjarbaru. Jadi, sangat pantas dan layak Banjarmasin tetap menyandang status sebagai Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.

BACA JUGA : Curiga Frasa Pemindahan Ibukota ke Banjarbaru adalah Pasal ‘Seludupan’ di UU Provinsi Kalsel

Narasi pembangkangan yang disuarakan Arteria Dahlan dalam membacakan keterangan pihak DPR RI sebagai pembuat Undang-Undang, jelas tak berdasar. Ibarat peribahasa anjing menggonggong kafilah berlalu, jika sudah membaca RPJMD Provinsi Kalsel dari tahun ke tahun, dan sejak siapa pun gubernurnya.

Jelas, narasi pembangkangan adalah orang yang justru menciderasi isi atau amanat dari RPJMD Provinsi Kalsel dari tahun ke tahun. Pertanyaannya adalah siapa pembangkang itu sebenarnya? Lantas siapa calon pembangkang itu?

Jika mengutip UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) justru tidak diatur dengan jelas konsep pihak terkait dalam persidangan konstitusi. Jadi, ketidakjelasan ini dapat menimbulkan multitafsir yang dapat menjadi celah bagi seseorang untuk dapat bertindak tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

BACA JUGA : Proses Legislasi Ugal-Ugalan, BLF Yakin 8 Pasal UU Provinsi Kalsel Nomor 8/2022 Dibatalkan MK

Dalam hal ini, pihak terkait yang berkepentingan atas objek uji materiil yang dimohonkan ke hadapan majelis hakim Mahkamah Konstitusi  atas inisiatif pribadi.

Tentu saja, dengan legal standing-nya, entah membantah ataupun menguatkan dalil-dalil pemohon uji materil dalam gugatan judicial review atas UU Provinsi Kalsel ini. Dampak dari kekaburan norma ini akan menghambat jalannya persidangan di peradilan konstitusi.

BACA JUGA : Lebih Baik Fokus Banjarbakula, Subhan Syarief : Gugatan ke MK Bukti Perlawanan Rakyat Banjarmasin!

Boleh saja, Walikota Banjarbaru sebagai ‘pihak terkait’ adalah pihak yang berkepentingan tidak langsung, sehingga bisa dikategorikan sebagai pihak terkait dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi. Sebab, ada pihak yang akan terpengaruh hak konstitusi, kewenangan ataupun kedudukannya apabila permohonan uji materi itu dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Nah, sampai di sini, apakah Walikota Banjarbaru itu terpengaruh hak konstitusinya? Apakah Walikota Banjarbaru terpengaruh kewenangannya? Dan, apakah Walikota Banjarbaru terpengaruh kedudukannya? Beragam pertanyaan itu harus segera dijawab.

BACA JUGA : Banjarmasin Tak Lagi Ibukota Kalsel Bisa Hilangkan Budaya Sungai dan Identitas Kebanjaran

Dari diksi atau narasi pembangkangan yang diutarakan Arteria Dahlan sebagai wakil rakyat DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan kepada Walikota dan Ketua DPRD Kota Banjarmasin sebagai penggugat atau pemohon judicial review pada sidang di MK pada tanggal 19 Juli 2022 justru hanya ‘ocehan murahan’

Malah diksi atau narasi pembangkangan yang dipakai pihak DPR RI patut diduga kuat justru menondai hak berkonstitusi yang dilindungi oleh konstitusi. Apalagi, narasi itu yang diucapkan sebagai anggota dewan terhormat jelas tidak layak, terutama dalam hal tugas dan wewenangnya.

BACA JUGA : Tak Alergi Ibukota Kalsel Dipindah, Walikota Ibnu Sina : Ada Penyimpangan Sejarah, Kita Luruskan!

Bagi kami, justru saudara Arteria Dahlan telah melupakan makna membangun kesadaran berkonstitusi terhadap hak-hak konstitusional warga negara sebagai upaya menegakkan hukum konstitusi. Atas dasar itu, kami berkeyakinan sebagai penggugat bahwa gugatan bernomor 58-59-60 /PUU-XX/2022 akan dikabulkan oleh hakim Mahkamah Konstitusi (MK).(jejakrekam)

Penulis adalah Ketua Forum Kota (Forkot) Kota Banjarmasin

Penggugat Personal UU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalimantan Selatan

Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.