Proses Legislasi Ugal-Ugalan, BLF Yakin 8 Pasal UU Provinsi Kalsel Nomor 8/2022 Dibatalkan MK

0

DIREKTUR Borneo Law Firm (BLF) Dr Muhamad Pazri menebar optimisme jika gugatan judicial review terhadap UU Provinsi Kalsel Nomor 8 Tahun 2022 akan dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).

“BANYAK kejanggalan demi kejanggalan termasuk tujuh UU provinsi yang baru disahkan pemerintah pusat dari analisis kami. Tujuh UU seperti UU Nomor 4 Tahun 2022 Provinsi Sulsel, UU Nomor 5/2022 UU Provinsi Sulawesi Utara, UU Sulawesi Tengah Nomor 6/2022, UU Kalsel Nomor 8/2022, UU Kalbar Nomor 9/2022, dan UU Nomor 10/2022 tentang Kaltim. Nah, kesemua undang-undang justru hanya memuat delapan pasal,” kata Muhamad Pazri kepada jejakrekam.com, Selasa (22/3/2022).

Menurut dia, meski telah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi), namun hal itu menggambarkan dugaan proses legislasi yang ugal-ugalan.

“Dugaan ugal-ugalan karena ingin cepat sampai, kilat dan selesai, sehingga dugaan segala cara dihalalkan supaya undang-undang ini cepat ada, tidak memperhatikan kebutuhan daerah dan partisipasi masyarakat,” papar doktor hukum lulusan Unissula Semarang ini.

BACA JUGA : Resmi! UU Provinsi Kalsel Bermuatan Pemindahan Ibukota Dikasih Nomor 8 Tahun 2022

Menurut Pazri, khusus UU Provinsi Kalsel yang disahkan melalui persetujuan DPR dan Presiden Jokowi telah ditandatangani pada 16 Maret 2022 di Jakarta. Kemudian, diundangkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna H Laoly pada 16 Maret 2022. Termasuk, Salinan UU Provinsi Kalsel Nomor 8 Tahun 2022 oleh Deputi Bidang Perundang-undangan dan Administrasi Negara Kementerian Sekretariat Negara RI, Silvanna Djaman, diamati banyak kejanggalannya.

“Banyak kejanggalan dalan UU No.8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalsel yang baru disahkan tersebut padahal dari sebelumnya RUU 58 Pasal menjadi hanya 8 Pasal. Ini  seolah-olah sudah dari dulu Pasal 4 terkait kedudukan Ibukota Provinsi Kalsel di Banjarbaru, padahal terjadi perpindahan ibukota yang tidak melalui kajian khusus,” papar mantan Presiden Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat (ULM).

BACA JUGA : Galang Donasi Gugatan UU Provinsi Kalsel, Forkot Sebar 5000 Spanduk Banjarmasin Menggugat

Pazri menyebut dalam penggodokannya pun tidak melibatkan dua walikota; Banjarmasin dan Banjarbaru serta 11 kabupaten yang diwakili bupati dan DPRD kabupaten dan kota se-Kalsel.

“Minim partisipasi masyarakat, tidak ada uji publik,pembahasan yang tidak terbuka, dokumen RUU juga sulit diakses di website DPR RI,” kata Pazri.

Di mata Pazri, UU Provinsi kalsel yang baru disahkan jelas tidak mengakomodir landasan filosofis, sosiologis, yuridis dan historis. Bahkan, UU Provinsi Kalsel sangat tidak lengkap serta ke depan akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

“UU yang baru disahkan  hanya delapan pasal dan terdiri dari bab I ketentuan umum, bab II cakupan wilayah, ibukota dan karakteristik dan bab III ketentuan penutup,” kata Pazri.

BACA JUGA : Punya Legal Standing Kuat, BLF Optimistis Gugatan Judicial Review UU Provinsi Kalsel Dikabulkan MK

Dalam catatan kritis Pazri dalam setiap bab dan pasal. Yakni, bab ketentuan umum tidak menguraikan secara lengkap istilah-istilah seperti asas dan tujuan dalam UU tidak ada. Kemudian, posisi batas ,pembangunan wailayah dan tujuan provinsi tidak jelas  secara detail menyebutkan lintang, derajat serta batas-batas, ketika sengketa batas antar provnisi akan memicu masalah baru.

Direktur Borneo Law Firm (BLF) Banjarmasin, Dr Muhamad Pazri dalam ruang kerjanya. (Foto FB Muhamad Pazri)

“Karaketristik Provinsi Kalsel masih belum jelas karena tidak melihat kearifan lokal,nilai budaya sebenarnya. Kemudian, kewenangan dan pembagian urusan pemerintah provnisi dalam UU tidak ada. Berikutnya, perencanaan pembanguan tidak ada, padahal pindah ibukota dari Banjarmasin ke Banjarbaru,” analisis Pazri.

BACA JUGA : Bikin Pernyataan Sikap Berharap MK Kabulkan Judicial Review atas UU Provinsi Kalsel

Masih menurut dia, begitu pula dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP) tidak dimuat, termasuk pula Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP), pola dan pembangunan Provinsi Kalsel, Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) kabupaten/kota tidak dicantumkan dalam UU Provinsi Kalsel.

Berikutnya, papar, pedoman penyusunan dokumen pembangunan,pedoman pendekatan pembangunan, bidang prioritas, pembangunan perekonomian dan industri, sistem pemerintahan berbasis elektoronik juga nihil, padahal seharusnya sejalan dan bekesesuaian dengan rencana pemerintah pusat.

“Ini belum lagi soal pendanaan, pendapatan dan alokasi dana perimbangam hingga bab soal partisipasi masyarakat tidak ada dalam UU Provinsi Kalsel,” Pazri menjabarkan.

BACA JUGA : Galang Opini Ahli dan Sejarawan Perkuat Gugatan Class Action BLF atas UU Provinsi Kalsel

Atas dasar itu, advokat muda dari Peradi Banjarmasin ini berpendapat jelas UU Provinsi Kalsel tidak sesuai dengan Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

“Dalam Pasal itu jelas mengatur harus memperhatikan dan memuat asas, kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan,” ungkap Pazri.

Menurut Pazri, UU Provinsi Kalsel yang telah disahkan sudah sepatutnya tidak hanya disoal masyarakat, sejatinya Pemprov dan DPRD Kalsel juga bersikap.

BACA JUGA : Sindir UU Provinsi Kalsel dengan Pantun, Walikota Ibnu Sina : Kalu Pina Katulahan Lawan nang Tuha!

“Mereka harusnya ikut memperjuangkan judicial review ke MK. Sebab, dalam UU Provinsi Kalsel ini apakah sudah diakomodir juga masukan masing-masing kabupaten/kota dan sejauhmana pastisipasi masyarakat? UU Kalsel sangat prinsip dan sangat serius dan apa urgensinya memindah ibukota provinsi,” beber Pazri.

Dengan sahnya UU Provinsi Kalsel, BLF bersama Forum Kota (Forkot) Banjarmasin serta tokoh masyarakat segera mengajukan judicial review ke MK, ada rasa optimisme bakal memenangkan perkara gugatan tersebut.

BACA JUGA : Curiga Frasa Pemindahan Ibukota ke Banjarbaru adalah Pasal ‘Seludupan’ di UU Provinsi Kalsel

“Insya Allah, dari ikhitar dan jika Allah SWT berkendak maka UU Provinsi Kalsel akan dikabulkan MK, sehingga bisa dibatalkan,” tegas Pazri.

Menurut Pazri, delapan pasal UU Provinsi Kalsel banyak kejanggalan bahkan bertentangan dengan konstitusi. Hak-hak konstitusional yang dilanggar adalah Pasal 1 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 18B ayat (1) dan ayat (2), Pasal 22A, Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.(jejakrkeam)

Penulis Iman Satria/Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.