Utang Rp 300 Miliar Ditanggung Pemkot, Pengamat Kritik Lemahnya Kontrol DPRD Banjarmasin

0

PENGAMAT kebijakan publik FISIP Uniska MAB Banjarmasin, Murakhman Sayuti Enggok mengeritik utang belanja ratusan miliar yang ditanggung oleh Pemkot Banjarmasin tak lepas dari lemahnya kontrol DPRD.

MANTAN anggota DPRD Kota Banjarmasin dari Fraksi PDI Perjuangan periode 2014-2019 ini mengungkapkan utang belanja atau proyek kepada rekanan mencapai Rp 300 miliar lebih pada 2023, membuktikan ada yang salah dalam pengelolaan keuangan daerah.

“Sudah menjadi rahasia umum, sebenarnya jika target pendapatan asli daerah (PAD) pada tahun anggaran 2023 tidak tercapai, jelas membuktikanya lemahnya kontrol lembaga legislatif, dalam hal ini DPRD Kota Banjarmasin,” ucap Sayuti Enggok kepada jejakrekam.com, Selasa (23/1/2024).

Menurut dia, target PAD tahun 2023 mencapai Rp 575.206.706.000 atau Rp 575 miliar lebih sebenarnya naik dibanding tahun 2022 hanya Rp 258.154.500.148 atau Rp 258 miliar lebih.

BACA : Terbelit Utang Belanja Ratusan Miliar, Potensi PAD Banjarmasin Terancam Hilang Akibat Regulasi Pusat

“Penghitungan target PAD itu juga berdasar pada potensi. Namun, tidak 100 persen diasumsikan dalam penyusunan APBD Banjarmasin, khususnya pada pos pendapatan daerah. Ya, bisa saja hanya ditaruh 80 persen dari potensi yang ada,” kata mantan Ketua Fraksi PDIP DPRD Banjarmasin ini.

Menurut Sayuti, sebenarnya fungsi DPRD Banjarmasin dalam tiga pokok fungsi (tupoksi) yakni pengawasan, legislasi dan anggaran sangat kentara tidak terlalu kuat dalam pengawasan pengelolaan keuangan daerah.

BACA JUGA : Mengacu KMK Kurang Bayar, Sekda Banjarmasin Surati SKPD Selesaikan Utang Daerah ke Pihak Ketiga

Dia mengutip data Kanwil DJPb Provinsi Kalimantan Selatan per Oktober 2023 jika pendapatan Kota Banjarmasin dari bertotal Rp 1 triliun lebih, baru tercapai hanya 43 persen.

“Hal ini membuktikan jika target yang ingin dicapai dari pendapatan, termasuk elemen PAD dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang dibebani memungut pajak dan retribusi daerah tidak maksimal. Bayangkan, mendekati akhir tahun, pencapaian baru 43 persen. Ini jelas ada yang salah kelola,” ucap mantan Ketua STIA Bina Banu aini.

Menurut Sayuti, adanya tunggakan pembayaran kepada pihak ketiga mencapai Rp 300 miliar yang terjadi di 17 SKPD lingkungan Pemkot Banjarmasin juga tidak bisa disalahkan ke pemerintah kota, tapi DPRD Banjarmasin harus turut bertanggung jawab.

BACA JUGA : KPPN Ungkap Realisasi Transfer Dana Pusat Ke Banjarmasin Sudah 99,76 Persen, DBH Tertahan Rp 188 Miliar

“Kebijakan refocusing pada tahun anggaran 2024 ini juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih lagi, pada 2024 ini PAD Banjarmasin dipatok naik Rp 830.378.506.500 atau Rp 830 miliar bersumber dari pajak daerah Rp 580 miliar lebih dan retribusi daerah Rp 46,6 miliar harus digenjot demi menutupi utang yang ada,” tutur magister ekonomi pertanian lulusan Universitas Brawijaya Malang ini.

Kata Sayuti lagi, kebijakan monitoring dan evaluasi per triwulan atau tiga bulan sekali yang harus dijalankan oleh DPRD Banjarmasin, khususnya Badan Anggaran (Banggar), jangan sampai kecolongan dan mengulang kisah tahun anggaran 2023.

BACA : Kondisi Keuangan Banjarmasin Gali Lobang Tutup Lobang, Fraksi PKS Desak Terapkan Reward Dan Punishment

Sayuti juga mengeritik ada kesan selama ini di tengah publik jika para wakil rakyat di DPRD Banjarmasin lebih mengutamakan kunjungan kerja (kunker) ke luar daerah, dibandingkan melaksanakan tugas kedewanan secara maksimal,

“Oke kita tak bisa melarang pimpinan dan anggota dewan itu melaksanakan kunker. Apalagi tahun ini dikabarkan dana kunker besar mencapai Rp 32 miliar, tentu kunker itu harus ada hasilnya,” kata doktor lulusan Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya ini.

BACA JUGA : Ratusan Miliar Utang 17 SKPD, Pemkot Banjarmasin Terpaksa Terapkan Refocusing Anggaran

Dia mencontohkan dari segi pendapatan khususnya bersumber dari dana transfer pusat baik berupa DAU, DAK dan DBH memerlukan adanya lobi-lobi tingkat tinggi guna mendapatkannya. Dalam hal ini, menurut Sayuti, tugas DPRD Banjarmasin juga dibutuhkan dalam menggenjot sektor pendapatan, bukan hanya mengandalkan sektor PAD saja.

“Kabar adanya keterlambatan pembayaran DBH oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan ini sepatutnya ditindaklanjuti oleh DPRD Banjarmasin. Ada apa? Ada masalah apa yang terjadi, bukan hanya kunker atau studi banding saja,” kritik Sayuti.(jejakrekam)

Penulis Ferry Oktavian
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.