Curiga Frasa Pemindahan Ibukota ke Banjarbaru adalah Pasal ‘Seludupan’ di UU Provinsi Kalsel

0

PASAL 4 UU Provinsi Kalimantan Selatan versi 8 pasal dan 3 bab atau tipis berisi frasa ibukota Provinsi Kalsel berkedudukan di Kota Banjarbaru, diduga merupakan pasal ‘seludupan’.

SAYA curiga, jangan-jangan Pasal 4 UU Provinsi Kalsel versi tipis itu merupakan pasal seludupan. Tiba-tiba muncul penetapan ibukota Provinsi Kalsel di Banjarbaru, membuat kita semua terkaget-kaget,” ucap akademisi ekonomi daerah, M Arif Budiman dalam dialog Bamara bersama Walikota Banjarmasin Ibnu Sina menyikapi perpindahan ibukota di RRI Banjarmasin, Rabu (2/3/2022) malam.

Menurut Arif, UU Provinsi Kalsel merupakan buatan manusia, sehingga bisa diubah dengan cara digugat judicil review (uji materi) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bagi akademisi Politeknik Banjarmasin (Poliban) ini menegaskan perpindahan ibukota Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru tidak bisa secara tiba-tiba.

“Saya curiga ini pasal seludupan. Sebab, perpindahan ibukota butuh analisis kebutuhan, bukan kepentingan segelintir orang,” cetus Arif.

BACA : Pasal 4 RUU; Ibukota Kalsel di Banjarbaru, Walikota Banjarmasin Ibnu Sina: Uji Publik Dulu!

Dalam analisisnya, justru perpindahan ibukota Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru harus dikaji mendalam dipandang dari sisi kebutuhan, bukan bermodal keinginan belaka.

“Ambil contoh di Malaysia, pusat pemerintahan memang di Putrajaya, tapi secara konstitusi ibukotanya tetap di Kuala Lumpur. Begitupula, Belanda justru secara konstitusi ibukota adalah Amsterdam, namun pemerintahannya berada di Den Haag,” urainya.

BACA JUGA : UU Kalsel Ada 2 Versi; 8 Pasal dan 49 Pasal, Pazri : Bisa Dibenturkan dengan UUD 1945!

Dalam kalkulasi Arif, justru pemindahan ibukota Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru tidak urgensi dengan standar ukuran kebutuhan yang mendesak.

“Bayangkan Banjarmasin merupakan kota paling tua di Kalsel dengan usia kini menginjak 495 tahun. Kalau dipindah, berarti memutus jejak sejarah. Memang, Banjarbaru secara geografis lebih menjanjikan,” papar Arif.

Menurut dia, dari 30 negara yang memindahkan ibukota justru berdasar kajian mendalam, karena memang difaktori sebuah kebutuhan mendesak.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.