Akselerasi Benih Tranformasi Regulasi (Revisi) Praktik Kedokteran dan Dokter Indonesia

0

Oleh : Dr dr Abd Halim

BEBERAPA waktu lalu kita dihebohkan dengan beberapa berita viral dan menyedot perhatian khalayak ramai. Termasuk para tokoh pemerintah, anggota dewan dan para nitizen.

MULAI dari pasca pemberhentian salah satu dokter senior Ahli Radiologi yang purnawirawan Letjen TNI AD dari keanggotan IDI. Terakhir, terbentuknya organisasi ‘IDI tandingan’ PDSI yang sudah berbadan hukum dari AHU Kemenkumham RI.

Salah satu hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh UUD 1945 adalah kebebasan berkumpul dan berserikat yang diatur dalam Pasal 28 E ayat (3) yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.

Selain itu, dalam Pasal 24 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang berbunyi, “Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai”. 

BACA : Harapan Hukum Kedokteran dan Kesehatan Vs Oligarki Politik dan Finansial

Dan dalam Pasal 24 ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 juga berbunyi: Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan Partai Politik, Lembaga Swadaya Masyarakat, atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dokter adalah selain sebagai bagian dari warganegara yang mempunyai hak yang sama dengan warganegara yang lainnya juga merupakan kelompok profesi yang mulia dan harus dijaga kompetensi profesi dengan pendidikan, pembinaan dan pengawasan serta adanya Kode Etik dan Disiplin Profesi.

BACA JUGA : Refleksi HUT IDI ke-71; Regulasi Satu SIP atau Monoloyitas Dokter Berdasar Hukum Kontrak

Regulasi lex spesialis sampai saat ini adalah UU Nomer 29 Tahun 2004 yaitu tentang Praktik Kedokteran. Pengaturan bagi Ddkter memang tidak mudah karena banyak kepentingan dan keinginan sang dokter.

Di samping adanya kepentingan pengusaha fasilitas kesehatan dimana sang dokter bekerja dan juga kepentingan pabrik farmasi/ibat.  UU Nomor 29 Tahun 2004 menandai era baru praktik kedokteran bagi dokter dan dokter gigi dengan pengayaan dan pengawalan atas kompetensi dan tanggang jawab medik untuk memberikan pelayanan yang terbaik berdasar standar dan melindungi pasien.

BACA JUGA : Mencermati RUU Praktik Kedokteran Usulan Pemerintah

Regulasi pembentukan dan pendirian organisasi kemasyarakatan (ormas) mengikuti UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas dan UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

Adapun karekteristik sebuah organisasi profesi (OP) ada diatur setidaknya dalam UU Nomor 18 Tahun 2002 dan UU Nomer 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran serta UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Ciri- ciri OP adalah keahlian (expertise), bertanggung jawab (responsibility), kesejawatan (corporateness) serta etik (ethics).  Organisasi profesi menentukan standar pendidikan mereka sendiri, standar profesi dan standar.

BACA JUGA : RUU Pendidikan Kedokteran; Harapan Besar Bagi Masyarakat dan Dokter

Peran penting dan krusial dari organisasi profesi yangdiamanatkan  oleh UU Praktik Kedokteran, di antaranya membentuk kolegium Pasal 1 angka (13), menetapkan dan menegakkan etika profesi (Pasal 8 huruf f dan huruf g), ikut dalam menyusun standar pendidikan profesi (Pasal 26 ayat 3) , mengadakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan (Pasal 28 ayat 1) , membina dan mengawasi kendali mutu dan kendali biaya (Pasal 49 ayat 3 ). serta ikut dalam melakukan pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran (Pasal 71). 

Pernormaan organisasi profesi (IDI) dalam pasal 1 ayat (12) UU Nomor 29 Tahun 2004  dan diperkuat Pasal 50 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2014 bahwa Satu profesi kesehatan hanya membentuk satu organisasi profesinya adalah manifestasi pemenuhan hak konstitusional atas pelayanan kesehatan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

BACA JUGA : Polemik Pemecatan dr Terawan, Pasal Mana yang Harus Dievaluasi?

Jauh sebelum adanya Undang-Undang yang mengatur tentang Praktik  Kedokteran, yang disahkan dan diundangkan pada tahun 2004, organisasi profesi Dokter yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sudah eksis dan efektif menjaga etika dan kompetensi Dokter di Indonesia, termasuk dokter lulusan asing.

Kemudian, UU Praktik Kedokteran sudah berumur 18 tahun, tentu menurut banyak ahli dan juga anggota DPR RI perlu dilakukan revisi bahkan pengggantian UU PK tersebut untuk menyesuaikan perubahan zaman dan tujuan transformasi sistem kesehatan yang dicanangkan Kemenkes dalam RPJMN 2021 -2024 dan seterusnya .

Pada bulan Oktober 2020, penulis menerima RUU Praktik Kedokteran sumber yang valid dan kredibel bahwa sudah mulai dibahas oleh pengusul yaitu pemerintah saat itu dan di tingkat fraksi di DPR RI, walaupun belum masuk Prolegnas 2021 dan 2022 ini.

BACA JUGA : Cegah Terinfeksi Penyakit Hepatitis Akut, Ini Tips dari Ketua IDI Kalsel

Saat itu, pada November 2020, penulis mengeluarkan artikel analisa komparatif pasal dan muatan materi UU PK dan RUU PK tersebut.  Pada RUU Pasal Ayat (11 ) Organisasi Profesi adalah wadah berbadan hukum tempat para dokter atau dokter gigi untuk berhimpun. Alternatif organisasi profesi adalah organisasi berbadan hukum tempat para dokter atau dokter gigi untuk berhimpun. (Sepakat 17 September 2020).

Dengan pasal RUU ini maka jelaslah bahwa OP bukan hanya IDI tapi bisa apapun bentuk perkumpulan dokter yang berbadan hukum. Dan, sungguh ketepatan sesuatu yang luar biasa atau ketepatan Allah yang ditakdirkan bahwa Letjen (Purn) DR Dr TAP SpRAD K di-reshuffle dari Kabinet Jokowi sehingga pembahasan RUU Pradok tidak terdengar lagi dan dipastikan tidak masuk Prolegnas 2022.

BACA JUGA : Obat Virus Corona Diluncurkan, Simak Telaahan Ahli Farmakologi Fakultas Kedokteran ULM

Namun dengan takdir Allah juga PB IDI melalui MKEK pada Muktamar IDItTahun 2022 di Banda Aceh telah memberhentikan Dr TAP sebagai anggota IDI. Hal ini telah membangunkan macan tidur para pendukungnya dan juga para anggota DPR RI untuk melakukan penggantian UU PK Nomor 29 Tahun 2004 dengan RUU PK yang pernah dibahas pengusul dan di tingkat fraksi di DPR.

Banyak lagi muatan pasal yang berubah secara fundamental yaitu tentang kedudukan dan fungsi serta pengangkatan anggota KKI, hilangnya Kolegium Kedokteran Indonesia, KKI yang berada di bawah Menkes. Dan degradasi peran OP dalam ini IDI dan PDGI dalam menentukan anggota KKI bukan wajib usulan OP lagi, tapi narasinya adalah keterwakilan dari anggota OP yang ditunjuk Menkes. Masih ingatkah kita dengan Keppres Nomor 55/M?

Terbentuknya PDSI atau yang lainnya dan pemecatan sejawat kita dr TAP. Waallahualam akan mengakselerasi penggantian ataupun revisi UU PK, waktu yang akan membuktikan. Bersiaplah ‘berperang’ sejawatku, Bravo dokter Indonesia dan IDI! (jejakrekam)

Penulis adalah HAMO PP Persi dan Litbang PP Perdahukki

Ketua ARSSI Cabang Kalimanta Selatan

Pencarian populer:kebebasan mengeluarkan pendapat dan berkumpul dalam organisasi dilakukan dengan
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.