RUU Pendidikan Kedokteran; Harapan Besar Bagi Masyarakat dan Dokter

0

Oleh : Abd.Halim

BADAN Legislasi (Baleg) DPR RI telah menyepakati bersama Rancangan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran (RUU Dikdok) menjadi usul inisiatif DPR RI. Ketua Panja RUU Dikdok Willy Aditya mengatakan hal tersebut dalam Rapat Pleno Pengambilan Keputusan Hasil Penyusunan RUU Dikdok di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (29/9/2021).

NANTINYA usulan UU ini akan merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Dikdok. Sebelumnya, Willy mengatakan, Baleg telah membentuk Panja dan melakukan pembahasan secara intensif pada tanggal 15, 23, dan 27 September 2021. Kemudian memutuskan untuk menyepakati beberapa hasil penyusunan RUU tersebut secara garis besar.

Spirit dan Isu Pendidikan yang Akan Datang

“Tentu spirit pertama yang ingin kita kembalikan itu mengenai sumpah dokter harus mengutamakan kemanusiaan. Kita ingin mengembalikan spirit humanisme di dalam pendidikan kedokteran ini. Kemudian setelah melakukan beberapa kali RDPU dan menyerap aspirasi, kami dapatkan fakta bahwasanya dokter layanan primer merupakan kompetensi layanan primer yang terdapat di dalam kurikulum pendidikan dokter dan dokter gigi juga jadi konsen kita,” terang politisi Fraksi Partai NasDem ini.

Hal selanjutnya yang patut direvisi dalam UU 20 Nomor 2013 yakni agar uji kompetensi kedokteran tidak lagi menjadi salah satu syarat kelulusan studi dokter.

“Kita akan menghadapi MEA, dimana ada pembukaan universitas atau fakultas kedokteran dari kampus-kampus luar negeri dan dokter-dokter dari Asia Tenggara bisa berpraktik di sini. Ini yang kemudian menjadi konsen kita kenapa ini patut direvisi,” ujar Willy.

BACA : Tangani Pandemi Covid-19, IDI Kalsel Mencatat Sudah 13 Dokter Gugur

Willy juga menegaskan, dalam UU Dikdok baru, Panja menginginkan adanya afirmasi dalam bentuk alokasi dan biaya kepada dokter yang mengabdi di daerah 3T. Menurutnya, selama ini alasan lulusan dokter-dokter menolak ditempatkan di daerah terluar adalah karena mereka tidak diberikan keberpihakan dukungan anggaran yang jelas.

“Maka kemudian kita ingin memberi afirmasi di dalam bentuk alokasi dan biaya, apakah nanti bentuknya dinas kan. Karena apa? Kalau orang ditempatkan di 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) kalau tidak ada afirmasi dan alokasi mereka tidak akan mau. Jadi itu yang menjadi concern kami untuk kemudian bahkan pembentukan perguruan tinggi kedinasan ini belajar dari beberapa negara yang ada ini juga tidak menutup kemungkinan,” ucap Willy.

Asas dan Tujuan Pendidikan Kedokteran

Bahwa Pendidikan Kedokteran berasaskan:

1. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Kemanusiaan.

3. Kesejahteraan.

4. Keadilan.

5. Keamanan dan keselamatan.

6. Universal.

7. Kebenaran ilmiah

8. Transparansi

9. Aksesibilitas

10. Penghormatan terhadap pengetahuan tradisional dan kearifan lokal

11. Etika profesi

12. Otonomi

13. Nirlaba

14. Efektifitas

15. efisiensi

16. Terpadu

17. Kesetaraan.

(Pasal 2 RUU Dikdok)

Sedangkan Pendidikan Kedokteran bertujuan:

1. Menghasilkan Dokter dan Dokter Gigi dalam bidang pelayanan, pendidikan, dan penelitian, yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, memiliki jiwa nasionalisme, dan jiwa penolong, menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, menjunjung tinggi etika profesi, humanis, menjalankan nilai-nilai kemanusiaan, menghormati kehidupan insani dan mengutamakan kesehatan dan keselamatan pasien, serta menghargai nilai-nilai kesejawatan.

2. Memenuhi kebutuhan dan pemerataan Dokter dan Dokter Gigi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkeadilan dalam upaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

3. Mempertahankan dan mengembangkan kompetensi Dokter dan Dokter Gigi.

4. Mewujudkan peningkatan mutu pendidikan dan pelatihan.

5. Menghasilkan sumber daya manusia di bidang kedokteran dan kedokteran gigi yang mengabdi kepada kepentingan bangsa untuk memenuhi pembangunan kesehatan di Indonesia dalam kerangka Sistem Kesehatan Nasional sebagai pondasi Sistem Ketahanan Nasional yang berpedoman pada Pancasila.

6. Memberikan kepastian hukum kepada penyelenggara Pendidikan Kedokteran, Mahasiswa, masyarakat, dan para pemangku kepentingan lainnya.

7. Mewujudkan penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran secara komprehensif dan terintegrasi antara pendidikan, penelitian dan inovasi, serta pelayanan kesehatan dan pengabdian masyarakat.

8. Mewujudkan peningkatan derajat kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dalam aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

9. Meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran dan kedokteran gigi, mampu menerapkan perkembangan kemajuan teknologi kedokteran, genomik, bioteknologi, bioinformatika, kecerdasan buatan, dan teknologi kedokteran lainnya.

(Pasal 4 RUU Dikdok)

BACA JUGA : Prof Ruslan Muhyi Berpulang, Guru Besar Pertama di Fakultas Kedokteran ULM

Jenis dan Penyelenggara Pendidikan Kedokteran 

(1)  Pendidikan Kedokteran merupakan jenis Pendidikan Akademik Profesi.

(2) Pendidikan Kedokteran terdiri dari:

a.    pendidikan dokter

b.    pendidikan dokter gigi

c.    pendidikan dokter spesialis

d.    pendidikan dokter gigi spesialis

e.    pendidikan dokter subspesialis

f.     pendidikan dokter gigi subspesialis.

 (Pasal 11 RUU Dikdok)

Penyelanggara Pendidikan

1.  Pendidikan dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis diselenggarakan oleh perguruan tinggi dalam bentuk program studi.

2. Pendidikan dokter subspesialis dan dokter gigi subspesialis diselenggarakan oleh kolegium dalam bentuk program pendidikan subspesialis. (Pasal 12 RUU Dikdok)

Kuota dan Rasio Mahasiswa Peserta Didik (Pasal 15 RUU Dikdok)

1. Program studi dokter dan program studi dokter gigi menerima mahasiswa sesuai dengan ketentuan kuota nasional dan kuota Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi.

2. Ketentuan kuota nasional ditetapkan berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan di daerah secara proporsional.

3. Kuota Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi ditetapkan sekurang-kurangnya berdasarkan status akreditasi, rasio dosen dan mahasiswa, kelulusan mahasiswa, dan daya dukung.

4. Kuota nasional dan kuota Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diputuskan oleh Menteri bersama menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, Organisasi Profesi, Kolegium Kedokteran, AIPKI dan AFDOKGI.

BACA JUGA : Damage Control; Darurat Kematian Dokter dan Nakes Akibat Covid-19

Pasal 16 untuk PPDS 1

Program studi dokter spesialis dan program studi dokter gigi spesialis menerima Mahasiswa dengan perbandingan jumlah rasio Dosen dan Mahasiswa paling banyak berjumlah 1:6 (satu banding enam).

Pasal 17 Untuk PPD Sub Spesialis (Konsultan)

Program pendidikan dokter subspesialis dan program pendidikan dokter gigi subspesialis menerima Mahasiswa dengan perbandingan jumlah rasio Dosen dan Mahasiswa paling banyak berjumlah 1:3 (satu banding tiga).

Hak dan Kewajiban Peserta Didik

Pasal 20 ayat 1 : Setiap Mahasiswa berhak:

1. Memperoleh pengajaran ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran

2. Memperoleh bantuan hukum dalam hal terjadinya sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan.

3. Memperoleh waktu istirahat.

4. Mendapatkan asuransi kesehatan

5. Mendapat perlindungan dari kekerasan fisik dan mental.

6. Mendapatkan ijazah setelah dinyatakan lulus program studi Pendidikan Kedokteran

7. Mendapat imbalan jasa medis dari tempat pelayanan medis bagi Mahasiswa program studi dokter spesialis dan dokter gigi spesialis sesuai dengan pelayanan medis yang dilakukan.

Pasal 20 Ayat 2 Setiap Mahasiswa berkewajiban:

1. Mengikuti seluruh rangkaian Pendidikan Kedokteran

2. Menjaga etika profesi dan etika rumah sakit serta disiplin praktik kedokteran

3. Mengikuti tata tertib yang berlaku di lingkungan Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi, Rumah Sakit Pendidikan, dan Wahana Pendidikan.

4. Menghormati hak dan menjaga keselamatan pasien.

5. Membayar biaya pendidikan.

Ayat (3) bagi peserta program pendidikan dokter subspesialis dan dokter gigi subspesialis mendapat imbalan jasa medis dari tempat pelayanan medis sesuai dengan pelayanan medis yang dilakukan.

Ayat (4) bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan Menteri.

Setara Magister dan Doktoral

Yang menarik dan membahagiakan dari RUU Dikdok ini dibanding UU Dikdok terdahulu bahwa lulusan dokter dan dokter gigi setara dengan lulusan magister (S2) seperti tertera dalam pasal 21 ayat (2) Lulusan program studi dokter dan dokter gigi setara dengan strata pendidikan magister.  Ini sangat berbeda dengan penulis saat lulus dan selesai tugas PTT tahun 1997 kemudian diterima PNS dengan sebutan pendidikan terakhir Sarjana Kedokteran (bukan Dokter) dalam SK CPNS dan PNS dengan golongan 3a dan setelah 27 tahun masa kerja dengan golongan IVd dan saat ini usulan ke IVe Pembina Utama / Dokter Ahli Utama. Sebuah perjuangan yang berat untuk mencapainya.

Dan dalam 10 tahun terakhir , dokter  umum baru lulus dan diterima ASN langsung mendapatkan golongan IIIb dengan nilai angka kredit dokter khusus pendidikan 150 poin berbeda dengan penulis hanya 75 poin.

RUU ini menetapkan bahwa lulusan dokter umum  akan setara dengan S2 magister. Kalau diterima menjadi aparatur sipil negara (ASN) akan mendapatkan langsung golongan IIIc. Ini sungguh penghargaan yang luar biasa bagi pendidikan kedokteran.

BACA JUGA : Beredar Ramuan Bangkitkan Imun dari Kemenkes, Dekan Fakultas Kedokteran ULM : Bukan Obat Covid-19!

Di samping itu, untuk lulusan PPDS 1 dalam pasal 22 ayat (2) Lulusan program studi dokter spesialis dan dokter gigi spesialis setara dengan strata pendidikan doktoral.  Sebuah penghargaan luar biasa dan pendidikan S3 Doktoral adalah strata tertinggi pendidikan akademik.

Pengalaman penulis lulus PPDS 1 oleh BKN tidak dihargai sebagai pendidikan akademik tapi profesi dan tidak dapat penyesuaian ijazah dalam kepangkatan ASN saat itu. Dengan pasal ini maka PPDS 1 dihargai sebagai strata S3 doktoral dan pendidikan berbasis universitas.

Yang menarik lagi dari RUU ini bahwa pendidikan dokter subspesialis  dalam Pasal 31 bahwa :

1. Program dokter subspesialis dan dokter gigi subspesialis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 berbentuk program pendidikan yang terdaftar di Kolegium Kedokteran atau Kolegium Kedokteran Gigi.

2. Program dokter subspesialis dan dokter gigi subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh kolegium dokter spesialis atau kolegium dokter gigi spesialis.

3. Program dokter subspesialis dan dokter gigi subspesialis adalah pendidikan pendalaman keilmuan spesialis dan merupakan kompetensi tambahan.

BACA JUGA : Kewajiban Etik dan Hukum bagi Dokter dalam Menjalankan Praktik Kedokteran dan Aspek Pidananya

4. Program dokter subspesialis dan dokter gigi subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapatdiselenggarakan di Rumah Sakit Pendidikan dengan akreditasi tertinggi atau rumah sakit lainnya yang ditunjuk oleh kolegium dokter spesialis atau kolegium dokter gigi spesialis terkait.

5. Lulusan program dokter subspesialis dan dokter gigi subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapatkan sertifikat subspesialis dengan sebutan konsultan dan sertifikat kompetensi yang diberikan oleh kolegium dokter spesialis atau kolegium dokter gigi spesialis terkait.

Jadi, pendidikan dokter subspesialis adalah berbasis rumah sakit yang dilakukan oleh kolegium dan hanya mendapatkan Sertifikat Kompetensi Tambahan dengan sebutan Konsultan. Hal ini tidak masuk dalam strata pendidikan akademik karena pendidikan dokter spesialis sudah merupakan strata tertinggi yaitu setingkat S3 doktoral.(jejakrekam)

Penulis adalah Dokter Ahli Utama/Pembina Utama Madya RSDI dan Klinik Utama Halim Medika

Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNISSULA

Anggota Kongres Advokat Indonesia dan Ikatan Penasihat Hukum Indonesia

Ketua Bidang Advokasi Medikolegal PAPDI Cabang Kalsel

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.