Bapak Pendidikan Kalimantan; Gubernur Milono dan Perkampungan Pelajar Mulawarman

0

Oleh : Mansyur ‘Sammy’

MULAWARMAN. Nama ini begitu lekat sebagai area perkampungan pelajar di Kota Banjarmasin. Terdapat banyak sekolah dengan berbagai tingkatan dibangun di wilayah ini.

MULAI tingkat kanak-kanak hingga sekolah menengah pertama dan tingkat atas. Perkampungan memiliki catatan historis panjang. Seiring pasang surutnya dunia pendidikan di Kalimantan Selatan dengan warna warna politik ear Orde Lama, Orde Baru hingga Reformasi.

Bagaimana catatan historis Perkampungan Pelajar ini? Dalam Kodam X/LM Membangun (1962) dituliskan bahwa dalam periode tahun 1953 era Orde Lama, muncul cita-cita dari beberapa orang tokoh terkemuka mendirikan sebuah yayasan.

Tujuannya membantu pemerintah membangun gedung-gedung atau asrama sekolah dan menyediakan fonds (bantuan dana) untuk memfasilitasi pelajar-pelajar SLTA dan mahasiswa di Kalimantan dengan persyaratan tertentu. Di antaranya harus bersedia bekerja di Kalimantan bila telah menyelesaikan studinya.

BACA : Berawal dari Agenda Murdjani, Rekam Sejarah Banjarbaru Disiapkan Jadi Ibukota Kalsel

Yayasan ini kemudian terbentuk, dinamakan Jajasan Kesedjahteraan Peladjar Kalimantan diketuai Gubernur Milono, serta dibantu Residen Afloes. Kedua nama ini memang tidak dapat dipisahkan dengan perkampungan Mulawarman Bandjarmasin. Karena jasa dan usaha-usahanya mengembangkan pendidikan, Milono mendapat julukan Bapak Pendidikan Kalimantan.

Mr Sartono bersama rombongan saat meninjau kondisi Asrama SKB B di Komplek Mulawarman, Banjarmasin pada 9 Juni 1959. (Foto Dokumentasi Mansyur)

Kampung Pelajar Mulawarman Banjarmasin dibangun Raden Tumenggung Aryo Milono pada kurun waktu tahun 1955-1957, saat beliau menjadi Gubernur Provinsi Kalimantan ke-2 (sesudah Ir. Gusti H. Muhammad Noor) dengan ibukotanya Banjarmasin. Beliau membangun tinggalan monumentantal dan masih berpengaruh sampai sekarang yakni kampung pelajar Mulawarman. Demikian diungkapkan Humaidi (2020).

BACA JUGA : Konsep Kota Taman Banjarmasin Thomas Karsten dan Banjarbaru ala Van der Pijl

Raden Tumenggung Ario (RTA) Milono lahir di Pekalongan, 31 Maret 1896. Mengawali kariernya sebagai wedono di Slawi, Tegal. Kemudian diangkat sebagai Mantri Polisi Tegal, Mantri Polisi Lebaksiu, Mantri Polisi Kelas I Brebes dan Sekretaris Kabupaten kelas I  Banyumas. Semenjak tanggal 10 Maret 1936, ia diangkat menjadi Bupati Pati.

Berikutnya menjabat Gubernur Provinsi Kalimantan dengan ibukota Banjarmasin, menggantikan Ir H. Pangeran Muhammad Noor (1955-1957). Selanjutnya menjabat Gubernur pertama Provinsi Kalimantan Tengah beribukota Palangka Raya sebelum Tjilik Riwut (1 Januari 1957-30 Juni 1958) serta Gubernur Jawa Timur dengan ibukota Surabaya, menggantikan R. Samadikun (1958-1959). Sementara Afloes menjadi Residen Banjarmasin pada era Gubernur Milono. Afloes menjabat tahun 1954–1957.

BACA JUGA : 1 Juli 1919 ; Metamorfosa Banjarmasin Menjadi Kotamadya di Era Kolonial Belanda

Seiring pergantian jabatan Gubernur dr. Murdjani menjadi Milono, cita-cita pembangunan gedung-gedung sekolah tetap menjadi prioritas pertama pembangunan di Kalimantan. Tahun 1953/1954 dimulai secara bertahap pembangunan gedung sekolah yang sekarang dikenal dengan Kampung Pelajar “Mulawarman”.

Nama “Mulawarman” diberikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mr. Muhammad Yamin. Mengabadikan nama Raja Kutai Lama yaitu Raja Mulawarman, seorang raja kerajaan tertua di Indonesia (Nusantara).

Saat awal berdirinya, Kampung Pelajar Mulawarman menjadi kebanggaan orang Banjar dan mendapat perhatian sampai ke luar negeri. Di sana ada “walikota” dan “DPR” sendiri, hingga RT-nya yang terdiri dari para pelajar. Bahkan diadakan pemilihan umum di Mulawarman. Dewan -dewan dibentuk. Ambtsketting berupa seutas rantai panjang dengan rangkaian melati perak, dikalungkan dalam upacara khusus ke Wali Perkampungan Peladjar Mulawarman, seorang murid SGB.

BACA JUGA : Sekolah Arab Vs Sekolah Belanda; Diskriminasi dalam Arus Zaman

Pada awalnja perkampungan pelajar Mulawarman direncanakan sebagai kampus. Sebuah perkampungan pelajar dengan otonomi menyelenggarakan rumah-tangganya sendiri. Pendiri perkampungan ini, Milono-Afloes, ingin mempraktekkan hasil peninjauannja pada sebuah kampus mahasiswa di Amerika Serikat.

Diungkapkan Humaidi (2020), pada kompleks tersebut, selain ada sekolah dari tingkat pendidikan Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Juga terdapat Stadion Mini yang berdampingan dengan Stadion 17 Mei. Lokasi kawasan ini, berada di antara daerah Teluk Dalam dan daerah Belitung.

Di dalamnya terdapat mengelilingi kompleks Mulawarman, Kampung Kinabalu, Skip Lama, Meratus, Saka Permai, Batu Benawa, Batu Piring, Batu Tiban dan Kerokan. Dulunya merupakan wilayah tangsi militer dan banyak asrama tentara yang bagi pemerintah mudah mengalihfungsikan dan memanfaatkan kawasan tersebut tanpa gejolak dan ganti rugi yang mahal.

BACA JUGA : Ekspedisi Militer Belanda dan Jatuhnya Benteng Ramonia, Basis Pertahanan Pejuang Banjar

Kompleks perkampungan Mulawarman ia bangun dengan konsep keragaman baik keragaman lembaga pendidikan maupun keragaman penghuni/pelajarnya. Seingatku, saat aku sekolah di Mulawarman selama 7 tahun (1973-1980) di PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) 6Th, ada SMPN 1, SMPN 2, SMP Seroja, SMAN 1, SMAN 2, SGO (Sekolah Guru Olahraga), SMOA (Sekolah Menengah Olahraga Atas), SPGN (Sekolah Pendidikan Guru Negeri), SKKP (Sekolah Kejuruan Keputrian Pertama).

Kemudian SKKA (Sekolah Kejuruan Keputrian Atas), SMEA (Sekolah Ekonomi Atas), SMPP, SPSA, MTsN (Madrasah Tsanawiyah Negeri) dan sekali lagi PGAN 6Th. Selain itu terdapat SD dan TK. Pada area seputar sekolah dibangun kompleks perumahan guru, sebagai bagian penting Mulawarman sebagai kampung pelajar. Kemudian nampak di sana, semua unsur berinteraksi secara intensif berbagai siswa dari beragam asal-usul, etnis, jenis kelamin, agama dan sosial. Ada dari  yang mukim (pribumi) dan pendatang.

BACA JUGA : Cerita Sebutir Kelapa, Komoditas Berharga di Era Kolonial Belanda

Ada Banjar Muara, Banjar Hulu, Banjar Batang Banyu, Dayak, Bugis, Madura, Jawa, Sasak, Bima, Minang, Palembang, Batak, Manado, Ambon, Arab dan Cina yang terdiri dari perempuan dan laki-laki. Ada yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Chu, hingga Kaharingan. Ada anak kelas elite, kelas menengah dan kelas bawah.

Mr Sartono dan rombongan ketika berkunjung ke sekolah SMEA di Komplek Mulawarman Banjarmasin pada 9 Juni 1959. (Foto Dokumentasi Mansyur)

Karena keragaman berbagai latar belakang ini muncul dan tumbuhlah kompetisi yang sehat dan toleransi yang berderajat tinggi di kampung itu. Setiap lembaga memberikan pelayanan yang terbaik bagi siswanya baik secara kuantitas maupun kualitas sehingga hampir semua sekolah yang berada di dalam kompleks Mulawarman bisa dikatakan menjadi sekolah favorit. Pergaulan antar agama dan lintas iman sangat terlihat baik antar guru maupun antar siswanya hingga sikap saling menghargai perbedaan menjadi terbina dan berjalan secara wajar dan alami.

BACA JUGA : Keraton Dibumihanguskan, Belanda Sita Regalia Kesultanan Banjar

Humaidi (2020), menuturkan dirinya dan mungkin setiap orang di Banjarmasin pada waktu itu merasa bangga dan istimewa ketika memasuki kampung tersebut, berbeda saat memasuki kampung lain. Apalagi bagi mereka yang tinggal di dalamnya atau bagian dari para pelajar yang pernah mengais ilmu di sana, rasanya nyaman sekali dan berkelas.

Dikatakan begitu karena kawasannya saat itu, masih hijau penuh pohon-pohon besar, air mengalir jernih, udaranya segar dan banyak burung yang masih berkicau di sela-sela tiupan angin yang berhembus menerpa rerumputan.

Perkembangan Perkampungan Pelajar Mulawarman ternyata tidak mencapai hasil yang diharapkan. Dalam Kodam X/LM Membangun (1962) dipaparkan Mulawarman berkembang tidak menjadi perkampungan yang sesungguhnya. Isinya sebagian besar gedung -gedung sekolah dan rumah-rumah guru. Ada 17 ragam sekolah, mulai dari sekolah taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah sekolah lanjutan tingkat atas (SMA).

BACA JUGA : Pertempuran Hambawang Pulasan, Kisah Heroik dari Birayang

Dari 5.500 orang pelajar yang bersekolah di Mulawarman hanya kurang-lebih 500 orang yang tinggal di perkampungannya. Pada asrama mereka masing -masing. Pelbagai kesulitan timbul disebabkan oleh banyaknja jenis sekolah, perbedaan tingkatan umur dan pengetahuan, serta kepentingan lainnya.

Pelajar-pelajar yang mempunyai kekuasaan mengurus rumah-tangga perkampungannya ini menjadi kurang mengindahkan pimpinan guru -gurunya. Kerja sama antara guru dan murid murid semakin kurang. Guru-guru kehilangan kewibawaan dan demoralisasi mengancam perkampungan. Cita-cita mulia gagal dalam pelaksanaannya.

BACA JUGA : Petaka Perjanjian 26 Ramadhan Bikin Kesultanan Banjar Tergadai

Pada tahun 1962, dituliskan bahwa Mulawarman tinggal merupakan tempat kumpulan gedung gedung sekolah, berderet-deret dan berdempet-dempet, diselang seling tempat tinggal guru-guru sekolah di Mulawarman. Keseluruhannya tidak membentuk kesatuan. Rencana semula yang baik tidak dilaksanakan. Kerugian materiil dan moril tidak sedikit.

Hal ini mungkin tidak akan terjadi, jika sekiranya jasa dalam melaksanakan usaha mulia itu tidak terkumpul dalam beberapa buah tangan idealis -idealis saja. Banyak yang dapat menjadi pelajaran bagi. Pada sisi lain, eksistensi pendidikan di Kalimantan Selatan yang ada sekitar tahun 1950 dan tahun-tahun berikutnya masih sangat terbatas, paling tinggi sekolah lanjutan tingkat atas milik negeri atau pemerintah.(jejakrekam)

Penulis adalah Penasihat Komunitas Historia Indonesia Chapter Kalsel

Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (SKS2B) Kalimantan

Dosen Prodi Pendidikan Sejarah FKIP ULM Banjarmasin

Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.