Sosok Penyair Bumi Sanggam, Perjalanan Fahmi Wahid sebagai Traveler dan Kolektor Seni

0

FAHMI Wahid, pria kelahiran 1964 itu sedang menata tanaman anggrek Meratus. Senyumnya yang khas itu memberi tanda bahwa sehari-harinya begitu riang, dengan dikelilingi bunga-bunga yang dirawatnya tersebut.

DIA menyirami tanaman yang bergantung di sekeliling rumahnya tersebut. Rimbun dengan bunga anggrek, mulai sudut pagar halamannya hingga dinding-dinding rumah penyair asal Bumi Sanggam ini. Fahmi juga mengoleksi beberapa barang antik seperti sepeda onthel dari Jerman, Belanda, Inggris, dan motor era 60/80an yaitu Honda C70/Pispot, Honda Astra, Vespa Super, Vespa PS dan Vespa Sprint.

Ketika pewarta jejakrekam.com memasuki rumah berukuran tipe 36 itu, Fahmi juga memperlihatkan barang antik atau jadul lainnya, yang serba berbahan kuningan Banjar seperti kinangan, pakucuran, lampu gantung, lampu meja, apar, guci ming, atang ringgit, pelicin, padaringan, keramik, almari, kacip, tutujah dan lainnya.

BACA : Disambut Bupati Balangan, 129 Karya Lolos Kambang Rampai Puisi ASKS XVIII

Kata Fahmi, beberapa barang lainnya lagi yang masih terawat dan menjadikan pajangan rumah seperti museum kecil keluarga. Terlebih bagi kerabat yang berkunjung, menurut Fahmi justru sekadar untuk melihat koleksi yang estetik dan memiliki nilai sejarah yang didalamnya agar tetap lestari dan tidak punah sebagai warisan berharga zaman dulu.

Fahmi Wahid dengan koleksi sepeda onthel dan barang-barang antik di rumahnya. (Foto Rahim Arza)

“Suka anggrek dan barang antik karena hobbi, lama-lama menjadi hobbis (hobbi dan bisnis). Sampai seiring waktu koleksi anggrek nencapai 500-an spesies (anggrek hutan) seperti jenis Bolbu, Coelegyne, Phalaynopsis, Vanda, Dendrobyum, Tebu, Paphio, dan sebagainya. Tak jarang saya terjun langsung ke hutan dan mendaki gunung untuk berburu berbagai spesies  anggrek asli Kalimantan khususnya di Pegunungan Meratus, yang sangat banyak memiliki kekayaan alam habitat spesiesnya,” Ucap Fahmi Wahid kepada jejakrekam.com, Senin (28/2/2022).

BACA JUGA : Helat Malam Apresiasi Seni, Dispusip Umumkan Juara Cipta Puisi Banjir Tanah Laut

Semua yang dimilikinya itu, bagi Fahmi adalah perjalanan panjang dari kehidupannya sebagai seniman, kolektor hingga traveler Banua. Ia memperoleh barang-barang itu dari perjalanan touringnya dari suatu daerah ke daerah lain, dan Fahmi kerap menggunakan Vespa kesayangannya itu untuk menjelajahi wilayah terjauh, bahkan ke pedalaman Kalimantan.

Dalam touringnya, Fahmi kerap menuliskan perjalanannya itu lewat sajak-sajak hidupnya yang terhimpun di buku antologi tunggal yaitu Suara Orang Pedalaman (2016), Perjalanan Debu (2018), Tandik Meratus (2019) dan Tanah Perindu (2020).

Sebagai penyair, Fahmi sangat menyelami dunia perpuisian hingga lewat karya sastranya itu dapat diundang dalam acara bergengsi pada perhelatan Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) di Bali.

BACA JUGA : Desa Liyu Miliki Ribuan Anggrek Khas Kalimantan

“Saya memulai berkesenian dari tahun 80-an berawal dari pembaca puisi, dan bermain drama sewaktu masih di PGAN Barabai. Sehinga pada tahun 1984, saya mewakili Kabupaten HST untuk lomba baca puisi di arena Mtq tingkat Provinsi Kalimantan Selatan,” ungkap Fahmi.

Pada 1984, Fahmi berhijrah ke Banjarmasin untuk melanjut kuliahnya. Sembari itu, ia terus berkesenian yang bergabung dengan teater PENA, Sanggar Seni Fakultas Syariah, dan seiring itu juga menjadi pembaca puisi dan menulis di RRI Nusantara Banjarmasin.

“Dalam program acara Untaian Mutiara, sekitar obrolan ilmu dan seni yang digawangi oleh Pak Hijaz Yamani, juga latihan teater dari Sanggar Budaya Kalimantan Selatan di bawah binaan Pak Adjim Arijadi,” cerita Fahmi.

BACA JUGA : Ada Anggrek Tebu dan Sendok, Kekayaan Plasma Nutfah Pegunungan Meratus

Selama itu, Fahmi mengaku aktif bermain teater (drama) dakwah di pelosok pedesaan wilayah Kalselteng. Pun di UPTD Taman Budaya Kalsel, ia aktif mengikuti lomba baca puisi antar mahasiswa, beberapa penghargaan yang pernah diraih pernah menjadi aktor terbaik pada festival teater modern.

“Harapan 2 penulisan puisi bahasa Banjar Taman Budaya Kalsel, dan penghargaan lainnya, sebagaimana dalam catatan riwayat penulis dalam buku-buku saya,” ujarnya.

Giat dalam kepenulisan, Fahmi mengaku pengalamannya berkat bergabung dengan para penulis Kalsel seperti Agus Suseno, Noor Aini Cahaya Khairani, Rosydi Ariadi, Abdul Karim, Tajudin Noor Ganie, Ajamuddin Tifani, Hijaz Yamani, Ismet Muning, Bakhtar Suryani, Bakhtiar Sanderta, A. Rasyidi Umar.

“Dari pergaulan itulah dapat menambah proses kreatif dalam kekaryaan sastra maupun selama mengasah keaktoran bermain teater/drama,” ujarnya.

BACA JUGA : Wow, Hutan Kalsel Masih Menyimpan Anggrek Hitam

Sementara terkait touringnya, Fahmi menyebut itu adalah perjalanan muhibbah seni, yang didalamnya terdapat kegiatan pameran anggrek, touring motor/sepeda onthel yang telah menjelajahi keliling Kalimantan (Kalsel, Kaltim, Kalteng, Kalbar).

Fahmi Wahid dengan koleksi guci, perabot antik dan lainnya di kediamannya. (Foto Rahim Arza)

“Bahkan, saya juga pernah keliling wilayah Jawa dan Bali, sampai ke Negara tetangga seperti Malaysia (Sabah, Kelantan, Johor) dan Singapura. Yang belum tercapai dan masih menjadi harapan dapat berkeliling di Sumatera, Sulawesi dan Papua,” ujarnya.

Dari setiap daerah yang dikunjungi, kata Fahmi, tentu ada barang khas yang dibeli untuk disimpan dan dipajang sebagai koleksi dan kenang-kenangan. Hingga berjalan sampai sekarang, Fahmi mengaku bersyukur dapat merasakan senang dengan tetap terus menjaga proses kreatif saya untuk menghasilkan karya sastra.

BACA JUGA : Fahmi Pelopori Pelestarian 500 Anggrek Khas Meratus

“Sambil menjalankan hobbis (anggrek dan barang Antik), di mana ketiga hobi tersebut sudah melekat dan susah dibuang dan menjadi napas kehidupan bagi saya untuk terus semangat menjalani hari-hari selain berkumpul dengan keluarga dan kawan-kawan,” katanya beranalogi.

Tentu, Fahmi merasakan bahagia sekali melakukan kegiatan hobi ini, sehingga menjadi perangsang daya pikir dan membuka gagasan dalam kehidupannya.

BACA JUGA : Rekam Profil Sastrawan Lokal Periode 1930-2020, Micky Hidayat Rilis Buku Leksikon Penyair Kalsel

“Saya pribadi, lewat itu sehingga tetap semangat untuk menjalani kehidupan sampai saat ini dan ke depannya, saya sering menyebutnya Perjalanan Debu, yang diartikan walau terlihat kecil namun memiliki dampak besar dan bernilai berharga, terus berjalan tanpa henti maupun terbang setinggi-tingginya menggapai keinginan dan cita-cita,” bebernya.

Harapannya, kata Fahmi, setiap langkah terus mendapat ridha Allah SWT. “Dan karya-karya saya menjadi inspirasi kepada generasi sesudah angkatan saya, khususnya di jagat kesastraan untuk tetap meningkatkan kualitas karya dan dapat selalu mengharumkan nama daerah di tingkat luar. Selain itu tetaplah rawat dan jaga peninggalan sejarah kita agar menjadi ilmu pengetahuan bagi kita semua,” pungkasnya.(jejakrekam)

Pencarian populer:BOLBU
Penulis Rahim Arza
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.