Catatan Ringan Ekspedisi Batang Banyu dari Banjarmasin ke Negara (2-Habis)

0

Oleh : Muhammad Hadin Muhjad

PERGERAKAN kapal masih dimonitor dan di foto melalui kamera drone. Dalam kapal peserta begitu sumringah memulai perjalanan ekspedisi yang pertama kali terjadi di Kalimantan Selatan.

DALAM catatan awal peserta Ekspedisi Batang Banyu tadi mencapai 43 orang. Mereka berlatar belakang beragam dari akademisi, mahasiswa, tokoh masyarakat, pegiat lingkungan dan lainnya.

Ketika Kapal keluar dari Sungai Martapura di Muara Mantuil dan  sudah menyusur Sungai Barito yang begitu luas lebarnya antara 800 sampai 900 meter dengan kedalaman sampai 10 meter.

Sungai Barito atau Sungai Dusun adalah nama sungai yang berhulu di Pegunungan Schwaner di Provinsi Kalimantan Tengah, memasuki kota Marabahan, sungai ini bertemu dengan muara sungai Negara di provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia, sekitar 900 km di timur laut ibu kota Jakarta.

Alirannya yang menuju ke hilir sungai disebut Sungai Banjar atau Sungai Banjarmasin atau sungai Banjar Besar (groote rivier Bandjer), walaupun nama ini sudah jarang digunakan. Nama Barito diambil berdasarkan nama Tanah Barito atau Onder Afdeeling Barito atau Kabupaten Barito yang dahulu beribu kota di Kota Muara Teweh yang secara administrasi termasuk wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, tetapi sering dipakai untuk menamakan seluruh daerah aliran sungai ini hingga ke muaranya pada Laut Jawa di Provinsi Kalimantan Selatan yang dinamakan Muara Banjar atau Kuala Banjar.

BACA : Bukan Hanya Susur Sungai, Hasil Kajian Ekspedisi Batang Banyu Direspons Rektor ULM

Di tengah sungai Barito ini Bos Dani   menghitung kembali  jumlah peserta ekspedisi batang banyu  ternyata jumlah penumpang mendekati 60 orang. Bagi daya tampung kapal tidak ada masalah karena kapal masih mampu ditumpangi sampai 100 orang, yang jadi pikiran panitia soal logistik. Kapal sedang mengapung di tengah sungai tentu susah mencari tambahan logistik apabila kurang. Dan betul terjadi Bos Dani wira wiri mencari tambahan air mineral. Untungnya masih ada penumpang peserta ekspedisi di darat dan sedang menghadang kapal di mana singgah.

Sejak kami mulai menyusuri sungai Barito kami mulai terusik dengan milirnya tongkang-tongkang batubara. Di kira tongkang yang milir itu cuma satu dua buah ternyata berderet seperti hitungan deret ukur.

BACA JUGA : 3 Hari Ekspedisi Batang Banyu Merekam Budaya Luhur Pemukim Bantaran Sungai di Kalsel

Pemandangan ini menyebabkan bagian terbesar peserta ekspedisi naik darah sampai 200 derajat. Betapa tidak  rasa geram itu muncul karena SDA yang ada di Banua kami dikuras habis sementara pemandangan yang kontras terlihat di mana penduduk yang hidup sepanjang Sungai Barito dalam keadaan ekonomi yang cukup memprihatinkan. Biarlah dulu perasaan marah yang muncul yang menyebabkan hati terluka kita tinggalkan sementara.

Kapal terus berjalan merangkak pelan  dalam hitungan panitia yang diperoleh dari pengalaman  juragan kapal yang  tadinya akan singgah Shalat Jumat di daerah Belawang, sayang sedikit meleset ketika waktu Shalat Jumat hampir tiba kapal baru mendekati Pelabuhan  Ujung Panti. Disarankan oleh juragan kapal agar Shalat Jumat dilaksanakan di Ujung Panti, ada masjid yang dekat pelabuhan. Bila diteruskan perjalanan akan  lewat waktu shalat Jumat, maka  akhirnya diputuskan untuk sandar di dermaga Ujung Panti. 

BACA JUGA : Ekspedisi Batang Banyu; Menelusuri Duka dan Harapan di Jalur Sungai Martapura-Barito-Nagara

Di sini lah saya mengontak Sdr. Daddy Fahmanadie yang dari tadi disuruh menyanggol kapal dipelabuhan Muara Gampa, karena beliau ada kegiatan sehingga menyusul lewat darat. Melalui Dady bisa dibawakan tambahan mineral.

Pelabuhan Ujung Panti yang disebut pos penjagaan wajib disinggahi oleh kapal penumpang dan barang  yang lalu lalang di Sungai Barito. Karena harus bayar retribusi izin pelayaran kapal.

Di sekitar pelabuhan ini ada  masjid, maka peserta ekspedisi batang banyu yang mau menunaikan shalat jumat berjalan dari pelabuhan sekitar 50 meter masuk ke darat.  Masyarakat sekitar masjid  sudah terlihat memasang bendera partai, berarti kesadaran berpolitik masyarakat sudah ada  karena ada memasang bendera PDIP. Suasana desa sudah sangat terasa padahal jarak desa dengan Kota Banjarmasin tidak terlalu jauh, namun desa ini termasuk kawasan pinggiran yang cukup rentan di pengaruhi oleh para politisi.

BACA JUGA : Dari Kalkulasi Ekspedisi Batang Banyu, Batubara Yang Milir Di Sungai Barito Bernilai Rp 129 Triliun Setahun

Ba’da Shalat Jumat peserta ekspedisi yang selesai menunaikan shalat kembali ke Kkpal. Di kapal sudah terhidang makanan untuk santapan siang. Saya sedikit khawatir apakah persediaan  makanan mencukupi untuk disantap oleh penumpang kapal, karena waktu menyiapkan bahan-bahan makanan siang ini Koki kita termasuk Chief nasional cuma menyediakan sesuai dengan daftar awal padahal hitungan Bos Dani sudah hampir dua kali lipat. Tapi syukur alhamdulillah cukup.

Di sepanjang perjalanan ekspedisi pihak inisiator sudah menyiapkan sejumlah kegiatan porkes dialog politik dan budaya. Sore hari ketika matahari mulai tergelencer ke barat,  udara tidak sepanas waktu siang hari kami mulai berdialog secara porkes di moncong kapal tentang kerajaan bahari yang menguasai batang banyu. Ungkapan kejayaan kerajaan dan kedigjayaan para raja zaman Kerajaan Daha hendak dicari akar sejarahnya agar dapat memberikan inspirasi bagi para penerusnya dalam menghadapi tahun politik 2024.

BACA JUGA : Batang Banyu Berujar: Jaga Alam, Tata Lingkungan, Haragu Sungai dan Bangunakan Urangnya!

Di mana akhir tahun 2024 kita akan mencari pemimpin banua yang lahir dan besar di daerah batang banyu dan berjiwa kesatria laksana para raja zaman kerajaan daha. Selesai diskusi di moncong kapal kami berpindah ke geladak kapal. Hari memang sudah menjelang senja. Petugas media porkes sudah menyiapkan lengkap dengan  dua kemera dan host diskusi Rasyidi memulai pembicaraan tentang kegeraman kawan-kawan atas berselewerannya tongkang-tongang pengangkut batubara.

Narsum diskusi lebih lengkap dari sebelumnya, karena ada akademisi ada praktisi dan ada mantan birokrat. Masing-masing menumpahkan perasaan heroiknya dengan berempati atas nasib rakyat Kalsel yang menderita.

Di tengah asyiknya diskusi dari jauh terlihat jembatan berwarna merah yang disebut Rumpiang suatu pertanda kapal sudah memasuki ibukota Barito Kuala Marabahan. Sampai di Pelabuhan Marabahan kapal singgah pula untuk bayar Retribusi izin pelayaran kapal seperti Pos Jaga Ujung Panti. Banyak peserta ekspedisi yang naik ke darat untuk mencari tambahan logistik tapi ada juga yang shalat ashar dan ada pula yang cuma narsis aja. Karena begitu asyiknya masing-masing dengan urusannya sendiri-sendiri maka aku desak mereka segera balik naik  ke kapal agar perjalanan kembali dilanjutkan.

BACA JUGA : Catatan Ringan Ekspedisi Batang Banyu dari Banjarmasin ke Negara (1)

Dari pelabuhan Marabahan kapal memutar 15 derajat ke kanan karena mau meninggal sungai Barito dan memasuki sungai Negara. Sungai Negara (bahasa Banjar: Sungaî Nagarā‎) atau Sungai Bahan adalah sebuah sungai yang mengalir di wilayah Kalimantan bagian tenggara, tepatnya di bekas Distrik Negara, provinsi Kalimantan Selatan. Sungai ini merupakan sungai terpanjang kedua di Kalsel setelah Sungai Barito. Sungai ini merupakan anak sungai Barito sehingga muaranya berada di Sungai Barito. Sungai ini berujung di wilayah pegunungan Meratus di Kabupaten Tabalong.

Muara Sungai Negara berada di wilayah perbatasan antara Kabupaten Tapin dan Barito Kuala, di mana terdapat Kota Marabahan (nama historisnya Bandar Muara Bahan). Sungai Negara menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat Kalimantan Selatan bagian utara, baik untuk sumber air maupun sara transportasi. Salah satu lokasi yang paling dikenal yang melewati Sungai Negara adalah Margasari di Kabupaten Tapin dan Negara di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

BACA JUGA : Konsep Batang Banyu yang Kian Berubah di Tengah Masyarakat Banjar

Senja mulai temaram angin sore menusuk tulang ada diantara kami yang masih mampu bertahan dan aku juga yang menggigil kedinginan, tapi rasa geram muncul lagi karena ditengah senja mendekati malam  masih ada lewat tongkang batubara. Hilanglah rasa kedinginan muncullah rasa panas dan setengah menguntuk pemimpin negeri ini yang kehilangan empati atas kondisi Kalsel yang dikuras habis SDAnya.

Malam sudah mulai menjemput, kapal sudah mendekati kawasan kabupaten Tapin yaitu Kecamatan Candi Laras Utara, desa yang pertama kali dijumpai adalah Desa Keladan. Desa yang baru saja dilanda bencana di mana tongkang batubara akibat angin ribut terpipir dan menghantam pemukiman penduduk menyebabkan puluhan rumah ambruk. Di desa Keladan ini, kami sudah berjanji dengan Ustadz Sanusi yang kebetulan Ketua Panwaslu Kecamatan bahwa kapal akan singgah dan kami bersilaturrahmi kerumahnya. Kami sudah ditunggunya, begitu kapal merapat dan kami turun ke darat terus diajaknya menuju rumahnya.

BACA JUGA : Terbangun Kepanasan, Ancaman El Nino Mengintai Batang Banyu Dan Berharap Hujan Di Bulan ‘Ember’

Sebagian peserta ekspedisi langsung ikut mandi di rumahnya, kami disajikan kue dan teh serta kopi hangat. Ustadz Sanusi sesuai janji kemudian menghubungi orang tua di kampung  Muhammad Husni yang umurnya sekitar 85 tahun Anggota Tim peneliti mewancarai beliau tentang kehidupan sungai sejak zaman Belanda sampai sekarang di sekitar  Kecamatan Candi Utara Margasari. Cukup lama kami bertamu di rumah Ustadz Sanusi karena sudah merasa cukup kamipun kembali ke kapal untuk meneruskan perjanalan.

Podcast JR TV di haluan kapal saat melaju di atas perairan Sungai Barito, Barito Kuala. (Foto Dokumentasi JR)

————

Rencana untuk singgah di Pelabuhan Margasari, kami batalkan karena malam sudah larut tentu penduduknya  sudah berada di peraduan memadu kasih bersama keluarga dan beristirahat pada malam yang semakin dingin itu. Namun dalam perjalanan dari Keladan menuju Pelabuhan Margasari udara malam yang dingin tidak menjadi halangan bagi pekerja tambang yang berada di terminal tambang, entah terminal tambang yang mana yang malam itu terus bekerja, saya yang berada di muara kapal merasakan debu batubara menyentuh muka dan sempat kelelepan mata.

Bayangkan siang malam terminal batu bara bongkar muat apakah tidak cepat habis SDA yang ada di bumi Lambung Mangkurat. Kapal pun terus melaju meninggalkan kegiatan para penambang yang tidak peduli dengan dunia, dengan Banua dan dengan penduduk sekitar, mereka rakus menghabiskan batubara untuk mendapatkan rupiah kemudian berfoya-foya membuat pesta berminggu-minggu untuk melampiaskan syahwatnya. Celakalah mereka ini nanti di akhirat. Itu kata Alquran.

Malam pun semakin larut rupanya para crew kameramen mendapat arahan bosnya bahwa malam ini masih ada podcast diskusi oleh para peserta wanita. Host Rasyidi membuka pembicaraan dan saya diminta membuat prolog yang isinya bubuhan babinian diminta berpikir bagaimana mencari sosok pemimpin masa depan Kalsel dari kacamata mereka. Diskusipun bergulir hangat dan mengalirlah berbagai pendapat dari mereka yang patut juga didengar dan diperhatikan. Sampai larut malam diskusi ditutup.

Waktu kami naik kekapal sehabis bersilaturrahmi  di Desa Keladan tadi, kami sudah disediakan hamparan piring yang berisi nasi goreng. Porsinya dari jauh tampak terlihat tidak full tapi hanya setengah piring, sehingga ketika selesai makan masih terasa lapar.

BACA JUGA : Bukan Buku Pertama, YS Agus Suseno Pesan Urang Banjar Jangan Sampai Tercerabut Akar Budayanya

Apalagi malam semakin dingin sibuk lah aku mencari tambahan makanan akhirnya ketemu solusi ada mie bakuhup yang mau dibuatkan oleh koki kita, maka langsung disantap. Mata sudah mulai mengantuk di tempat ketiduranku ada kawan yang baru selesai pijat kuminta tukang melanjutkan tapi sudah kupesani bila aku tertidur biar teruskan saja pijat.

Belakangan kuketahui tukang pijat berhenti ketika aku tertidur pulas. Aku tersentak bangun ketika jam menunjukkan 04.30 Wita langsung duduk kulihat ke arah depan kapal Pak AHM sedang duduk. Pikirku beliau sedang berzikir karena saat itu masuk waktu sahur biasa orang-orang mendekat diri kepada penciptanaya.

Akupun mengambil air wudhu ke buritan kapal dan sesudah shalat subuh aku menghampiri juragan kapal untuk menanyakan posisi kapal sekarang sudah berada di mana.  Kata Juragan kapal kita sedang berada di Desa Swaja. Kuperhatikan kecepatan kapal memang diperlambat agar ketika memasuki kota Negara tepat di pagi hari. Matahari sudah mulai menyimbulkan cahayanya. Dari jauh penduduk sekitar mulai beraktivitas setelah satu malam istirahat.

Sebetulnya jarak antara kami dengan orang-orang mandi di batang biasa kami menyebut tempat MCK orang desa di sungai cukup jauh dan tidak jelas tapi mungkin dalam pikirannya kami melihat jelas seorang wanita sedang mandi pakai gayung langsung terjun ke sungai. Kawan-kawan terus menikmati suasana pagi memasuki kota Negara.

Persis di Desa Bijajau, saya minta diturunkan bersama sepeda motor milik Prof Yunani karena membawa koki mau ke Pasar Negara guna membeli bahan untuk makan siang. Akhirnya saya bersama Koki kita Abbas menggunakan sepeda motor menyusuri jalan Negara.(jejakrekam)

Penulis adalah Ketua Tim Ekspedisi Batang Banyu

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM)

Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.