Tragedi Penusukan Siswa di SMAN 7 Banjarmasin Diungkap, Pendekatan Diversi dan Keadilan Restorasi Diutamakan

0

INSIDEN berdarah dengan peristiwa penusukan yang terjadi oleh siswa kepada teman siswanya di SMAN 7 Banjarmasin pada Senin (31/7/2023) lalu, membetot perhatian publik.

KASUS hukum ini pun diangkat Forum Kota (Forkot) Banjarmasin terkait posisi pidana anak atau anak berhadapan dengan hukum (ABH) dengan menghelat diskusi publik mengundang tokoh masyarakat, praktisi dan pakar hukum di Excelso Km 5,5 Banjarmasin, Rabu (23/8/2023) malam.

Ketua Forkot Kota Banjarmasin, Syarifuddin Nisfuady mengungkapkan penanggulangan kejahatan anak tidak bisa dilakukan dengan hanya mengandalkan pada kebijakan penal atau pendekatan hukum pidana.

“Melainkan juga harus didukung oleh Kebijakan non penal, yakni upaya pencegahan terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh anak dengan melibatkan segenap komponen sistem peradilan pidana,” tutur alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang ini.

BACA : Penerapan Restorative Justice pada Anak Berhadapan dengan Hukum di Mata Praktisi dan Pakar Hukum

“Selain itu, juga melibatkan peran aktif dilingkungan anak mulai dari keluarga, sekolah serta masyarakat. Sedangkan dalam kebijakan non penal dalam menanggulangi kejahatan anak di Indonesia dilakukan melalui upaya diversi dengan pendekatan restorative justice,” kata Kai, sapaan akrab aktivis gaek ini.

Hal ini merujuk Pasal 1 angka 7 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bahwa diversi sendiri merupakan Pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana .

“Restorative Justice sebagai suatu proses semua pihak yang berhubungan dengan tindak pidana tertentu duduk bersama-sama untuk memecahkan masalah dan memikirkan bagaimana mengatasi akibat pada masa yang akan datang,” tutur Nisfuady membuka diskusi.

BACA JUGA : Sesalkan Insiden Berdarah di SMAN 7 Banjarmasin, Kadisdikbud Kalsel Instruksikan Beli Metal Detector

“Proses ini pada dasarnya dilakukan melalui diskresi (kebijakan) dan diversi,” sambungnya.

Sementara itu, kuasa jukum pelaku penusukan, Kusman Hadi menyampaikan, melalui Forkot Banjarmasin yang menghadirkan aparat penegak hukum seperti dari Satreskrim Polresta Banjarmasin, Kejari Banjarmasin dan Balai Pemasyarakatan (Bapas), hingga tokoh masyarakat, kasus ini nantinya bisa menjadi contoh bagi kasus lainnya.

“Semoga kasus ini bisa disepesaikan melalui upaya Diversi dengan pendekatan restorative justice,” imbuhnya.

BACA JUGA : Sering Dibully, Siswa SMAN 7 Banjarmasin Tusuk Teman Sendiri di Kelas, Begini Kronologinya!

Berkaitan dengan tragedi berdarah di SMAN 7 Banjarmasin, pakar hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof Hadin Muhjad mengaku sengaja menuunggu diskusi dari Forkot Banjarmasin, karena kejadian itu di lembaga pendidikan.

“Sampai saat ini tidak ada satu lembaga pendidikanpun yang bersuara, padahal itu tragedi pendidikan. Harusnya dengan kejadian ini kita berkabung sekaligus mengoreksi ada apa pendidikan kita di kalsel, hanya Forkot Banjarmasin yang berani bicara,” kata Hadin.

Menurut dia, keadilan restorasi atau dalam istilah kerennya restorative justice adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau keluarga korban dan pihak terkait.

BACA JUGA : Baru Sepekan Masuk Sekolah, Siswa SMAN 7 Banjarmasin Bersimbah Darah Ditusuk Rekan Sendiri

“Mereka bersama-sama mencari penyelesaian yang adil, mengembalikan keadaan seperti semula sebelum terjadinya tindak pidana, dengan menekankan pemulihan terbaik pada keadilan semua, bukan pembalasan,” kata Hadin.

“Kenapa pidana anak masuk dalam kerangka restorative justice? Karena anak masih punya harapan masa depan dan bangsa ini akan ditentukan oleh anak-anak, sehingga bentuk pemulihan tadi ingin mengembalikan anak tadi menjadi lebih baik lagi,” papar Ketua Senat ULM Banjarmasin ini.

Hadir mewakili Kapolresta Banjarmasin, Kanit Reskrim Polresta Banjarmasin Ipda Rizky Prawira, dalam kesempatan itu menyampaikan, sistem peradilan anak memang berbeda dengan sistem peradilan anak.

“Terutama pada tahap penyidikan diwajibkan diversi untuk memulihkan keadaan, pada pemeriksaan anak kita juga memerlukan instansi lain seperti UPTD PPA, Bapas dan lainnya,” imbuhnya.

BACA JUGA : Bantah Anaknya Pembully, Orangtua Korban Penusukan Resmi Lapor ke Polresta Banjarmasin

Sementara itu, perwakilan Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin, Galuh Larasati menambahkan, setiap tahapan penanganan kasus anak memang berbeda dari pidana biasa.

“Kami di kejaksaan tentu juga menjadi fasilitator, begitu juga nanti di pengadilan, hakim yang menjadi fasilitator namun hasilnya tetap dikembalikan pihak korban dan pelaku,” kata Galuh.

“Jika berhasil di diversi kasus berhenti sampai disitu, namun apabila tidak, maka ksasu lanjut ke tahap berikutnya,” imbuh jaksa tindak pidana anak dari Kejari Banjarmasin ini. (jejakrekam)

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2023/08/25/tragedi-penusukan-siswa-di-sman-7-banjarmasin-diungkap-pendekatan-diversi-dan-keadilan-restorasi-diutamakan/
Penulis Iman Satria
Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.