Demi Etalase ‘Venesia dari Timur’ di Veteran, Ancaman Banjir Justru Makin Besar

0

BANJARMASIN ditengarai mulai meninggalkan jati diri sebagai kota sungai. Banyak program atau proyek kontraproduktif dalam upaya penyelamatan sungai sebagai identitas bekas ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ini.

PAKAR hukum kontruksi dan arsitek senior Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalsel, Subhan Syarief mengungkapkan sejak awal proyek revitalisasi atau normalisasi Sungai Veteran justru yang paling mengemuka adalah pembuatan jalan arteri baru, bukan pelebaran sungai.

Lewat program National Urban Flood Resilience Project (NUFReP) dari pinjaman dana hibah Bank Dunia melalui Kementerian PUPR-Kemendagri berdana gede Rp 1 triliun dalam durasi 5 tahun pada 2023-2027 untuk 10 item kegiatan, ditaksir Rp 200 miliar digunakan untuk normalisasi sejumlah sungai di Banjarmasin, termasuk Sungai Veteran.

“Sewaktu program ini disosialisasikan oleh pihak Balai Wilayah Sungai Kalimantan III sebagai perpanjangan tangan dari Kementerian PUPR, telah disampaikan fakta bahwa semestinya Sungai Veteran diperlebar, bukan malah bangun jalan baru,” tutur Subhan Syarief kepada jejakrekam.com, Rabu (19/7/2023).

BACA : Bukti Inkonsistensi RTBL, Proyek Revitalisasi Sungai Veteran Dikritik Pakar Kota ULM

Doktor hukum konstruksi lulusan Unissula Semarang ini meminta agar program normalisasi Sungai Veteran yang kini digarap Dinas PUPR Kota Banjarmasin bisa mengembalikan lebar dan dalam sungai itu.

“Sungai Veteran merupakan kanal yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda sebagai jalur air untuk mengantisipasi banjir di Kota Banjarmasin. Fungsi utama ini harusnya dikembalikan,” kata magister teknik jebolan ITS Surabaya ini.

Menurut Subhan, ada ikhtisar jika lebar Sungai Veteran itu mencapai 19-20 meter dengan kedalaman 4 meter dengan panjang 3 kilometer, maka volume air yang bisa ditampung mencapai 200.000 meter kubik (m3).

BACA JUGA : Target I Bebaskan Lahan Hingga Simpang Ulin, Warga Siap-Siap Digusur Kena Proyek Revitalisasi Sungai Veteran

“Namun, faktanya ternyata lebar Sungai Veteran ini hanya dibuat sekitar 6 hingga 8 meter, bukan 10 hingga 20 meter pada mestinya dalam program normalisasi sungai,” tutur Subhan.

Dengan fakta lapangan, Subhan berpendapat mulai kawasan Tempekong Suci Nurani hingga depan Fakultas Kedokteran ULM, maka Sungai Veteran bisa lebar dalam kisaran 20 meter.

“Sedangkan, mulai kawasan Kurupan hingag Sei Tabuk atau kawasan Gatot Subroto bisa diatur lebar Sungai Veteran dengan rentang 8-12 meter,” ucapnya.

BACA JUGA : Berbiaya Rp 1 Triliun, BWS Kalimantan III Golkan Proyek Tangkal Banjir Banjarmasin, Ini Daftarnya!

Nah, menurut Subhan, jika alternatif pelebaran Sungai Veteran tidak bisa digarap karena terbentur rencana pembangunan jalan arteri baru, maka bisa dibuat jalan melayang (flyover) sehingga tidak menganggu sungai.

“Perhitungan teknis ini penting karena jika daya tampung kanal tidak memadai, masalah besar yang dihadapi Banjarmasin ke depan dan paling berbahaya adalah limpahan air. Ingat banjir besar pada 2021 merupakan contoh nyatanya,” kata Subhan.

BACA JUGA : Ngawur! Lebar Sungai Veteran Dikorting, Anang Desak Bank Dunia Tunda Program NUFReP Banjarmasin

Dia menganalisis penyebab banjir di Banjarmasin akibat serbuan air dari dua arah, baik dari hulu maupun hilir. “Seperti hulu Sungai Martapura itu selalu meluap kalau daerah pegunungan diterpa hujan deras. Sementara, dari hilir khususnya Sungai Barito dipengaruhi kenaikan permukaan air laut. Hal ini memaksa permukaan atau debit air Sungai Martapura ikutan naik,” paparnya.

Gambar rencana kawasan Veteran dengan kanal atau sungai di tengah diapit dua jalan. (Foto Istimewa)

———-

Menurut Subhan, dengan model program normalisasi Sungai Veteran yang diklaim ala Venesia dari Timur justru hanya mampu menampung 60.000 meter kubik atau maksimal hanya 100.000 meter kubik air.

BACA JUGA : Dangkal dan Menyusut, Mengembalikan Lebar Sungai Veteran Kembali Semula, Mungkinkah?

“Jangan sampai hanya demi memperindah etalase kota, khususnya kawasan Veteran atau Pecinan Laut terkait jalan dan lingkungan, justru Sungai Veteran dikorbankan dan malah memperparah banjir di kawasan itu,” imbuh Subhan.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Prof Dr Hadin Muhjad, mewanti-wanti pemerintah agar jangan melupakan sejarah dalam melaksanakan pembangunan.

BACA JUGA : Bukan Venesia dari Timur, Ini Analisis Ahli Konstruksi Soal Normalisasi Sungai Veteran!

Dia menjelaskan, membangun kota ini mesti berkaca dengan model pembangunan di era lampau. “Pembangunan yang ahistoris itu berbahaya. Bahkan menyesatkan. (Dalam konteks proyek revitalisasi Sungai Veteran), kita harus mendalami kenapa dulu ada kanal, kenapa ada sungai,” ujar pakar hukum lingkungan ini.

Dosen FISIP ULM, Fahrianoor, menilai sungai sejatinya mnenjadi urat nadi kehidupan bagi sebagian masyarakat di Kalsel.

BACA JUGA : Venesia dari Timur Hanya Pengalihan Isu Ibukota? Pakar Kota : Sungai Banjarmasin Sudah Lama Sakit

“Ambil contoh, di daerah hulu sungai, urang Banjar yang mengenal sungai dengan istilah batang banyu sangat menghormati sungai lewat praktik keseharian,” kata peneliti kemasyarakatan ini.

“Batang banyu itu artinya sandaran hidup. Urat nadi kehidupan. Ketika konsep itu dimanfestasikan dalam keseharian, maka akan muncul penghormatan terhadap sungai. Itu terbukti ketika saya riset di kawasan hulu sungai,” pungkas ahli komunikasi ini.

BACA JUGA : Jejak Sejarah Era Kolonial, Ihwal Banjarmasin Menjadi Kota Kanal (1)

Untuk mengingatkan, sematan Venesia dari Timur itu sebenarnya dibikin oleh Belanda. Sebenarnya, bukan hanya Banjarmasin, Kota Palembang, ibukota Provinsi Sumatera Selatan dengan Sungai Musi dan 300 anak sungainya, kabarnya kini tersisa hanya 97 sungai juga disebut-sebut sebagai Venice of The East atau Venetie van het Oostern.

Bahkan, predikat itu juga diberikan oleh Belanda kepada Kota Semarang, ibukota Provinsi Jawa Tengah, di samping beberapa kota lainnya di dunia seperti Dhaka dan Barisal di Bangladesh, Bandar Sri Begawan (Brunei Darussalam), Suzhou dan kota-kota lainnya di Tiongkok, Srinagar dan kota lainnya di India hingga Hiroshima dan Kyoto Jepang dan Hanoi (Vietnam) dan Bangkok (Thailand) juga mendapat sematan serupa.

Sementara dalam kajian planologi dan sejarah, termasuk konsep Herman Thomas Karsten, arsitek Belanda yang ditugaskan merancang kota-kota di Hindia Belanda, ketika itu malah menyebut Banjarmasin sebagai kota kanal. (jejakrekam)

Penulis Ferry/Donny Muslim
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.