Impor Pakaian Bekas Dilarang, Apa Dampaknya bagi Pedagang Konveksi di Banjarmasin?

0

DUA menteri sepakat untuk menerapkan belied pelarangan impor pakaian bekas demi melindungi industri konveksi dalam negeri.

PELARANGAN ini sebenarnya sudah dimulai sejak 2015 lewat terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51 Tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Kesepakatan itu juga diimplementasikan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki bersama Mendag Zulkifli Hasan dalam memberantas impor pakaian bekas ilegal.  Dengan belied ini, pemerintah ingin melindungi industri dan UMKM tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki dalam negeri dengan menutup keran impor pakaian bekas dari hulu he hilir, terutama para penyeludup yang merupakan importir atau produsen pakaian bekas impor ilegal.

BACA : Menikmati Akhir Pekan di Kawasan Pasar Baru, Ada Pakaian Bekas Hingga Sepatu Impor

Tak hanya dua kementerian, Presiden Joko Widodo juga menginstruksikan Bea Cukai Kementerian Keuangan dan Polri untuk masuk dalam kebijakan pelarangan impor sekaligus memberantas pakaian bekas ilegal.

Berdasar data Kemendag, impor ilegal pakaian dan alas kaki ilegal jumlahnyya sangat besar rata-rata 31 persen hingga 41 persen dari total pasar domestik.

Tercatat dalam periode 23-24 Maret 2023 terdapat 21 total laporan yang diterima, terdiri dari 17 laporan adanya praktik impor pakaian bekas. Terbanyak datang dari wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Riau, DI Yogyakarta, Sulawesi Utara (Sulut), Sulawesi Selatan dan Banten, termasuk impor pakaian bekas ini juga merambah marketplace digital.

BACA JUGA : Enteng di Kantong, Berburu Pakaian Bekas Korea di Pasar Tungging Tepi Jalan Tol

Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, salah satu sentra pakaian bekas atau barang loak terdapat di Jalan Pangeran Antasari atau Jalan Jati. Ditandainya dengan hadirnya kios-kios sepanjang jalan tersebut, menggantikan posisi Pasar Tungging di Jalan Belitung Darat yang telah direlokasi Pemkot Banjarmasin.

“Kami tahu ada pelarangan impor pakaian bekas dan lainnya dari pemerintah. Namun dalam praktiknya justru berbal-bal (karung) tetap bisa masuk ke pasaran Banjarmasin,” ucap Jabil, pedagang pakaian bekas di Jalan Pangeran Antasari Banjarmasin kepada jejakrekam.com, Jumat (14/7/2023) malam.

BACA JUGA : Diawali Pasar Tungging Belitung, Walikota Banjarmasin Target 26 Pasar Terapkan Aplikasi QRIS

Di kios sederhana dari bangunan kayu yang telah berdiri lebih dari 10 tahun itu, Jabil menjual beraneka model pakaian bekas, dari celana jins, jaket, selimut hingga sepatu dengan harga miring.

Menurut dia, penjualan pakaian bekas ini sebenarnya menjadi alternatif bagi masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah untuk mendapatkan sandang yang layak,

“Kalau kebijakan pelarangan ini diterapkan secara tegas, tentu kami tak bisa berbuat banyak lagi. Yang pasti, dari pembukaan lapak dan kios pakaian bekas di Banjarmasin sebenarnya menciptakan lapangan kerja baru,” ucap Jabil.

BACA JUGA : Murah Meriah, Pasar Tungging Harum Manis jadi Wadah Alternatif Berburu Baju Lebaran

Dia mengakui kebanyakan pakaian bekas itu didatangkan dari Surabaya melalui Pelabuhan Trisakti Banjarmasin. Terutama, produk konveksi asal Singapura, Malaysia, Vietnam, China, Taiwan, Jepang, Korea hingga Amerika Serikat.

“Makanya, pakaian bekas ini sering disebut barang kapal, karena harganya murah meriah. Kami tidak tahu apakah pakaian bekas ini kena pajak atau cukai. Yang pasti, kami beli dari pihak importir bukan menyeludup,” kata Jabil.

Kehadiran gerai atau lapak pakaian bekas diakui H Zainuddin, pemilik toko Fitri Pasar Ujung Murung Banjarmasin cukup berdampak terhadap angka penjualan pakaian baru.

BACA JUGA : Dimulai 2015, Permak Pasar Tungging Habiskan Dana Rp 6,6 Miliar Lebih

“Selama ini, lebih waktu Pasar Tungging sedang ramai-ramainya, penjualan pakaian baru memang turun drastis. Sebab, dari segi harga, tentu lebih murah pakaian bekas, apalagi barang kapal itu didatangkan dari negara-negara yang selama ini punya produk bagus,” papar Zainuddin.

Menurut Zainuddin, sewaktu Pasar Tungging sempat booming di awal tahun 2000-an, banyak pula toko atau kios pakaian baru di Pasar Ujung Murung dan pasar-pasar lainnya terpaksa guling tikar.

BACA JUGA : Bernilai Rp 600 Miliar, Investor Siap Bangun Pasar Modern Pasar Ujung Murung-Sudimampir Baru

“Tentu bagi kami, kebijakan pemerintah untuk melarang impor pakaian bekas itu patut didukung. Sebab, selama ini industri konveksi dalam negeri memang sangat terpengaruh,” kata Zainuddin.(jejakrekam)

Penulis Sirajuddin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.