Nasib Manusia Ditentukan pada Malam Nisfu Syaban, Apa Maksudnya?

0

Oleh: Khairullah Zain

ALAM semesta ini adalah malakut (kerajaan). Karenanya, Allah menyebut dirinya sebagai “Al-Maalik” (Sang Maharaja).

SEBUAH kerajaan tentu ada sistem. Sistem ini diciptakan Allah SWT bukan karena Allah Ta’ala tidak mampu berbuat dan bertindak sendirian. Ketika, Allah menetapkan malaikat Jibril sebagai penyampai wahyu, bukan berarti Allah tidak sanggup menyampaikan langsung. Ketika Allah menetapkan Raqib dan ‘Atid sebagai pencatat amal perbuatan manusia, bukan berarti Allah tidak tahu apa yang dilakukan makhluk-Nya.

Allah menciptakan sistem ada hikmahnya. Sistem diciptakan berjenjang, karena makhluk-Nya diciptakan dengan segala keterbatasannya. Masing-masing hanya mampu berbuat di levelnya, sesuai kapasitasnya.

Kembali ke Nisfu Sya’ban. Pada malam Nisfu Sya’ban, para pegawai Allah (baca: malaikat) yang bertugas di level paling bawah mencatat semua nasib jin dan manusia dalam setahun. Siapa yang lahir dan wafat di tahun itu, mereka catat. Semua rezeki jin dan manusia yang akan didapatkannya di tahun itu, mereka catat.

BACA : Sikap Nahdlatul Ulama (NU) Terhadap Pelestarian Lingkungan Hidup

Ini adalah perintah level paling bawah, sebelum dilaksanakan oleh para petugas (malaikat). Para pencatat ini menerima dari malaikat di atasnya, dan terus menyambung hingga ke Allah.

Adapun di sisi Allah, semua takdir sudah selesai. Dia sudah memutuskan segalanya dan itu adalah rahasia-Nya. Bila demikian, kenapa kita harus berdoa? Nabi SAW mengajarkan bahwa dengan adanya doa kita, takdir kita bisa saja diubah oleh Allah. Walau doa itu sendiri bagian dari takdir-Nya. Di sisi Allah, sebelum diturunkan ke malaikat, perubahan masih mudah. Karena sistem sepenuhnya ada dalam kuasa-Nya.

BACA JUGA : Wadai Ipau, Pizza Banjar Menggugah Selera Menu Berbuka Puasa Nisfu Syaban

Namun, ketika sampai ke malaikat, perubahan catatan menjadi tidak sederhana, satu takdir saja berubah akan ada rentetan takdir lain yang mengiringinya. Misal ketika umur si A diperpanjang, akan merentet ke rezekinya, ke nasib istrinya yang batal menjadi janda (muda?), ke anaknya yang selamat dari menjadi yatim, ke wakilnya yang gagal menggantikan jabatannya (bila ia pejabat), akan ada kouta internet lagi yang diperlukan (bila ia seorang gamers… hahahaha) dan seterusnya. Dan, ini melibatkan banyak malaikat.

Ah, ribet kan? Itulah sistem. Sekecil apa pun perubahan akan menjadi sesuatu yang besar. Nah, masalahnya, malaikat kadang bisa protes. Jangankan urusan perubahan takdir ini. Ketika Allah memutuskan untuk menciptakan manusia saja, ada malaikat yang protes. Masih ingatkan ceritanya. Ada kok dalam Alquran.

BACA JUGA : Ritual Malam Nisfu Sya’ban yang Penuh Kekhusyukan

Itulah kenapa sebelum catatan takdir Allah tentang nasib kita sampai ke jenjang terendah, mari kita perbanyak berdoa. Karena kesempatan untuk perubahan takdir masih terbuka. Bila perintah sudah turun dan sudah masuk sistem kerajaan, perubahannya akan sulit.

Kemudian, bagaimana dengan Malam Ketentuan (Lailatul Qadar), bukankah malam itu juga takdir manusia dicatat? Benar, tapi beda level pencatatannya. Malam Qadar itu levelnya lebih tinggi dalam sistem kerajaan Tuhan.

Jadi, keyakinan takdir dicatat pada Malam Qadar dengan pencatatan pada Malam Pertengahan Sya’ban tidak ada saling bertentangan (kontradiksi). Begitu mungkin kira-kira analoginya.(jejakrekam)

Penulis adalah Mudir Jam’iyyah Ahlit Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah (JATMAN) Kabupaten Banjar

Ketua Lembaga Bahtsul Masail PWNU Kalsel

Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.