Refleksi Hari Kesehatan Nasional 2022; Strategi Membangun Kemandirian dalam Pembangunan Kesehatan

0

Oleh : Dr dr Abd. Halim, SpPD. SH.MH.MM

PANDEMI Covid-19 yang terjadi sejak akhir 2019 telah memberi pelajaran berharga bahwa kemandirian dalam bidang kesehatan sangat esensial.

GAGALNYA sistem layanan kesehatan sehingga sampai sekarang pun masih berkutat pada masalah pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Berdasar data terakhir, misalkan hingga per 15 November 2022 yang positif 6.565.912 orang dengan jumlah meninggal 159.158 orang. Dalam sepekan, trend menaiknya kasus itu terbukti dengan adnaya penambahan angka yang positif, tercatat sebanyak 4.408 orang.

Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam mewujudkan kemandirian di bidang kesehatan. Antara lain seperti biaya kesehatan yang terus meningkat. Namun tidak efektif dan efisien dalam pemanfaatannya.

Masih banyak permasalahan kesehatan yang per sistem, beragam tantangan dalam peningkatan kualitas layanan primer,  akses ke layanan rujukan yang masih terbatas, ketergantungan kefarmasian dan alat kesehatan pada impor, kebutuhan peningkatan deteksi dini dan surveilans, serta penguatan respons terhadap situasi krisis.

BACA : Kontipasi Regulasi Virtual Hospital dan Telemedicine: Revisi UU Pradok Sebuah Harapan?

Kemudian, masalah pengeluaran kesehatan yang masih berfokus pada upaya kuratif, terdapat beragam skema pembiayaan kesehatan yang perlu diharmonisasikan, kekurangan jumlah dan pemerataan SDM kesehatan yang berkualitas, perencanaan kebutuhan dan pemetaan jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga kesehatan belum terintegrasi dengan penyediaan dan pemenuhannya.

Hingga soal pemanfaatan teknologi digital yang masih terbatas dan keterbatasan layanan laboratorium kesehatan masyarakat yang memenuhi standar dalam upaya promotif dan preventif.

BACA JUGA : Harapan Hukum Kedokteran dan Kesehatan Vs Oligarki Politik dan Finansial

Sejak ditetapkannya Renstra Kementerian Kesehatan pada tahun 2020, telah terjadi disrupsi besar-besaran dalam kehidupan manusia bahkan pada skala global karena adanya pandemi Covid-19. Wabah Covid-19 yang kemudian diperkirakan akan menjadi endemik, memaksa pemerintah di seluruh dunia untuk menyesuaikan kebijakan sekaligus membangun konsep untuk perubahan cara hidup masyarakat.

Kemudian, Menteri Kesehatan (Menkes) pada 22 April 2022 mengeluarkan  Permenkes 13 tahun 2022 sebagai perubahan atas Permenkes 21 Tahun 2020 tentang Restra 2020-2024, yang kemudian disebut sebagai Transformasi Kesehatan yang berfokus pada 6 pilar transformasi sistem kesehatan.

BACA JUGA : Mencermati RUU Praktik Kedokteran Usulan Pemerintah

Membangun kemandirian dalam bidang kesehatan dapat dimulai dengan pilar ketiga yaitu fokus melakukan riset dan membangun industri bidang kesehatan  terhadap alat kesehatan dan obat-obatan hingga vaksin , baik yang sudah tersedia ataupun masih dalam tahap pengembangan.

Hal ini dilakukan guna meningkatkan produksi, sehingga pada akhirnya dapat menjaga ketersediaan stok baik saat normal maupun saat ada lonjakan seperti pada wabah. Pengadaan dan peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM) kesehatan khususnya dokter dan dokter spesialis yang sampai saat ini masih kurang. Bahkan, rasionya dengan jumlah penduduk yang masih lebar dan di bawah standar WHO dan negara tetangga ASEAN.

BACA JUGA : RUU Pendidikan Kedokteran; Harapan Besar Bagi Masyarakat dan Dokter

Dengan program beasiswa dan afirmasi dari daerah juga membuka pusat pendidikan spesialis dengan tetap memperhatikan mutu pendidikan harus menjadi prioritas demi kemandirian bidang kesehatan dan meminimaliser WNI yang berobat keluar negeri.

Kemudian, mendorong Medical Tourime di Indonesia sehingga  dapat meningkatkan devisa membangun pusat rujukan baru di berbagai daerah dengan layanan unggulan sesuai kebutuhan pasien juga memberikan dampak kemandirian luar biasa sehingga pengeluaran devisa berobat keluar negeri bisa ditekan.

BACA JUGA : Akselerasi Benih Tranformasi Regulasi (Revisi) Praktik Kedokteran dan Dokter Indonesia

Tidak kalah pentingnya adalah program kesehatan promotif dan preventif di tingkat layanan primer seperti puskesmas, puskesmas pembantu, polindes, perawat dan bidan di desa jaga meningkatkan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Hal ini merupakan amanat dalam UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, terutama pada Pasal 174.

Di era revolusi industri 4.0 dan 5.0, digitalisasi layanan kesehatan dapat dimanfaatkan untuk promotive dan preventif sedangkan untuk kuratif dan rehabilitatif perlu landasan hukum dan etik yang jelas dan pasti. (jejakrekam)

Penulis adalah Pengurus HAMO PERSI Pusat dan Litbang PERDAHUKKI Pusat

Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.