Kontipasi Regulasi Virtual Hospital dan Telemedicine: Revisi UU Pradok Sebuah Harapan?

0

Oleh : Dr. dr Abd.Halim, SpPD.SH.MH.MM

TRANSFORMASI digital telah berperan dalam hal revolusi berbagai industri, khususnya dalam bidang kesehatan. Teknologi di bidang kesehatan memungkinkan seorang individu untuk mendapatkan hidup yang lebih sehat, usia harapan hidup yang lebih panjang, dan kehidupan yang lebih produktif.

HIKMAH besar dari pandemi Covid-19 adalah  membawa perubahan mendasar bagi industri pelayanan kesehatan (healthcare industry) di seluruh dunia. Mengingat tingkat penularan Cocid 19 snagat cepat dan tinggi, teknologi telehealth dan telemedicine dapat menjadi cara yang efektif and efisien untuk mengatasi penyebaran virus secara baik serta mengurangi tekanan pada kapasitas rumah sakit.

Selain telemedicine, beberapa teknologi kesehatan lainnya di era industri 4.0 yang sudah berkembang dan dimanfaatkan oleh berbagai fasilitas pelayanan antara lain adalah artificial intelligence/ kecerdasan artifisial, blockchain, IoT (internet of things), dan pelayanan robotic.

BACA : Akselerasi Benih Tranformasi Regulasi (Revisi) Praktik Kedokteran dan Dokter Indonesia

Hospital without wall dengan konsep Virtual Hospital merupakan  penggunaan teknologi informasi dalam dunia pelayanan medis. Menurut American Academy of Family Physicians (AAFP), Telemedicine adalah praktik kedokteran yang menggunakan teknologi atau alat telekomunikasi untuk memberikan perawatan dari jarak jauh.

Di sisi lain, Telehealth memiliki definisi yang lebih luas dan mengacu pada pelayanan kesehatan jarak jauh secara klinis maupun non klinis. Menurut WHO, ada empat hal yang mendasari keberadaan Telemedicine, yakni: (1) bertujuan sebagai pendukung perawatan secara klinis, (2) menjadi solusi atas masalah jarak dan geografis dalam layanan kesehatan, (3) inovasi menggunakan teknologi informasi baru, dan (4) meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat.

Konstipasi Regulasi

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Republik Indonesia Nomor 409 Tahun 2016 tentang Uji Coba Program Pelayanan Telemedicine  berbasis Video Confrence dan Teleradiologi  dan kemudian pada tahun 2019, dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik (PMK) Indonesia Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

BACA JUGA : Mencermati RUU Praktik Kedokteran Usulan Pemerintah

Pada saat Pandemi Covid-19, KKI  mengeluarkan Perkonsil Nomor 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran Melalui Telemedicine Pada Masa Pandemi Covod-19 di Indonesia. Regulasi ini hanya berlaku pada saat pandemi Covid-19 dan tidak berlaku lagi apabila konsidi pandemi dicabut. Dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Pradok atau UU PK) justru belum ada pengaturan tentang pelayanan praktek kedokteran berbasis digital ini sehingga membuat peluang untuk pelanggaran hukum.

Kewajiban membuat Rekam medis dan Menjaga Kerahasiannya dengan konsekwensi sanksi pidana. Regulasi E-rekam medis dan keamanan datanya belum ada payung hukumnya . Banyak kasus kebocoran data pribadi seperti pada aplikasi Peduli Lindungi dan dukcapil, membuat seram bagi kerahasiaan data penyakit dan rekam medis pasien.

BACA JUGA : Kewajiban Etik dan Hukum bagi Dokter dalam Menjalankan Praktik Kedokteran dan Aspek Pidananya

Dan, saat ini sudah lebih 15 Aplikasi mobile dan telah melakukan pelayanan kesehatan (yankes) baik promotif, kuratif dan rehabilitatif padahal menurut PP Nomor 47 Tahun 2016 terutama Pasal 3 ayat (1), aplikasi tersebut tidak termasuk fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).

Hal ini jelas pelanggaran hukum dengan sanksi pidana kurungan (pasal 78 Undang-Undang Praktik Kedokteran atau baca UU PK). Belum lagi masalah surat izin praktik (SIP) tenaga kesehatan (nakes) yang melayaninya dimana aplikasi berada dalam dunia maya dan regulasi SIP dalam UUPK berbasis tempat (Pasal 37 ayat 3 UU PK).

BACA JUGA : Legalitas Praktik Kedokteran Melalui Audio Visual (Telemedicine) Saat Pandemi Covid-19

Dan ada kewenangan sekaligus kewajiban untuk melakukan pemeriksaan fisik dan mental (Pasal  35 UU PK). Dari tinjauan Etik kedokteran, bahwa dokter wajib memeriksa langsung dan yakin keberanyan berdasarkan fakta medis (Kodeki pasal 7). Revisi UU PK  berdasarkan teori hukum progresif  dengan paradigma constructivism sebuah solusi yang urgen untuk mengatasi konstipasi ini.(jejakrekam)

Penulis adalah Founder Idaman Justutia Law Firm

.

Pencarian populer:https://jejakrekam com/tag/dr-abdul-halim/,praktek doktor haji abdul halim sppd banjarmasin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.