Tugu Ikon Kampung Ketupat Ambruk, Pakar Kota ULM: Bukti Konsep Arsitektur Hijau Isapan Jempol

0

INSIDEN ambruknya ikon atau landmark berbentuk sculpture ketupat di Kawasan Wisata Mandiri (KWM) Kampung Ketupat Sungai Baru Banjarmasin, justru membuktikan konsep arsitektur hijau yang diterapkan hanya isapan jempol.

HAL ini dikatakan pakar kota dari Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Akbar Rahman menganalisis robohnya tugu ikon Kampung Ketupat pada Kamis (17/11/2022) sekira pukul 17.45 Wita.

Menurut dia, jika diperhatikan dari insiden robohnya tugu ikon Kampung Ketupat disebabkan beberapa faktor.

“Proposi bentuk yang tidak seimbang. Adanya rongga yang bisa menangkap angin. Terpenting lagi adalah kemampuan struktur menopang bentuk sculpture ketupat. Termasuk pula, harusnya memperhatikan aerodinamik terhadap angin,” tutur Akbar Rahman kepada jejakrekam.com, Sabtu (19/11/2022).

BACA : Gunakan Bambu Apus dan Loksado, Konsep Arsitektur Hijau Diterapkan di Kampung Ketupat Sungai Baru

Doktor urban design lulusan Saga University Jepang ini mengatakan perlu diketahui bahwa sungai atau tepi sungai, terkhusus di bantaran Sungai Martapura merupakan area terbuka yang memiliki kecepatan angin yang tinggi.

“Makanya, perlu pertimbangan khusus untuk bangunan agar tahan terhadap angin kencang. Berkaca pada struktur atap tenda Menara Pandang yang beberapa tahun lalu juga pernah diterjang angin,” tutur arsitektur dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalsel.

Akbar mengatakan dari fakta yang ada, hal ini menegaskan bahwa area Sungai Martapura memang berisiko tinggi terhadap angin kencang atau angin puting beliung.

BACA JUGA : Diterjang Angin Kencang, Tugu Ikon Kampung Ketupat Sungai Baru Berstruktur Baja Ringan Dan Bambu Roboh

“Hal ini seharusnya menjadi catatan penting dalam desain. Apalagi desain yang diterapkan di Kampung Ketupat, Sungai Baru diklaim berkonsep arsitektur hijau. Jadi, kesan kuatnya hanya isapan jempol belaka,” ucap Koordinator Prodi Arsitektur Fakultas Teknik ULM.

Akbar yang juga Ahli Bangunan Hijau Indonesia (ABHI) menegaskan prinsip arsitektur hijau justru tidak sepenuhnya diterapkan pada desain Kampung Ketupat, Sungai Baru.

BACA JUGA : Dandani Kampung Ketupat Sungai Baru Rp 6 Miliar, Walikota Ibnu Sina Ingin Cepat Selesai

Dia merincinkan seperti penggunaan bahan lokal tidak maksimal. Faktanya, bambu apus yang digunakan sebagian didatangkan dari Yogyakarta.

Konsep tugu atau landmark Kampung Ketupat Sungai Baru yang ditawarkan pihak ketiga kepada Pemkot Banjarmasin. (Foto Dokumentasi JR)

“Ternyata hal itu menjadi salah satu kebanggaan dari perencana. Tentu hal ini salah kaprah, karena arsitektur hijau itu harus memaksimalkan bahan lokal agar proses pembangunan lebih murah, ditambah pada proses pelaksanaan menggunakan tenaga kerja lokal,” beber Akbar.

BACA JUGA : MoU Kawasan Kota Lama Dan kampung Ketupat, Pulihkan Ekonomi Bersama Pengembang

Kemudian, masih kata dia, rancangan wajib ramah lingkungan. Dengan robohnya bangunan menunjukkan desain tidak tanggap terhadap kondisi lingkungan tepian Sungai Martapura yang memiliki risiko angin yang cukup tinggi. “Terbukti telah terjadi hal serupa di struktur tenda Menara Pandang,” ucapnya.

Masih kata Akbar, konsep ruang terbuka tidak ramah lingkungan. Adanya pagar yang cukup tinggi di sisi jalan menunjukkan bahwa ruang terbuka ini menutup akses ke masyarakat lokal.

“Padahal, konsep arsitektur hijau harus dapat beradaptasi terhadap kondisi setempat atau sering disebut berkontekstual. Pagar menutup kontak sosial dengan Kampung Ketupat Sungai Baru,” imbuh Akbar.

BACA JUGA : Menyoal Konsep Kampung Tematik, Antropolog ULM : Jangan Sasiranganisasi Diterapkan di Banjarmasin

Untuk itu, Akbar menyarankan agar konsep yang kini diterapkan di Kampung Ketupat Sungai baru perlu ditinjau bagaimana aspek desain ruang terbuka ini ketika melewati proses periznan pembangunan.

“Sekarang dikenal dengan persetujuan bangunan gedung (PBG) menggantikan istilah izin mendirikan bangunan (IMB), apakah sudah direview sebelumnya? Tentu hal ini bisa dibuktikan dengan berita acara pemeriksaan desain atan usulan rancangan,” ucap Akbar.

BACA JUGA : Terancam Digusur, Bantaran Sungai Kuin Bakal Dibangun Dermaga Pasar Terapung?

Apalagi, menurut Akbar, kabarnya dana yang digelontorkan cukup gede mencapai Rp 6 miliar, meski tidak bersumber dari APBD Banjarmasin karena menggunakan ‘dana talangan’ dari pihak ketiga.

“Inilah mengapa saya sangsi dengan klaim di Kampung Ketupat Sungai baru itu menerapkan konsep arsitektur hijau. Padahal, konsep itu jelas memaksimalkan potensi bahan lokal dan tenaga kerja lokal, sisanya bangunan harus ramah lingkungan dan low energy,” papar Akbar.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.