Jadi ‘Wadah Badamai’, Kajati Kalsel Resmikan 10 Rumah Restorative Justice di Kabupaten HSU

0

KEPALA Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalimantan Selatan, Mukri meresmikan 10 rumah Restorative Justice (RJ) di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) di Amuntai, Kamis (3/11/2022).

PERESMIAN 10 rumah restorative justice itu dipusatkan di Aula Idham Chalid Amuntai dan disaksikan unsur Forkopimda HSU,  serta para petinggi Kejati Kalsel dan Kejari HSU.

Kajati Kalsel Mukri menegaskan dibentuknya progam rumah restorative justice ini adalah sebagai bentuk penyelesaian kasus pidana umum di masyarakat lewat dialog dan musyawarah.

“Program restorative justice bertujuan untuk mengubah stigma negatif di masyarakat kepada aparat penegak hukum dalam penanganan perkara pidana,” ucap Mukri.

BACA : Diresmikan Kajati Kalsel, Kini Banjarmasin Punya Rumah Restorative Justice Baiman

Dia mencontohkan ada kasus pencurian pelapah kelapa, pencurian sendal atau pencurian satu, dua batang kayu. Hingga, kemudian bergulir ke persidangan.

Mukri mengatakan beranjak dari dinamika kondisi problematika di masyarakat tersebut, Mukri mengatakan Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai membuat terobasan baru melalui Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 terkait penyelesaian perkara di luar persidangan yaitu restorative justice.

“Akan membuat putusan seringan-ringannya terkait perkara-perkara yang memang secara substansi sudah diselesaikan kedua belah pihak,” tutur Mukri.

BACA JUGA : Kajati Perintahkan Rumah Restorative Justice di 13 Kabupaten/Kota se-Kalsel Segera Dibentuk

Namun kendati demikian, dia menyebut tidak semua perkara bisa dilakukan pencabutan tuntutan melalui instrumen restorative justice

Adapun syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan penyelesaian restorative. Di antaranya tindak pidana yang dilakukan pelaku merupakan perbuatan yang ancaman hukumannya di bawah 5 tahun.

“Terus pelaku yang melakukan kerugian secara materil maka tidak lebih dari Rp2,5 juta. Kemudian syarat berikutnya, adanya perdamaian secara kedua belah pihak antara pelaku dan korban dengan mengikutsertakan dari pihak keluarga, tokoh masyarakat dan penyidik dalam penanganan kasus,” paparnya.

BACA JUGA : Perdana Di Kalsel, Desa Lungau Jadi Kampung Restorative Justice

Masih kata Mukri, ketika syarat-syarat itu terpenuhi, maka penuntut umum selaku pemegang hak penuntutan sudah dapat mengambil keputusan untuk perkara ini apakah layak atau tidak dilimpahkan ke pengadilan.

Dirinya berharap dengan adanya rumah restorative justice ini dapat mewujudkan ketentraman dan kedamaian bagi masyarakat.

Selain itu, kata Mukri, juga memberikan penyelesaian permasalahan hukum dengan perkara ringan, sehingga bisa pulih kembali seperti semua seperti tidak pernah ada terjadi sesuatu.

BACA JUGA : Tangani Perkara Tindak Pidana Koneksitas, Wakajati Kalsel Lantik Aspidmil Kolonel Chk Destrio Ivano

“Makanya, Jaksa Agung memberikan suatu terobasan sehingga untuk perkara-perkara seperti ini (perkara ringan) yang tidak ada manfaat untuk sampai dibawa ke pengadilan,” pungkas Mukri.

Pelaksana Harian Bupati HSU diwakili Plt Asisten Pemerintahan dan Kesra Setdakab HSU Amberani menyambut baik dan memberikan apresiasi atas pembuatan rumah RJ atau “Wadah Badamai” di 10 desa yang tersebar di 10 kecamatan se-Kabupaten HSU.

“Karena kami (Kabupaten HSU) terdapat 10 kecamatan, maka secara data masing-masing di setiap kecamatan ada satu desa yang ditempatkan restorative justice.” katanya.

BACA JUGA : Kejati Kalsel Amankan Proyek Strategis, Selamatkan Keuangan Negara 26 Miliar Lebih

Menurutnya, rumah restorative justice merupakan bentuk kepedulian Kejaksaan Tinggi Kalsel dan Kejaksaan Negeri HSU dengan memberikan kepercayaan kepada masyarakat dalam menyelesaikan perkara secara musyawarah.

“Kehadiran rumah restorative justice ini diharapkan mampu menggali kearifan lokal dalam rangka mengimplementasikan nilai-nilai di masyarakat nantinya,” pungkas Amberani.(jejakrekam)

Penulis Muhammad
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.