Kasus Stunting Tinggi, Kalsel Kandidat Paru-Paru Dunia yang Tengah Alami Krisis

0

MEMPERINGATI Hari Pangan Sedunia, elemen aktivis lingkungan dari Walhi Kalsel, Lingkar Studi Ilmu Sosial Kerakyatan (LSISK), Sahabat Walhi, Lingkar Hijau Indonesia, Mapala Graminea, dan Mapala Apache, mahasiswa, gerakan kolektif serta beberapa masyarakat sipil helat aksi damai di Bundaran Simpang Empat Banjarbaru, Minggu (16/10/2022).

DALAM aksi damai itu, mereka menyoroti Kalimantan Selatan sebagai salah satu kandidat paru-paru dunia yang sedang mengalami krisis.

“Krisis yang dialami Kalsel disebabkan aktivitas industri ekstraktif dan bermuara pada perubahan iklim global. Ini yang menjadi ancaman besar terhadap para petani dan nelayan kecil yang senantiasa menyediakan pangan kepada kita semua,” ucap Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono dalam orasinya.

Cak Kiss sapaan akrabnya bilang, adanya momen hari pangan sedunia ini penting karena bukan hanya sekedar seremonial tetapi bentuk keprihatinan pada nasib pangan yang kian hari terhimpit industri pertambangan dan perkebunan monokultur besar seperti sawit.

BACA : Kasus Longsor Berulang, Walhi Ungkap 456 Ribu Meter Jalan Nasional di Kalsel Dikepung Izin Tambang

“Walhi Kalsel menilai kebijakan pangan di Kalsel seperti dikesampingkan, terlebih lagi dengan alasan iklim investasi. Padahal secara umum Kalsel punya catatan buruk. Salah satunya tingkat stunting di Kalsel yang cukup tinggi di tengah eksploitasi besar-besaran tambang batubara dan sawit,” beber Cak Kis.

Atas dasar itu, Walhi yang menginjak usia ke-42 tahun ini menilai jika kesejahteraan dapat diukur dengan eksploitasi sumber daya alam. Bahkan, Kalsel menjadi urutan pertama yang rendah stunting. Kenyataannya hal itu tidak terbukti dengan banyaknya riset dan kajian soal stunting.

BACA JUGA : Walhi Sebut Kalsel Sedang Sakit, Lahan Pertanian Terancam Ekspansi Tambang dan Sawit

Belum lagi, perihal kebijakan terkait pertanian yang belum jelas secara kewilayahan, Cak Kiss menyebut karena posisi lahan pertanian sampai sekarang tidak jelas dimana lokasi lahan pertanian berkelanjutan.

“Berbanding terbalik dengan ekspansi wilayah pertambangan batubara dan sawit yang manyandera lebih dari 50 persen wilayah Kalsel yang total luasnya 3,7 juta hektare,” paparnya.

“Indonesia dan Kalsel harusnya menjadi potret kedaulatan pangan, artinya semakin sedikit kita impor semakin tinggi juga daya produksi pangan kita,” sambung Cak Kiss.

BACA JUGA : Berdayakan Masyarakat, Walhi Kalsel Pamerkan Aneka Produk Andalan Olahan Rawa Gambut

Selain itu, kata Cak Kiss, kebutuhan pokok masyarakat terkait gizi akan selalu terpenuhi tanpa ada rasa takut akan dampak stunting.

Aktivis lingkungan dan elemen masyarakat sipil saat menggelar aksi damai di Bundaran Simpang Empat Banjarbaru. (Foto Sheilla Farazela)

Dalam aksi damai itu, Walhi Kalsel dan beberapa elemen lainnya mengusung 9 tuntutan. Yakni :

1. Mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik pertanian dan perkebunan warga dengan perusahaan perusak lingkungan yang menyebabkan rusaknya lahan kelola rakyat.

2. Mendesak pemerintah untuk menurunkan harga pupuk dan segala macam obat baik pertanian maupun perkebunan serta memberikan akses yang mudah kepada petani.

BACA JUGA : Momentum Ramadhan, Walhi Kalsel Ajak Semua Pihak “Hijrah” dari Investasi Kotor

3. Mendesak Gubernur Kalimantan Selatan untuk membuat regulasi yang jelas mengatur harga jual bahan pangan hasil dari perkebunan dan pertanian yang berpihak kepada para petani.

4. Mendesak pemerintah untuk melakukan perbaikan dan pemulihan kepada para petani yang lahannya terdampak bencana alam atau pun bencana yang dibuat oleh perusahaan perusak lingkungan.

5. Mabes Polri dan Kapolda Kalsel harus segera melakukan penegakan hukum terhadap perusak lingkungan, khususnya pertambangan dan perkebunan sawit, dan kejahatan lingkungan yang menimbulkan kerusakan pada lahan masyarakat.

6. Mendesak pemerintah untuk berkomitmen dan melaksanakan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas bahan pangan.

BACA JUGA : Bumi Lagi Sakit, Walhi Kalsel dan Jejaringnya Kampanyekan Tolak Investasi Kotor

7. Pemerintah harus menghentikan izin baru pada korporat perusak lingkungan, izin sering kali menyebabkan kerusakan lingkungan yang berakibat pada kelangkaan bahan pangan.

8. Perbaikan dan pemulihan kerusakan lingkungan termasuk sungai, drainase, jalan dan infrastruktur lainnya dan terkhusus lahan-lahan persawahan yang rusak akibat banjir.

9. Mengevaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk pro terhadap lingkungan dan kedaulatan pangan.(jejakrekam)

Penulis Sheilla Farazela
Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.