Bumi Lagi Sakit, Walhi Kalsel dan Jejaringnya Kampanyekan Tolak Investasi Kotor

0

BENCANA ekologis yang mendera Kalimantan Selatan silih berganti hingga berjilid-jilid baik berupa banjir, longsor dan lainnya menjadi atensi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

BERSAMA elemen jejaring Walhi Kalsel seperti Lingkar Studi Ilmu Sosial dan Kerakyatan (LSISK) dan Forum Pedagang Kaki Lima Lapangan Murdjani (Forkamu) dalam peringatan Hari Bumi yang jatuh pada 22 April diisi dengan berbagai aksi sosial, Jumat (23/4/2022).

Aksi sosial berupa pembagian bibit tanaman buah, takjil, dan orasi lingkungan dihelat di depan Taman Van Der Pijl, Banjarbaru. Aktivis lingkungan dan jejaring Walhi Kalsel pun menggaungkan isu Pulihkan Bumi, Tolak Investasi Kotor.

Ada 300 bibit tanaman buah dari Balai Perbenihan Tanaman Hutam Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalsel hingga 250 menu takjil dibagikan kepada para pengguna jalan di kawasan pusat Kota Banjarbaru dengan pengawalan personel kepolisian.

BACA : Tolak Solusi Iklim Palsu COP 26, Walhi Kalsel Bentangkan Spanduk #SaveMeratus di Sungai Barito

Peringatan Hari Bumi Sedunia ini juga dikaitkan Walhi Kalsel dengan kerusakan lingkungan yang makin massif di Banua. Tercatat, pada 2021 lalu, banjir besar hingga tanah longsor melanda Kalsel, nyaris memporak-porandakan infastruktur hingga pemukiman warga.

“Bencana ekologis seperti longsor dan perubahan kontur tanah di area tambang. Kenaikan air laut juga memperparah banjir kiriman dari hulu yang dapat merendam lebih lama,” kata orator dari jejaring Walhi di lapangan dengan membentang spanduk merak bertuliskan Save Meratus.

BACA JUGA : Konflik Agraria, Rakyat Selalu Kalah, Walhi Kalsel Desak Pemerintah Usut Perusak Lingkungan

Bagi Walhi Kalsel, semua bencana itu adalah dampak dari perubahan iklim atau pemanasan global yang merupakan akumulasi dari kerusakan lingkungan seperti eksploitasi oleh pertambangan, kebakaran hutan dan lahan, pembakaran bahan bakar fosil, PLTU Batubara, perkebunan monokultur skala besar, dan bentuk eksploitasi alam lainnya.

Hal ini juga berkelindan dengan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang membuat laporan terbaru pada 28 Februari 2022. Laporan terbaru tersebut merupakan laporan ke dua dari tiga laporan penilaian IPCC ke- 6.

Aktivis Walhi Kalsel dan jejaringnya saat membagikan bibit pohon dan takjil buka puasa di ruas Jalan A Yani Banjarbaru depan Taman Van Der Pijl Banjarbaru, (Foto Istimewa)

Salah satunya dalam laporan tersebut menggambarkan hubungan aktivitas manusia dan perubahan iklim secara tegas dan mengatakan suhu global telah meningkat 1,1° celcius sejak abad ke- 19.

BACA JUGA : Lubang Pasca Tambang Jadi ‘Destinasi Maut’, Walhi Kalsel Tuntut Perusahaan Bertanggungjawab

“Bukti riset seperti itulah yang membuat Walhi dengan tegas menolak investasi kotor yang hanya akan menambah potensi perubahan iklim semakin parah,” ucap Koordinator Laporan, Muhammad Jefry Raharja.

Menurut dia, setidaknya dengan kegiatan kecil membagikan bibit tanaman buah ini dapat kembali mengingatkan bahwa bumi sedang tidak baik-baik saja.

“Agenda Hari Bumi Sedunia ini bisa menjadi agenda inklusif bukan hanya untuk pecinta alam dan organisasi lingkungan, tetapi juga mewabah menjadi kesadaran personal dan semua manusia penghuni bumi,” ucap Jefry Raharja.

BACA JUGA : Dikabulkan MA, Walhi Kalsel Sebut Meratus Masih Belum Aman

Senada itu, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono menegaskan bahwa bumi lagi sakit, jangan sampai manusia menjadi spesies yang paling bodoh dan jahat karena merusak rumahnya sendiri.

“Selama ini investasi kotor seperti pertambangan dan perkebunan monokultur skala besar hanya memperlebar ketimpangan dan menimbulkan banyak konflik lahan dan penggusuran, baik antara warga melawan perusahaan atau warga dengan pemerintah,” papar aktivis berambut gondrong ini.

BACA JUGA : Nonbar A Forest of Fortune, Walhi Ungkap Kalsel Sudah Darurat Bencana Ekologis

Cak Kiss-sapaan akrab aktivis lingkungan senior ini menekankan pentingnya memulihkan kondisi lingkungan yang semakin menurun kualitasnya.

“Banyaknya perizinan industri ekstraktif yang tumpang tindih dan menambah sakitnya bumi ini agar segera dilakukan evaluasi dan audit lingkungan,” pungkas Cak Kiss.(jejakrekam)

Penulis Sheilla Farazela
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.