Lubang Pasca Tambang Jadi ‘Destinasi Maut’, Walhi Kalsel Tuntut Perusahaan Bertanggungjawab

0

BELUM lama ini, tepatnya pada Jumat (12/6/2020) lalu, seorang warga Kabupaten Banjar dikabarkan tenggelam di lubang yang menjadi danau bekas galian tambang di Desa Rantau Nangka, Kecamatan Sungai Pianang.

KORBAN yang diketahui bernama Kasyful Anwar (40 tahun) merupakan warga desa Paputik, berbatasan dengan Desa Rantau. Ia ditemukan dua hari setelah dikabarkan tenggelam, tepatnya pada Minggu (14/6/2020).

Berdasar dari catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel, kejadian maut di lokasi eks tambang seperti ini tak hanya terjadi sekali itu saja. Sehingga hal tersebut membuat Walhi geram dan langsung melakukan penelusuran.

Melalui penelusuran pada peta izin tambang di wilayah Kalsel, organisasi pemerhati lingkungan hidup ini menemukan fakta bahwa korban asal Kabupaten Banjar tersebut tenggelam berada di konsesi PD Baramarta.

Baramarta ialah Perusahaan Daerah milik Kabupaten Banjar pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) berstatus Operasi Produksi.

BACA : Pertambangan Ilegal Masih Marak, KPK Bawa Data Temuan dari Kalsel

Selain itu, Walhi melakukan penelusuran melalui peta citra satelit Google Earth tahun 2018. Hasilnya, Walhi menemukan genangan air asam tambang (AAT) seluas 20 hektare dari lubang dengan panjang 963 meter dan keliling 2.243 meter.

“Terpantau pada citra lubang tambang ini memang sudah ditinggalkan tanpa ditutup,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono dalam siaran pers yang diterima jejakrekam.com, Senin (15/6/2020).

Kemudian, kata Kisworo, Walhi menelisik peta citra satelit pada sepuluh tahun sebelumnya, Baramarta masih terlihat beroperasi di wilayah itu pada 2009 sampai beberapa tahun berikutnya. Saat itu, luas lahan terbuka milik Baramarta seluas 104 hektare dan genangan AAT seluas 5,25 hektare di lubang sepanjang 688 meter.

“Di tahun 2012 terlihat sudah dilakukan reklamasi pada bukaan tambang, namun tidak pada lubang tambang. Lubang tambang masih saja menganga,” cecarnya.

BACA JUGA : 10 Tahun Konflik Lahan di Kalsel, Rakyat Selalu Kalah

“Lubang tambangdiduga milik Baramarta berhimpitan dengan sungai bahkan menyatu di beberapa sisinya,” masih kata Kisworo.

Menurutnya, hal itu jelas sangat bertentangan dengan regulasi yang mengatur tentang perlindungan sempadan sungai. Itu terlihat di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai.

Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono

“Di sana diatur tentang sempadan sungai paling sedikit 50 meter kiri dan kanan sungai untuk sungai kecil dan sampai 500 meter untuk sungai besar. Sempadan sungai yang fungsinya untuk konservasi tidak seharusnya juga ditambang,” tegas Kisworo.

Menurutnya, dengan adanya kubangan AAT sepanjang hampir satu kilometer di konsesi Baramarta ini menunjukkan bahwa tindakan reklamasi tidak dilakukan sepenuhnya sesuai PP 78/2010 tentang Reklamasi Pasca Tambang, sehingga memakan korban.

Dengan adanya kejadian ini, lanjut Kisworo, Walhi Kalsel menuntut perusahaan untuk bertanggungjawab atas kematian pria berusia 40 tahun tersebut karena menjadi korban tenggelam di lubang eks tambang diduga milik Baramarta.

BACA JUGA : 196 Lubang Bekas Tambang Batubara Belum Direklamasi

Selain itu, Walhi juga meminta perusahaan untuk menutup seluruh lubang tambang. Serta mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjar untuk memperhatikan keselamatan rakyat dengan menaati aturan yang berlaku.

Menurut Kisworo, dalam sejumlah pemberitaan Baramarta selalu memperoleh Proper Biru. Penghargaan perusahaan yang telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku (telah memenuhi semua aspek yang dipersyaratan oleh KLH).

“Ternyata Baramarta memiliki lubang bekas tambang yang mematikan. Artinya indikasi kriteria dalam pemberian penghargaan itu berbeda dengan kondisi di lapangan,” tegas akivis berambut gondrong ini.

BACA JUGA : Enam Kali WTP, BPK Perintahkan Pemprov Kalsel Tagih Dana Reklamasi Tambang

Selain memakan korban jiwa, lanjutnya, lubang tambang yang mengandung AAT juga membahayakan kehidupan. AAT yang mengandung logam berat berbahaya jika dilepas ke sungai akan mencemari ekosistem sungai yang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi manusia terutama bagi anak dan kesehatan reproduksi perempuan.

“Ada banyak kasus anak lahir cacat akibat ibunya bersentuhan dengan air tercemar logam berat,” ujarnya.

“Walhi Kalsel menuntut Kementerian ESDM untuk mencabut status Proper Biru pada PD Baramarta. Pemberian penghargaan seperti itu nyatanya tidak berguna ketika ada korban mati tenggelam di lubang tambang Baramarta,” tambahnya dengan tegas.

Mereka menilai, kejadian seperti ini akan kembali terjadi mengingat saat ini terdapat ratusan lubang bekas tambang di Kalsel yang masih menganga.

Mengutip dari catatan Walhi, di Kalsel terdapat sebanyak 814 lubang di delapan Kabupaten. Terbanyak ada di Tanah Bumbu sebanyak 264 lubang, Tanah  Laut (223), dan Kabupaten Banjar (117 lubang). Lubang-lubang tersebut berada di luar dan dalam konsesi.

“Terhitung ada 638 lubang berada di 123 konsesi. Artinya ada 176 lubang di luar konsesi yang diduga adalah pertambangan ilegal atau pertambangan tanpa izin (PETI),” singgungnya.

BACA JUGA : Dana Jaminan Reklamasi Sudah Terhimpun Rp 400 Miliar Lebih

Menurut Walhi, selain melanggar regulasi, perusahaan-perusahaan tersebut juga tidak membayar jaminan reklamasi. Para perusahaan yang tidak patuh ini dianggap banyak melanggar aturan, satu diantanya yakni UU Nomor 32 tentang Perlindungan dan Pengolaan Lingkungan Hidup.

“UU yang harusnya menjadi pedoman untuk dipatuhi malah dilanggar. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) hanya menjadi dokumen formal untuk melegitimasi eksploitasi,” ujarnya.

Kisworo menyayangkan pemerintah tidak berkaca dari banyaknya kasus kematian di lubang tambang yang terjadi selama ini. Menurutnya pemerintah justru memberikan karpet merah bagi pengusaha tambang melalui Undang Udang Minerba baru yang disahkan pada 12 Mei 2020 lalu.

“Pemerintah yang harusnya melindungi rakyat, malah merestui korban tambang barjatuhan dengan mengesahkan UU yang sama sekali tidak berpihak pada keselamatan rakyat dan melucuti hak-hak rakyat,” tegasnya.

BACA JUGA : Balitbangda Kalsel Seminarkan Kajian Reklamasi Pasca Tambang

Walhi Kalsel mengajak masyarakat untuk terus mendorong pemerintah agar menghentikan industri kotor mineral dan batubara.

Direktur Eksekutif Walhi Kalsel ini juga mendesak Pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan pemegang izin tambang yang satu-persatu membunuh rakyat melalui lubang mautnya.

“Saya mendesak Gubernur dan Kapolda Kalsel membentuk satuan tugas kejahatan tambang, lalu segera melakukan audit perizinan tambang agar tidak ada lagi korban” tegas Cak Kiss-sapaan akrabnya.(jejakrekam)

Penulis M Syaiful Riki
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.