Dinilai Tak Transparan, Muhammadiyah Dukung UU Provinsi Kalsel Digugat ke MK

0

PASAL penetapan ibukota Provinsi Kalsel berkedudukan di Banjarbaru, menggantikan Banjarmasin dalam UU Provinsi Kalsel yang disahkan DPR RI bersama pemerintah pusat, kembali jadi sorotan.

KALI ini, para akademisi dan aktivis pergerakanMuhammadiyah Kota Banjarmasin pun menghelat kajian. Kesimpulannya, pemindahan ibukota Provinsi Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru patut ditentang.

Diskusi bertajuk Kantin Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM); Perlukah Perpindahan Ibukota Provinsi? menghadirkan empat narasumber dihelat di Hotel Palm, Jalan S Parman, Banjarmasin, Sabtu (12/3/2022) malam.

Anggota DPRD Kalsel dari Partai Demokrat Zulva Asma Vikra, Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Banjarmasin (UMB) Adriani Yulizar, Ketua Majelis Kader PD Muhammadiyah Banjarmasin Suhrawardi dan Kabag Hukum Setdakot Banjarmasin, Lukman Fadlun memberi pandangannya, dipandu Ketua PC AMM Banjarmasin M Miftahurrahman Tamami.

BACA : Bentuk Forkot Banjarmasin, 52 Dewan Kelurahan Siap Gugat UU Provinsi Kalsel ke MK

“Pertanyaan besar dari perpindahan ibukota Provinsi Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru adalah tidak melalui proses uji publik dan kajian secara akademis. Padahal, dalam pembahasan UU itu harusnya ada kajian-kajian ilmiah, akhirnya ketika UU Provinsi Kalsel ini direaliasikan akan bias,” papar Wakil Rektor UMB, Adriani Yulizar.

Ia mengakui dari versi UU Provinsi Kalsel memuat 8 pasal dan 3 bab, justru pasal 4 yang jadi sorotan karena telah disahkan DPR RI bersama pemerintah pusat dalam rapat paripurna di Senayan Jakarta pada Jumat (18/2/2022) lalu.

Ini artinya, kata Adriani, terbitnya UU Provinsi Kalsel yang memuat pasal pemindahan ibukota itu terkesan mendadak. Hal ini wajar menjadi pertanyaan publik Kalsel, terkhusus warga Banjarmasin.

BACA JUGA : Sindir UU Provinsi Kalsel dengan Pantun, Walikota Ibnu Sina : Kalu Pina Katulahan Lawan nang Tuha!

“Maka langkah rasional ke depan memang harus ada gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) guna menguji keberadaan UU Provinsi Kalsel itu,” ucap Wakil Sekretaris PD Muhammadiyah Banjarmasin ini.

Bagi dia, sangat rasional jika publik menggugat UU Provinsi Kalsel karena memang tidak melibatkan partisipasi masyarakat secara luas.

“Seharusnya, wakil rakyat Kalsel terutama di DPR RI lebih mengedepankan etika terkait pemindahan ibukota provinsi, karena hal itu berdampak pada hajat orang banyak,” papar Adriani.

BACA JUGA : Bermuatan Pemindahan Ibukota ke Banjarbaru, Ini Kronologi Penggodokan UU Provinsi Kalsel

Ia setuju dengan anggapan jika penggodokan UU Provinsi Kalsel ini tidak transparan baik dari proses hingga mekanisme dalam ketentuan penyusunan sebuah peraturan perundang-undangan.

“Sebab, dalam UU itu harusnya memuat aspek filosofis, historis, sosiologis dan yuridis. Yang disesalkan adalah kenapa wakil rakyat Kalsel di DPR RI yang merupakan representasi masyarakat Banua justru terkesan diam,” tegas Adriani.(jejakrekam)

Penulis Ipik Gandamana
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.