Pesan Moral dari Dua Kalimat Guru Khalil

0

Oleh : Anang Rosadi Adenansi

KABAR wafatnya KH Khalilurrahman atau akrab disapa Guru Khalil dalam usia 75 tahun (10 Desember 1945–25 Juli 2021), seorang ulama asal Martapura Kalimantan Selatan yang pernah menjabat Bupati Banjar periode 2016–2021, cukup mengejutkan.

INNALILLAHI Wainnalillahi rojiun, selamat jalan Ayahnda. Semoga dirahmatillah Allah SWT, yang meninggal dunia pada hari Ahad, 25 Juli 2021 di Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Jujur, sosok Guru Khalil sangat menginspirasi bagi kami, khususnya ketika sama-sama mengawali karier politik di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Apalagi, Guru Khalil sempat menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Banjar selama dua periode dari tahun 1982—1992. Berikutnya, pada 1999-2004, merupakan anggota DPR RI Fraksi Kebangkitan Bangsa.

Ketika saya menjadi anggota DPRD Provinsi Kalsel periode 2004-2009 dari Fraksi PKB, sering berdiskusi dengan almarhum. Meski pertemuan itu terbilang singkat, sebelum kami habis masa jabatan di DPRD Kalsel.

Ada dua kalimat yang menarik diucapkan seorang Guru Khalil yang merupakan ulama panutan dan pengasuh Ponpes Darussalam Martapura. Itu ketika almarhum sebelum membatalkan diri untuk mencalonkan kembali sebagai Bupati Kabupaten Banjar periode kedua.

BACA : Guru Halil Mantan Bupati Banjar Wafat

Dua kalimat yang menarik dilontarkan Guru Khalil untuk dikupas adalah Hantu Gin Kawa Jadi Pemimpin! Yang berarti dalam bahasa Indonesia seorang hantu pun bisa menjadi pemimpin, dalam hal ini Bupati Banjar atau jabatan lainnya yang dimaksudnya.

Kemudian, kalimat lainnya yang diucapkan Guru Khalil adalah Tajual Salawar Handal Kada Kawa Maatasi Banjir! Tentu kalimat ini sebagai perbandingan ketika ada bencana banjir yang menghantam daerah dengan keterbatasan anggaran, dibandingkan dengan daerah kaya semacam DKI Jakarta.

Nah, jika kita dalami, poin kalimat pertama adalah penggambaran perilaku ‘hantu’ yang dimaksud ini adalah tradisi suap menyuap untuk menjadi ukuran sebagai calon pemimpin atau kandidat kepala daerah. Maka gambarannya adalah seorang yang berduit dengan segala cara bisa membeli suara untuk menjadi pemimpin.

BACA JUGA : Wabup Banjar Saidi Mansyur Tak Terpengaruh Pengunduran Diri Guru Khalil

Sedangkan, pada kalimat kedua memang terkesan sinisme. Artinya, dalam hal ini, Guru Khalil menggambarkan pokok utama yang menjadi persoalan daerah adalah keterbatasan anggaran (baca duit) dalam menyelesaikan persoalan.

Itu dua kalimat yang saya ingat, dan tak ingin menambah kata-kata atau pendapat lainnya, karena beliau sudah berpulang ke hadirat Allah SWT. Jujur saja, pengalaman Guru Khalil semasa hidupnya pernah duduk di kursi parlemen DPRD Banjar dan berlanjut ke DPR RI, tentu sebagai sosok seorang ulama tentu menangkap pesan apa yang ada.

BACA JUGA : Guru Khalil Mundur dari Pilbup Banjar 2020

Pesan moral dari petuah Guru Khalil itu adalah setiap kejadian dapat menjadi petunjuk atau pelajaran bagi kita yang hidup. Apalagi, ketika memegang amanah yang digaji oleh rakyat. Dari perjalanan hidupnya, Guru Khalil juga aktif di ormas Islam, Nahdlatul Ulama (NU) dan Majelis Ulalam Indonesia (MUI) Kabupaten Banjar serta pernah menjadi guru agama di Kemenag dan Ponpes Darussalam, tentu segudang pengalaman ini yang memicu beliau mengeluarkan pernyataan semacam itu. Semoga Allah SWT selalu merahmati beliau. Amin ya Robbal A’lamin.(jejakrekam)

Penulis adalah mantan Anggota DPRD Kalsel periode 2004-2009

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)


Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.