Puluhan Penulis Muda Kalsel Merekam Perjuangan Hidup lewat Antologi Cerpen The Last Winter
KOMUNITAS Menulis Al Qolam (KOMMA) menerbitkan buku antologi cerpen dalam rangka anniversary ke-1. Buku itu diberi nama: The Last Winter, yang menceritakan beragam cerita perjalanan hidup yang tak pernah usai.
SEBANYAK tiga puluh penulis terlibat dalam penggarapan antologi ini. Mereka rata-rata berusia muda dan tersebar di beragam kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan.
Abi Rofiq, pendiri Komma, menceritakan buku setebal 604 halaman itu memiliki latar tema yang beragam, yaitu perjuangan cinta, persahabatan hingga kisah-kisah lainnya. Lewat cerita kehidupan pribadi sang penulis, ia merasa bahwa anggotanya sudah mulai menggali esensi kehidupan di sekitarnya.
“Mungkin, karena yang menulis di buku ini adalah anak muda, maka yang tercipta adalah renungan tentang kesendiriannya, dan berhubungan kisah cinta, persahabatan dan perjuangan. Lewat hari-harinya itu tertumpah di buku The Last Winter,” ucap mahasiswa pascasarjana UIN Antasari itu.
BACA JUGA: Sihir Baru Sebuah Kota, Cerita Inisiator dalam Perkembangan Sastra di Banua
Ke depan, Abi menginginkan setiap anggota dapat menuliskan karya terbaiknya untuk menjadi buku. Lewat penerbit Ahbab Pustaka, usaha yang dirintisnya itu mengupayakan agar selama setahun dapat menghasilkan puluhan buku.
“Ya, saya ingin para anggota dapat menulis untuk dijadikan buku. Setidaknya, selama dalam kurun setahun kita memperoleh 70-100 buku dari penulis di berbagai daerahnya,” harap pria kelahiran 1995 itu.
Sastrawan Ali Syamsudin Arsi, turut memberikan apresiasi terhadap buku The Last Winter yang menandakan hari ulang tahunnya Komma. Ia berbangga atas terbitnya buku tersebut karena banyak lahirnya penulis baru di tiap daerah.
“Semangat menulisnya itu yang perlu dipertahankan, dan juga tulisan itu harus di bawa ke mana?”
BACA JUGA: Dihiasi Seni Pertunjukan, Kindai Gelar Lima Malam Menuju Hari Sumpah Pemuda
Ali Arsi menyayangkan, jika suatu tulisan hanya berpengaruh untuk diri sendiri saja maka seyogyanya tidak memberi kesan baik terhadap lingkungan. Semestinya, kata dia, tulisan itu harus memberikan efek baik kepada masyarakat.
“Sementara, secara kepenulisan itu. Mereka (penulis) yang baru mesti banyak-banyak membaca karya orang, sehingga dapat memilah mana tulisan yang baik dan akan berpengaruh pada tulisan ke depannya,” ucap guru SMP 11 Banjarbaru itu.
Untuk diketahui, komunitas ini tercetus sejak tahun 2019 lalu. Abi bercerita, terbentuknya Komma dimulai sejak 24 Oktober yang diinisiasi oleh beberapa orang. Ia diminta oleh tujuh orang temannya dalam mendirikan sebuah komunitas penulis, yang bertujuan untuk menumbuhkan bibit penulis baru dan akhirnya terbentuklah Komma di pelbagai daerah.
“Seiring berjalannya waktu, Komma terus berkembang hingga terdiri di Banjarmasin, Tanah Bumbu, Tapin, Barabai (HST), Amuntai (HSU), Tabalong dan sementara Kabupaten Banjar, terdiri dua wilayah kota Martapura dan Gambut. Selain itu, Komma juga berdiri di Palangkaraya,” ucap Abi Rofiq, pendiri Komma kepada Jejakrekam.com, pada Minggu (4/7/2021) siang.
“Hadirnya buku Anniversary 1 tahun Komma ini, saya turut bangga dan apresiasi tinggi kepada para penulis di daerah. Nantinya, mereka tidak hanya disebut sebagai mahasiswa, tetapi juga disebut penulis di kalangan masyarakat,” kata dia. (jejakrekam)