Bekas Tambang Galuh Cempaka Jadi Embung, Pemkot Banjarbaru Disarankan Benahi Drainase

0

WALIKOTA Banjarbaru HM Aditya Mufti Ariffin ingin segera menyulap bekas galian tambagn PT Galuh Cempaka menjadi embung. Wadah penampungan air hujan ini diyakini bisa mengantisipasi bencana banjir.

PENEGASAN ini dilontarkan mantan anggota DPR RI asal Fraksi PPP dalam beberapa kesempatan, termasuk saat audensi dengan warga Kelurahan Landasan Ulin Utara, Jumat (2/7/2021).

Pertimbangan Aditya Mufti Ariffin ini membangun embung di kawasan bekas tambang PT Galuh Cempaka dalam kebijakan migitasi banjir. Dengan begitu, Ovie-sapaan akrabnya memastikan Banjarbaru tidak lagi terimbas banjir seperti beberapa waktu lalu.

Menurut dia, lahan bekas tambang PT Galuh Cempaka yang akan direklamasi, bisa dijadikan embung. Ada tiga danau bekas tambang intan milik PT Galuh Cempaka, yakni Danau Ceramin, Danau Seran dan Danau Cempaka.

Menariknya, di Banjarbaru, juga sudah memiliki embung lainnya seperti Embung Sidodadi, Embung Lokudat, dan Embung Liang Anggang. dan Embung Cempaka. Bahkan, kini dijadikan tempat wisata, bukan hanya wadah tangkapan air hujan. Selain itu, embung itu akan dilengkapi dengan jaringan kanal dan drainase, sehingga setiap embung akan terkoneksi.

Jika dilihat dari rekam jejaknya, sebenarnya Pemkot Banjarbaru sudah lama menggarap dan memperbaiki embung. Seperti Embang Sungai Lurus tahun 2011 dibiayai Rp 1,3 miliar dari pos proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Banjarbaru.

BACA : Dibantu BNPB, Pemkot Banjarbaru Terima Satu Unit Trailer Dapur Umum

Kemudian, pembanguan embung Liang Anggaran berbiaya Rp 4,3 miliar pada tahun 2018. Begitu pula, Embung Gunung Kapur sempat ditingkatkan kapasitasnya lewat proyek bernilai Rp 500 juta lebih pada 2019.

Teranyar pada 2020, proyek normalisasi Embung Cempaka berbiaya Rp 450 juta digarap. Dan, pada 2021 ini, rehabilitasi Embung Sungai Lurus menelan dana Rp 1 miliar lebih dikerjakan pemenang kontrak CV Nakula Trio Putra.

Lokasi bekas tambang PT Galuh Cempaka di Banjarbaru (Sumber : Facebook)

Pengamat tata kota Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Akbar Rahman PhD mengingatkan agar sebelum membangun embung, terkhusus di bekas tambang PT Galuh Cempaka harus ada kajian mendalam dan komprehensif.

“Sebenarnya, banjir yang dialami Banjarbaru ternyata terjadi di wilayah pusat kota. Ini membuktikan jika aliran air dari atas Pegunungan Meratus itu masih mengancam Banjarbaru. Apalagi, sekarang kawasan Kiram telah berubah jadi wahana wisata, perubahan ini juga harus diantisipasi pemerintah kota,” ucap Akbar Rahman kepada jejakrekam.com, Senin (5/7/2021).

BACA JUGA : Penanganan Banjir Kalsel Berlanjut Dengan MoU

Menurut dia, esensi embung dipersiapkan sebagai wadah penangkap air hujan, sebelum nanti dialirkan ke dataran rendah, maka sistem koneksi berupa kanal dan jaringan drainase harus beres terlebih dulu.

“Nah, jika nanti kawasan bekas tambang itu disulap jadi embung, maka perlu dihitung volume dan luasannya. Selama ini, posisi embung kebanyakan berada di luar pusat kota, sehingga kurang maksimal,” kata doktor urban design lulusan University Saga, Jepang ini.

Anggota Ikatan Ahli Bangunan Hijau Indonesia (IABHI) ini menyarankan agar sebelum membangun embung, Pemkot Banjarbaru terlebih dulu menggalakkan penghijauan dan perbaikan sistem drainase. Terbukti, banjir melanda kawasan Kemuning, Brimob, Balitra dan Trikora.

“Sebab, untuk mengubah bekas tambang menjadi embung butuh kajian mendalam. Apalagi, jika bekas tambang itu merupakan tindakan pemanfaatan ulang. Terbukti, banjir yang dialami Banjarbaru kebanyakan berada di pusat kota, karena topografi Banjarbaru itu berada di dataran tinggi dan sebagian rendah atau sangat variatif” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis Rahm Arza
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.