‘Sesajen’ Bergizi Penyair Rezqie MA Atmanegara
Oleh : Micky Hidayat
REZQIE M. A. Atmanegara, bernama lengkap Rezqie Muhammad AlFajar Atmanegara baru saja merilis buku kumpulan puisi perdananya berjudul “Sesajen”.
BUKU puisi dengan penampilan hardcover terbitan Langgam Pustaka, Tasikmalaya, Jawa Barat, Januari 2021 dan dieditori oleh penyair Hudan Nur ini menghimpun 70 puisi pilihan yang ditulisnya dalam kurun tahun 2013 sampai 2019.
70 puisi yang dimuat di dalam buku ini tentu merupakan pilihan dari hasil seleksi yang sangat ketat oleh penyairnya. Sebagai seorang penyair produktif sejak awal kepenyairannya, tentunya Rezqie telah menghasilkan ratusan karya puisi, baik puisi Indonesia modern maupun puisi berbahasa daerah Banjar.
Saya merasa salut dan mengapresiasi atas keputusan yang diambil oleh salah satu penyair kuat di Kalimantan Selatan ini untuk tidak bersikap gegabah menyertakan semua puisi yang pernah ditulisnya ke dalam buku ini.
BACA : Digarap Sejak 2008, Micky Hidayat Akhirnya Luncurkan Buku Leksikon Penyair Kalimantan Selatan
Dalam kata pengantar (prelude penyair) singkatnya, Rezqie menyatakan, bahwa puisi yang dihimpunnya di buku “Sesajen” ini merupakan puisi yang sudah melalui proses panjang, pengendapan hingga sebagian besar pernah memenangi lomba, dipublikasikan di berbagai media massa (koran, majalah, internet), dan dimuat di berbagai antologi puisi bersama tingkat lokal dan nasional.
Berdasarkan pengamatan saya, tampak kecenderungan para penyair muda — kata “muda” di sini tidak hanya berhubungan dengan usia, tetapi seorang yang muda dalam pengalaman kepenyairan — sekarang saling berkompetisi untuk menerbitkan antologi puisi tunggalnya. Tentunya hal itu sah-sah saja. Namun mengikuti trend menerbitkan karyanya dengan mengambil jalan pintas, terburu-buru, tidak sabaran, dan kekurangcermatan bukanlah sikap yang bijak.
BACA JUGA : Rekam Profil Sastrawan Lokal Periode 1930-2020, Micky Hidayat Rilis Buku Leksikon Penyair Kalsel
Menerbitkan buku kumpulan puisi pribadi/tunggal adalah suatu prestise, kebanggaan dan kebahagiaan batin bagi seorang penyair. Namun sejatinya sebelum diterbitkan segalanya perlu waktu dan tentu prosesnya tak instant. Puisi-puisi yang selesai ditulis tentunya perlu dipendam atau melalui proses pengendapan, kemudian dibaca ulang kembali sambil menyunting atau merevisi kembali hal-hal yang dianggap perlu direvisi (diksi, metafor, rima, judul, dan lainnya).
Dan lewat proses itulah yang dilakukan oleh Rezqie sebelum memutuskan untuk menerbitkan karya puisinya, sehingga puisi-puisinya yang terhimpun dalam buku “Sesajen”nya ini disajikan kepada para pembaca benar-benar karya yang bergizi.
Sebagaimana lazimnya antologi puisi yang judul bukunya diambil dari salah satu puisi yang ada di dalam buku tersebut, di buku yang diberi judul “Sesajen” ini tak saya temukan puisi dengan judul “Sesajen” sebagaimana judul buku ini. Biasanya puisi yang oleh penyair dianggap terkuat dari beberapa puisi lainnya cenderung dijadikan judul buku kumpulan puisinya. Dalam konteks ini tak ada penjelasan dari Rezqie, kenapa buku puisinya ini diberi judul “Sesajen”.
BACA JUGA : Otokritik Puisi Gus Mus ‘Rasanya Baru Kemarin’ dalam Pekik Penyair Micky Hidayat
Rezqie M. A. Atmanegara, lahir di Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, 5 Juni 1994. Selain menulis puisi, ia juga menulis cerpen, cerpen bahasa Banjar, novel, ulasan/kritik sastra, editor buku puisi, naskah teater dan sutradara teater.
Prestasinya di bidang sastra, antara lain beberapa kali meraih juara pertama lomba cipta puisi tingkat Kalimantan Selatan dan tingkat nasional, juara pertama lomba baca puisi tingkat Kalimantan Selatan, dan puisi-puisinya dimuat dalam puluhan buku antologi bersama penyair Kalimantan Selatan dan berbagai daerah di tanah air.
Sebagai penyair, Rezqie sedemikian piawai dalam memanfaatkan dan mendayagunakan diksi (pilihan kata), kemudian mengeksploitasi kata-kata sebagai alat ekspresi serta bagaimana kemampuannya menempatkan kata-kata sebagai elemen utama di dalam puisi-puisinya yang mayoritas bergenre puisi naratif. Penjelajahannya di alam kata-kata mampu mengeksplorasi daya imajinasi, sehingga terasakan nilai estetikanya.
BACA JUGA : Amuk Meratus Micky Hidayat, Agus Suseno Suarakan Nelangsanya Loksado
Kesan lain yang menarik dari puisi-puisi Rezqie dalam buku ini tidak hanya dalam hal kemampuan penyair menyuguhkan imaji atau daya ucapnya yang eksotik, tetapi juga kecenderungan tematis, yakni warna lokal yang muncul sebagai bangunan dunia puitik itu sendiri yang diekspresikannya dengan natural dan sangat kritis.
Intensitas penghayatan terhadap situasi lingkungan yang mengkondisikannya secara individual telah menjadi sumber inspirasi kreatif penciptaan puisi-puisinya. Dan intuisi kreatifnya dalam menjelajahi objek-objek di sekitarnya mampu mengajak dan menggugah kesadaran untuk melakukan refleksi, merenungi hakikat diri dan eksistensi kita sebagai manusia.
Kita baca salah satu puisinya di dalam “Sesajen” ini:
KATAKAN PADA TANAH HULU
entah berapa jejak kuhabiskan menjadi petualang
tak terhitung luka di antara tebing keikhlasan
dan ladang kesumat
hingga lupa menyiang jaruju rindu
pada teduh kubur nenek datuk
atau sekadar berkirim kabar pada sungai
untuk sanak saudara di hulu
sungguh aku ingin pulang: membasuh wajah,
lengan hingga mata kaki
di pancur tangisan orang tua
lalu katakan pada tanah hulu
akulah yang dahulu lahir di rimba bukit itu
maka kelak, tanamlah kembali jasadku di tanah hulu
hingga tumbuh menjadi gaharu dan getah
untuk bekal anak-cucu dan intah
2014
Puisi-puisi Rezqie dalam antologi tunggal perdananya ini telah memberikan kontribusi estetis dalam ranah perpuisian dan kepenyairan Kalimantan Selatan dan Indonesia. Kita tunggu puisi-puisi bergizi Rezqie pada antologi puisi berikutnya.(jejakrekam)
Penulis adalah Penyair dan Sastrawan Kalimantan Selatan
(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)