Pasang Orang-Orangan Sawah di Bundaran Simpang Empat, Simbol Petani Tolak Omnibus Law

0

PERINGATAN Hari Pangan Sedunia 2020, Serikat Petani Indonesia (SPI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Gerakan Mahasiswa (Gema) Petani Indonesia Kalsel menggelar aksi di Bundaran Simpang Empat, Banjarbaru, Jumat (16/10/2020).

AKSI ini digelar para petani, aktivitis lingkungan dan mahasiswa ini untuk menolak pengesahan UU Cipta Kerja Omnibus Law.

Mereka pun memasang sedikitnya 8 orang-orangan sawah yang dipakai poster bertulis aneka tuntutan. Aksi ini pun digelar sejak pagi hingga sore hari. Mereka juga membagikan kopi gratis kepada para pengguna jalan yang melintas di tugu Bundaran Simpant Empat Banjarbaru.

Dari orang-orangan sawah itu tertulis tuntutan berbunyi; stop impor pangan, tegakkan kedaulatan pangan, tanah untuk petani bukan korporasi, sejahterakan petani bukan oligarki, pendidikan dan kesehatan gratis untuk keluarga petani, stop subsidi pupuk kimia, hingga petani bantu rakyat, pemerintah bantu konglomerat.

BACA : Bantu Petani, Yayasan Haji Maming Siap Beli Hasil Padi di Desa Sari Gadung

Dwi Putra Kurniawan, Pelaksana Ketua PSI Kalsel mengatakan pemasangan orang-orangan sawah di Bundaran Simpang Empat Banjarbaru merupakan bentuk protes para petani terhadap kelakuan pemerintah, khususnya dengan pengesahan UU Cipta Kerja.

Senada itu, Juru Bicara SPI Kalsel Reza Pahlevi menegaskan para petani yang tergabung dalam SPI akan terus mengkampanyekan agar pemerintah daerah dan masyarakat membeli produk pangan lokal.

“Dengan begitu, bisa membantu perekonomian para petani yang kini terdampak pandemi. Ini ditambah anjloknya harga pasar beberapa komoditas seperti kacang panjang, cabe rawit dan lainnya, sehingga harga jual tidak menutupi biaya operasional petani,” kata Reza Pahlevi kepada jejakrekam.com, Jumat (16/10/2020).

Khusus regulasi yang akan diatur dalam Omnibus Law, khusus klaster pertanian justru pemerintah condong berpihak kepada korporasi dibandingkan petani.

BACA JUGA : Petani Dusun Jaya Desa Ambungan Panen Raya Bawang Merah Kualitas Terbaik

“Contohnya, butuh waktu 20 tahun bagi petani untuk mendapatkan legalitas kepemilikan. Sementara, pihak korporasi cukup mendapat izin, sudah bisa menggarap lahan,” kata Reza.

Bagi dia, UU Ciptaker atau Omnibus Law itu jelas merugikan lahan pertanian bagi petani, termasuk pula masyarakat adat. “Makanya, kami menolak UU Omnibus Law,” tegasnya.

Menurut dia, Kalsel harus berdaulat dengan sektor pertanian, dengan ditunjuknya kawasan kedaulatan pangan, maka pemerintah daerah harus mengutamakan membeli hasil pertanian dari lokal.

BACA JUGA : Tuding Pengkhianatan Rakyat, Walhi Kecam Pengesahan RUU Cipta Kerja

“Ini bisa disimak dengan adanya surat Plt Gubernur Kalsel Rudy Resnawan pada 26 September 2020 lalu kepada seluruh ASN untuk membeli produk petani lokal seperti beras, sayuran dan buah. Ini bentuk keberpihakan pemerintah dengan petani lokal. Jelas, akan mampu menggerakkan roda perekonomian daerah,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Rahim
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.