Langgar Asas Pembentukan UU, BLF Yakin Status Banjarmasin Ibukota Kalsel Bisa Dipertahankan

0

NASIHAT hakim konstitusi Mahkamah Konstitusi (MK); Daniel Yusmic P Foekh, Manahan M.P Sitompul dan Ketua Sidang Panel, Saldi Isra dipenuhi para penggugat UU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalimantan Selatan.

KUASA hukum penggugat dari Borneo Law Firm (BLF); Dr Muhamad Pazri dan Kharis Maulana Riatno serta pemberi kuasa principal, Syarifuddin Nisfuady pun datang ke MK di Jakarta, Senin (6/6/2022).

Mereka menyerahkan kelengkapan berkas dan bukti dokumen judicial review UU Provinsi Kalsel yang diminta hakim konstitusi. Poin perbaikan atau tambahan itu mencakup legal standing Kadin Kota Banjarmasin sebagai penggugat yang memberi kuasa kepada BLF.

“Legal standing Ketua Kadin Kota Banjarmasin sebagai penggugat ini telah memenuhi Anggaran Rumah Tangga (ART) Pasal 17 ayat (3) huruf a mengenai kewenangan ketua. Kemudian, hasil rapat pimpinan Dewan Pengurus Cabang Kadin Kota Banjarmasin yang kami lampirkan sebagai bukti,” ucap Direktur Utama BLF Banjarmasin, Muhamad Pazri kepada jejakrekam.com, Senin (6/6/2022).

BACA : Masukan Hakim MK bagi Penggugat UU Kalsel : Pemindahan Ibukota Provinsi Cukup Pakai PP Bukan UU

Pazri juga mengungkapkan alasan permohonan uji formil dan materi terkait Pasal 4 UU Provinsi Kalsel berisi frasa pemindahan ibukota disandingkan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 beserta perubahannya mengenai asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

Pazri menguraikan dalam pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 ditegaskan asas pembentukan peraturan perundang-undangan itu mencakup kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat yang pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan.

“Pada kesimpulan kami dalam pembentukan UU Provinsi Kalsel ini sedikitnya ada empat asas yang dilanggar,” kata doktor hukum lulusan Unissula Semarang ini.

BACA JUGA : UU Kalsel Ada 2 Versi; 8 Pasal dan 49 Pasal, Pazri : Bisa Dibenturkan dengan UUD 1945!

Direktur Utama BLF Banjarmasin, Muhamad Pazri dan rekannya saat menyerahkan dokumen dan bukti tambahan ke Sekretariat MK di Jakarta. (Foto Istimewa)

Ambil contoh, UU Provinsi Kalsel hanya memuat 8 pasal yang telah melanggar asas kejelasan tujuan. Kemudian, asas kelembagaan yang bertentangan dengan Pasal 18 UUD 1945, termasuk Pasal 48 ayat (3) UU Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014, menegaskan perubahan nama ibukota harus ditetapkan melalui peraturan pemerintah (PP), bukan UU.

“Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan juga bermasalah. Makanya, UU Provinsi kalsel telah melanggar Pasal 18 UUD 1945,” tegas Pazri.

Terparah, Pazri menyebut soal asas keterbukaan yang jelas-jelas telah diabaikan dalam proses pembentukan UU Provinsi Kalsel, apalagi isinya memuat pemindahan ibukota dari Banjarmasin ke Banjarbaru.

“Fakta yang terjadi gara-gara pemindahan ibukota Kalsel ke Banjarbaru memicu gejolak di masyarakat. Terbukti dengan maraknya beragam penolakan. Hal ini jelas melabrak beberapa faktor,” beber Pazri.

BACA JUGA : Ungkap Kerugian Konstitusional, Penggugat Lengkapi Dokumen Gugatan UU Provinsi Kalsel

Mantan Presiden Mahasiswa Fakultas Hukum ULM ini menyebut faktor-faktor itu adalah historis dan kultural, sosio-geografis, adat dan faktor anggaran hingga pengabaian aspirasi masyarakat.

Sebagai pembading, Pazri mencantumkan PP Nomor 3 tahun 2019 tentangtentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2010 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Madiun dari wilayah Kota Madiun ke wilayah Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun, Provinsi Jawa Timur.

BACA JUGA : Dampak Pemindahan Ibukota Terasa, Kadin Kota Banjarmasin Ikut Menggugat UU Provinsi Kalsel

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2010 tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Madiun dari Wilayah Kota Madiun ke Wilayah Kecamatan Mejayan  Kabupaten Madiun Provinsi Jawa Timur. Termasuk, rangkaian uraian hukum yang dimuat dalam materi tambahan gugatan judicial review.

“Jadi, dari berbagai aspek dan kajian jelas UU Provinsi Kalsel tidak memenuhi persyaratan, bahkan kajian akademik RUU Provinsi Kalsel yang dibuat juga sangat buruk,” tegas Pazri.

BACA JUGA : Berkah Spirit Sultan Suriansyah, BLF dan Forkot Banjarmasin Gugat UU Provinsi Kalsel ke MK

Atas dasar itu, Pazri dan para penggugat hakkul yakin pada sidang lanjutan yang diagendakan pada Selasa (7/6/2022) akan menjadi bisa mempertahankan status ibukota Kalsel tetap berada di Banjarmasin.

“Dengan kuatnya argumentasi dalil judicial review, apalagi kami sebagai penggugat mewakili Kadin Banjarmasin dan masyarakat juga berbarengan dengan dengan Pemkot dan DPRD Banjarmasin turut menggugat UU Provinsi Kalsel. Karena kami saling dukung dan menguatkan,” imbuh Pazri.(jejakrekam)

Penulis Sirajuddin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.