Berkah Spirit Sultan Suriansyah, BLF dan Forkot Banjarmasin Gugat UU Provinsi Kalsel ke MK

0

KOMPLEK makam Raja Banjar I, Sultan Suriansyah dan para bangsawan Kesultanan Banjar, Jalan Kuin Utara, Banjarmasin Utara didatangi warga yang tergabung dalam Forum Kota (Forkot) Banjarmasin, Senin (18/4/2022).

MEREKA berziarah dan mengalap berkah dari Sultan Banjar pertama yang mendirikan Kerajaan Banjar serta pendiri cikal-bakal adanya Banjarmasin sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.

Ziarah ini dimaksudkan elemen Forkot Banjarmasin bersama 52 Dewan Kelurahan, tim advokat Borneo Law Firm (BLF) serta tokoh masyarakat dan ketua RT/RW se-Banjarmasin untuk memulai gugatan judicial review atas UU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalsel yang memuat pemindahan ibukota ke Banjarbaru.

BACA : Tambah Amunisi, Sebelum Gugat UU Kalsel ke MK, Ziarah Dulu ke Sultan Suriansyah

“Insya Allah, besok bertepatan dengan 17 Ramadhan 1443 Hijriyah atau pada Selasa (19/4/2022), kami akan bertolak ke Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta guna mendaftarkan gugatan judicial review,” ucap Direktur BLF Banjarmasin, Dr Muhamad Pazri kepada awak media, Senin (18/4/2022).

Dengan semangat 17 Ramadhan atau Nuzul Quran, Pazri mengatakan bisa memompa sprit juang bagi warga Banjarmasin untuk menggugat pemindahan ibukota Provinsi Kalsel ke Banjarbaru.

“Sebelum mengajukan gugatan judicial review ke MK, kami terlebih dulu berziarah ke makam Sultan Suriansyah dan para bangsawan di tempat ini. Hal ini penting menjadi simbol bahwa jangan melupakan kesejarahan Banjarmasin sebagai kota tertua di Kalsel,” ucap Pazri.

BACA JUGA: Walikota dan DPRD Banjarmasin Harus Jadi Pemohon Gugatan Judicial Review UU Provinsi Kalsel

Pazri menegaskan, aspek historis dan filosofis sangat penting dalam menentukan sebuah kebijakan menyangkut ibukota Provinsi Kalsel. Sebab, kata Pazri, Banjarmasin dan Kalsel tidak terpisahkan dari keberadaan Kesultanan Banjar yang dimulai oleh pendirinya, Sultan Suriansyah (Raja Banjar I periode 1500-1540). “Sejarah ini sudah mengakar dari dulu sampai sekarang,” ucap doktor hukum Unissula Semarang ini.

Ziarah ke Makan Sultan Suriansyah dan Ratu Banjar I di Komplek Makam Sultan Suriansyah, Kuin Utara, Banjarmasin Utara dilakoni Forkot Banjarmasin dan elemen BLF dan masyarakat. (Foto Istimewa)

Menurut Pazri, ternyata substansi historis ditinggalkan dalam pasal demi pasal di UU Provinsi Kalsel Nomor 8 Tahun 2022, terutama pada Pasal 4 yang memuat kedudukan ibukota Provinsi Kalsel di Banjarbaru.

BACA JUGA : Gandeng Prof Yusril, Walikota dan Ketua DPRD Banjarmasin Gugat UU Provinsi Kalsel ke MK

“Dalam pembentukannya, para pembentuk UU sangat mengabaikan aspek sejarah yang sangat luar biasa. Jika mengacu dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sangat tidak melalui proses yang benar, transparansi serta partisipasi publik. Utamanya, masyarakat Banjarmasin maupun masyarakat di 13 kabupaten kota se-Kalsel. Faktanya, mereka tidak pernah dilibatkan,” urai mantan Presiden Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.

BACA JUGA : Status Banjarbaru Jadi Ibukota Kalsel Digugat? Bicara Historis, Walikota Aditya Bandingkan Dengan IKN Nusantara

Atas dasar filosofis, sosiologis, yuridis, historis, dan normatif yang tak termuat dalam UU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalsel, Pazri mengatkaan pihaknya mengajukan gugatan ke MK.

“Ini merupakan bentuk ikhtiar kami melalui masyarakat maupun Pemkot Banjarmasin. Apalagi, legal standing untuk gugatan judicial review baik Walikota dan Ketua DPRD Banjarmasin sangat kuat untuk mengembalikan marwah ibukota Provinsi Kalsel ke Banjarmasin,” tegas Pazri.(jejakrekam)

Penulis Ipik Gandamana
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.