Menyoal Program Makan Siang dan Susu Gratis

0

Oleh : Untung Aslianur

ENTAH kenapa saya merasa program makan siang dan susu gratis yang dijanjikan oleh pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran, benar-benar aneh dan terasa membingungkan?

BUKAN hanya karena sumber anggaran untuk program tersebut berpotensi mengganggu anggaran prioritas guna mencapai target pembangunan, tapi juga bertolak belakang dengan kebijakan Presiden Jokowi selama ini! Padahal, Prabowo Subianto mengaku sebagai penerus program kerja Jokowi yang disebut sebagai gurunya.

Berdasarkan pernyataan Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, program makan siang dan susu gratis ditujukan kepada 82,9 juta warga. Terdiri dari 44 juta siswa SD, SMP dan SMA, 30 juta balita, 5 juta santri, dan 3 juta ibu hamil.

Anggaran yang diperlukan sebanyak Rp 1 triliun per hari atau sekitar Rp 300 triliun per tahun. Hitungan tersebut belum termasuk pembuatan 45.000 dapur dan tenaga kerjanya. Konon katanya, jika Prabowo berkuasa, ia akan merekrut para sarjana untuk mengurusi dapur sehingga tercipta lapangan kerja baru.

BACA : Dukung Prabowo-Gibran, Repnas Kalsel Deklarasikan Menang Satu Putaran

Sebelumnya di Amerika Serikat, program makan siang gratis atau dengan harga khusus yang disubsidi pemerintah, sudah dilaksanakan dengan nama National School Lunch Program (NSLP), yang ditujukan kepada pelajar dari kalangan kurang mampu. Tujuannya untuk mencegah kekurangan nutrisi dan menjaga kesehatan anak bangsa serta mendorong komsumsi pertanian bergizi. Hal itu dapat dipahami karena program tersebut pertama kali diterapkan setelah Perang Dunia II oleh Presiden Harry S Truman.

Sedangkan di Indonesia, program serupa dicanangkan oleh pasangan Prabowo-Gibran guna menjawab tingginya angka gizi buruk di Indonesia. Meski Indonesia negara agraris dan maritim, tapi faktanya masih banyak warga yang kekurangan gizi.

BACA JUGA : Hadiri Panen Raya di Batola, Pj Gubernur Kalsel: Kita Tak Perlu Lagi Beras Impor

Berdasarkan laporan Badan Pangan Dunia (FAO) pada tahun 2022, ada 17,7 juta rakyat Indonesia yang mengalami malnutrisi. Kondisi seperti itu tentu saja berdampak pada rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), di mana Indonesia berada di urutan ke-114 secara global.

Data tentang tingginya angka warga yang kekurangan gizi tersebut, secara otomatis menunjukkan ironi di tengah gencarnya pembangunan dan berbagai klaim atas pencapaian pemerintah. Pertanyaannya, apakah program makan siang gratis dapat berkontribusi untuk menaikkan IPM? Masih terlalu cepat untuk disimpulkan.

Menariknya, kita justru disodorkan kenyataan lain bahwa selama hampir 10 tahun terakhir Presiden Jokowi sangat rajin mencabut subsidi. Salah satunya subsidi BBM yang disebutnya membebani APBN dan hanya dinikmati oleh kalangan atas.

BACA JUGA : Karhutla Kian Parah, Warga Liang Anggang Berharap Presiden Jokowi Datang ke Kalsel

Di sinilah letak absurdnya. Anggaran untuk makan siang dan beli susu hampir sama dengan besaran subsidi BBM yang dicabut Jokowi. Sementara dalam program tersebut tidak ada disebutkan hanya untuk masyarakat yang kurang mampu. Apakah artinya angka 82,9 juta itu termasuk dari kalangan keluarga kaya dan sekolah elite?

Kemudian bagaimana dengan anak-anak yang putus sekolah, termasuk mereka yang tidak belajar secara formal di daerah pelosok, apakah termasuk dari program makan siang dan susu gratis Prabowo-Gibran? Sebab angka putus sekolah masih sangat tinggi, dimana kebanyakan disebabkan masalah ekonomi.

BACA JUGA : Bukan Tinjau Banjir dan Jalan Putus, Mahasiswa Kalsel Kritik Jokowi Datang Hanya Resmikan Proyek

Untuk diketahui, berdasarkan sumber Kemendikbud, pada TA 2022/2023 saja, jumlah siswa SD yang putus sekolah sebanyak 40.623 orang, SMP 13.716 orang, SMA 10.091 orang, dan SMK 12.404 orang. Yang paling penting adalah klaim bahwa program ini akan membuka lapangan kerja baru, dan melibatkan para sarjana. Apakah mereka akan dijadikan koki atau pengawas? Jika pengawas, apakah sarjana dari luar vokasi bidang kuliner juga termasuk di dalamnya?

Sebagai janji politik untuk merayu pemilih yang kurang mengerti dan enggan menelusuri fakta, hal itu patut diapresiasi. Bukankah ingkar janji dalam politik ketika sudah terpilih, tidak bisa dituntut ke pengadilan, apalagi sampai dimakzulkan.

BACA JUGA : Didampingi Prabowo, Jokowi Ungkap Alasan Bangun IKN Nusantara Demi Pembangunan Tak Jawa-Sentris

Sebagai contoh, banyak janji politik Jokowi yang berbeda dengan realisasinya, seperti buy back Indosat, stop impor pangan, hapus ujian nasional, perkuat KPK, dan sebagainya. Meski demikian, hal itu sama sekali tidak berdampak buruk pada kekuasaannya. Jadi, saat Prabowo-Gibran menapaktilasi jalan politik Jokowi, yang telah dijadikan sebagai guru, tentunya kita mengerti akan seperti apa nasib program ini nantinya ketika mereka berkuasa.(jejakrekam)

Penulis adalah Pemerhati Sosial Politik Kalsel dan Kalteng

Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.