Sisi Lain dari Debat Perdana Sang Capres

0

Oleh : IBG Dharma Putra

DEBAT calon Presiden (Capres) perdana tadi malam memang berjalan hambar tak sesuai harapan. Sampai ada yang mengkategorikan tak bermutu karena tak berguna sekaligus tak mencerdaskan.

NAMUN di lain sisi harus diakui, jika diteliti dengan lebih seksama, ditemukan nilai lain dalam debat tersebut yaitu adanya protes ARB (Anies Rasyid Baswedan) terhadap situasi kini, kepolosan sikap PS (Prabowo Subianto) dan etika yang terjaga dari GP (Ganjar Pranowo).

Ditemukan juga sebuah ketidakmampuan pendukung untuk melihat jalannya debat secara objektif dan melakukan penilaian adil terhadap para calon dengan menghitung latar belakang budaya dan pendidikan para calon dan bukan mengukurnya dari budaya dan cara para pendukung yang telah cinta mati pada junjungannya masing masing.

Tidaklah mungkin ARB, PS dan GP diminta bersikap sama karena memang berlatar belakang budaya yang berbeda, sehingga yang terpenting dilihat bukan sekadar retorikanya tapi juga esensinya.

BACA : Bentuk Timses Daerah, Adu Strategi Menangkan Sang Capres-Cawapres 2024 di Kalsel

Esensi itu adalah adanya ketidakpuasan dan niat perubahan pada diri ARB, berhadap hadapan dengan niat tulus PS untuk melanjutkan pembangunan serta potensi diharmonisasinya keinginan ARB dan PS oleh GP dengan jargon perbaikan, bukan sekadar berubah dan bukan sekadar berlanjut

Esensi perdebatan secara filosofis, seolah merupakan perdebatan eksistensi diri antara Descartes dan Sartre di satu sisi dengan Albert Camus di sisi lainnya. PS mampu memerankan diri secara pas sesuai latar belakangnya serta sumber dukungannya dari penguasa saat ini, dengan narasi dan sikap seorang pengikut Descartes.

BACA JUGA : Jangan Sampai ‘Ragap Papan’, Menakar Kriteria Capres Tak Berkelindan dengan Politik Identitas

GP seharusnya memerankan dirinya sebagai tokoh kontra sesuai prinsip filosofi Albert Camus tapi masih gagap karena putus hubungan yang cukup mendadak, sedangkan ARB sudah terlihat sentuhan Albert Camus namun terlalu fokus pada serangan pada kelemahan lawan. Kesimpulannya PS dan ARB secara formulasi filosofis sudah pas dan GP harus mulai dari awal, mematutkan diri dan tampil seperti apa adanya dia.

Menyerang kelemahan tak akan membuahkan kemenangan dan bahkan berpotensi menimbulkan resistensi dkalangan pemilih yang sebagian besar menginginkan kehidupan yang aman dan damai.

Dengan taktis serangan frontal ARB dipastikan bisa memuaskan hasrat protes dan melegakan hati kecewa dari pendukungnya tapi potensial dijauhi oleh masyarakat pemilih lainnya. Dan hal tersebut merupakan potensi kegagalan total ARB.

BACA JUGA : Disambut Ribuan Simpatisan di Kalsel, Anies Baswedan Yakin Jalan Mulus Melaju Jadi Capres 2024

GP punya kesempatan menguliti dukungan  kekuatan lawan dari penguasa saat ini. Hal tersebut bisa dilakukannya karena GP tahu dan pernah berharap banyak dari kekuatan dukungan tersebut. GP tahu dan mempunyai niat menggunakan kekuatan  tersebut secara lebih baik untuk demokrasi yang substantif dan pembangunan yang hakiki.

Dalam kenyataannya, GP dikecewakan karena kekuatan tersebut tak mau diarahkan pada perbaikan dan maunya hanya berkuasa semata, menghancurkan peradaban dengan dalih membangun peradaban, menghalalkan segala cara, menggunakan hukum tanpa kepatutan moralitas hukum, sehingga pecah kongsi karena GP tetap ingin mengabdi untuk peradaban substantif. GP terpaksa bersikap melawan dengan berpotensi kalah.

BACA JUGA : Belum Sentuh Isu Populis, Lembaga Survei Giring Opini Publik soal Sosok Capres

GP harus segera bersikap, tetap menyerang kekuatan itu walaupun dibawah ancaman ketakutan dan tekanan kekuasaan karena kekuatan itu palsu dan akan hancur jika pondasi kebohongan formalnya dihancurkan. Hancurkan kekuatan lawan dengan membongkar paradoks kemunafikannya.

Jika sudah begitu, semua orang dapat diajak untuk menegakkan kebenaran dan tata pemeintahan substantif yang menghakiki dan membangun peradaban dengan keadaban serta kepatutan etika dan bukan kebiadaban yang menghalalkan segala cara. Jika sudah begitu, bukan tidak mungkin jika pada akhirnya GP lah yang menjadi pemenang serta terpilih sebagai Presiden selanjutnya.(jejakrekam)

Penulis adalah Pemerhati Sosial Politik Kalimantan Selatan

Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.