Sebuah Narasi Disabilitas Berpolitik

0

Oleh: Hervita Liana

BERPOLITIK itu berproses menjadi berkuasa dalam menentukan identitas diri atau kelompok. Selama ini, disabilitas berada dalam posisi rendah kuasa politiknya.

BERHADAPAN dengan kuasa kata maupun ideologi mainstream yang terlalu sangat biomedik, membuat disabilitas selalu ada dalam posisi terpuruk. Hampir sepanjang masa dengan rentang waktu panjang yang tersisihkan.

Bangun untuk duduk sama rendah itu melelahkan dan menyita waktu. Bangkit demi berdiri sama tinggi apalagi, dan bahkan berdiri lalu bergerak dan bertahan dengan garis perjuangan yang pejal itulah sesungguhnya kekuatan politik kita.

Di Indonesia sudah ada Undang-Undang Penyandang Disabilitas Nomor 8 Tahun 2016. Sudah nyaris setahun ini ,7 peraturan Gubernur Kalsel turunan dari Perda Disabilitas Provinsi Kalsel Nomor 4 Tahun 2019 belum di ahkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

BACA : Tarif Bus ‘Tayo’ Umum Rp 4.300, Bagi Pelajar, Lansia dan Difabel Hanya Bayar Rp 2.000

Kami ingin didengar dan diperhatikan akan hak-hak kami yang belum dipenuhi bersama sejumlah organisasi disabilitas, komunitas difabel dan yayasan disabilitas, para pegiat disabilitas dan aktivis difabel meneliti, menganalisis, memprotes, mengusulkan dan mendorong agar pemerintah mengelola anggaran publik pro-disabilitas.

Apakah akan disahkan bertepatan dengan Hari Disabilitas Internasional pada 3 Desember 2023 nanti? Apakah akan terbntuk Komisi Daerah Disabilitas (KDD) sebagai hadiah dan kado terindah bagi masyarakat disabilitas.

BACA JUGA : Cerita Ihza Hafizi, Lulusan Sarjana Difabel Pertama di Wisuda ke-103 ULM

Itu sulit, sahabatku. Ini bukan jalur serupa titian landai bagi pemakai kursi roda. Itu berat, saudaraku. Ini bukan serupa bahasa isyarat bagi tuli untuk bersuara atau mengobrol dengan gerak dan mimik penuh ekspresi merdeka. Tapi toh kita harus tetap bergerak, bagaimanapun caranya. 

Di Kalimantan Selatan, ada 5 kota/kota yang sudah mempunyai Perda Disabilitas. Yang pertama Kota Banjarmasin Nomor 3 Tahun 2022. Kedua, Kota Banjarbaru Nomor 1 Tahun 2020. Ketiga adalah Kabupaten Tanah Bumbu dengan Perda Nomor Nomor 7 Tahun 2020. Keempat giliran Kabupaten HSU Nomor 3 Tahun 2021, dan terakhir kelima Kabupaten Tabalong lewat Perda Nomor 7 Tahun 2021. Perda-perda tersebut tidak pernah disosialisasikan ke publik dan tak dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten dan kota di Kalsel.

BACA JUGA : Datang ke Kalsel, Mensos Risma Beri Motivasi Kelompok Difabel dan Anak Yatim

Merangkak, mengesot, menjinjit, meraba, meroda, melangkah, melari maupun meluncur dan apapun itu, dengan apapun itu. Kita punya semua daya untuk bisa merebut dan menegakkan kebenaran. Setelah kami mulai paham angka demi angka, nomenklatur atau tata aturan dan sejumlah bilangan yang kita tafsirkan dan temukan sebagai ketidak atau kekurangberpihakan pemerintah kepada kita sebagai warga negara.

Pernyataan anggaran disabilitas merupakan pernyataan keberpihakan penganggaran publik berbasis disabilitas. Ini adalah paket usulan disabilitas kepada pemerintah agar lebih sadar mengurai maupun menghitung kebutuhan dan hak-hak disabilitas dalam pembangunan. Kami akan bergerak terus untuk itu dan yakin bisa memperjuangkan hak dengan kuasa politik yang kami bangun dan genggam setangguh mungkin.

BACA JUGA : Wujudkan Partisipasi Pemilih Penyandang Disabilitas Di Pemilu 2024

Dari SIMPD atau Sistem Informasi Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial R terungkap data disabilitas tahun 2020 sebanyak 6.720 penyandang disabilitas di Kalimantan Selatan. Yang sudah diverifikasi sebanyak 7.278. Sementara, penyandang disabilitas belum diverifikasi jadi 14.000 orang.

Bahkan, dari PDAK Kemendagri berdasar data Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil dan Keluarga Berencana Provinsi Kalsel mencatat bahwa total sebanyak 11.4630 orang penyandang disabilitas di Kalsel. Terbanyak  jumlah disabilitas mental adalah 5.367 orang pada tahun 2022. Dan jumlah penyandang disabilitas se-Kalimantan selatan per April 2023 sebanyak 9.431 orang dari sumber data Dinas Sosial Provinsi Kalsel. 

BACA JUGA : Menuju Kota Inklusi, Perda Perlindungan Penyandang Disabilitas Terus Disosialisasikan

Sementara, daftar pemilih tetap (DPT) penyandang disabilitas tahun 2024 dari KPU Provinsi Kalsel tercat ada 21.673 pemilih atau 0,72 persen dari total DPT Pemilu 2024 di Banua. Terdiri dari DPT fisik 9.687 orang, intelektual 1.186, mental 5,406 orang, sensorik wicara 2.645 orang, sensorik rungu 800 orang dan sensorik netra 1.949 orang.

Harapan sebuah harapan pasti ingin pemerintah lebih benar-benar peduli akan pemenuhan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas di Banua terindah. Semoga pada tahun 2024, Pemprov Kalsel bisa mewujudkan pelayanan publik yang ramah dan inklusi terhadap penyandang disabilitas. Mari semua kita bersuara dan bergerak.

BACA JUGA : Terapkan Perda, DPRD Banjarmasin Desak Pemkot Segera Bentuk Unit Layanan Disabilitas Dan Inklusi Center

Sepanjang sejarah Indonesia, kita pernah dipimpin oleh seorang disabilitas bernama KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Seorang presiden yang sangat berani dalam memperjuangkan hak konstitusi  Di era sang presiden difabel inilah terjadi banyak perubahan besar. Misalnya, dibolehkannya perayaan Imlek dan Budaya Tionghoa lainnya, penyelesaian dialog pada konflik Papua, serta mengembalikan tentara ke khittahnya, yaitu ke barak. Nggak boleh berpolitik lagi.

Dengan keterbatasan pengelihatannya, Gus Dur justru bisa melihat manusia seutuhnya. Sehingga ia bisa bersikap humanis. Ia perjuangkan hak-hak minoritas yang disingkirkan oleh mata-mata zalim. Ia bela kelompok rentan yang kerap ditindas oleh orang yang merasa berkuasa.

Penyandang Ddsabilitas atau difabel itu juga manusia yang memiliki harkat derajat yang sama di mata Tuhan Yang Maha Kuasa. Memiliki hak untuk hidup sehat, sekolah, bekerja dan berwira usaha, berolahraga, beragama, berwisata, berseni budaya berkeluarga juga berpolitik untuk memilih dan dipilih jadi pemimpin bangsa. Sudah saatnya disabilitas dan warga miskin bangkit untuk menentukan masa depan yang lebih baik, setara, adil dan sejahtera di negeri cinta ini tanpa diskriminasi. (jejakrekam)

Penulis adalah Aktivis Disabilitas Kalsel

Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.