Libatkan Banyak Pihak, BPKP Luncurkan Profesi Sertifikasi Manajemen Risiko Publik

0

PEMBANGUNAN nasional melibatkan lintas kementerian, lembaga, pemerintah daerah dan korporasi. Namun, keberhasilan pembangunan dipengaruhi kerja kolektif para pihak.

KEPALA Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh mengatakan banyak proyek strategis tidak berjalan, karena tidak berjalannya kolaborasi para pihak tersebut.

Penegasan ini dilontarkan Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh saat meluncurkan sertifikasi manajemen risiko publik secara offline di Jakarta dan online, Selasa (26/9/2023).

Peserta berasal dari para komisaris BUMN, sekretaris daerah, dan inspektur, dan para Kepala Perwakilan BPKP seluruh Indonesia. Hadir pula, Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan Rudy M Harahap.

BACA : BPKP Kalsel Sebut Anggaran Pemerintah Daerah di Kalsel Masih Belum Pro Rakyat

Yusuf Ateh mencontohkan proyek bendungan sudah jadi, tapi aliran distribusi yang mengaliri belum dibuat oleh pemerintah daerah. Akhirnya, dampaknya tidak ada dirasakan masyarakat.

“Hal itu terjadi karena selama ini kita tidak pernah menghitung berapa risiko proyek tersebut. Anehnya, yang peduli dengan risiko tersebut lebih banyak internal auditor. Para pelaksana proyek itu sendiri belum pernah menghitung dan mengelola risiko,” papar Ateh.

Karena itu, menurut dia, kalau proyek ingin berjalan dengan baik, maka semua yang terlibat harus mempunyai pemikiran yang sama. “Kalau sudah jadi masalah seperti banyak di proyek-proyek saat ini, sulit mencegah risiko yang terjadi,” tutur Ateh.

BACA JUGA : Sederhanakan Pajak dan Retribusi Daerah, BPKPAD Kota Banjarmasin Ajukan Raperda Baru

Solusinya, menurut dia, semua pihak harus berbagai risiko (risk sharing). Sebab, pengabaian risiko pada satu pihak, bisa mengakibatkan pengaruh ke yang lain.

Diungkapkan juga oleh Ateh, selama 4 tahun ini, BPKP sudah belajar banyak dari pengalaman mengatasi Pandemi Covid-19, PEN, Bansos, Migor dan Sawit, SPBE, dan pengawasan investigasi.

“Dari pengalaman itu, semua pihak harus mau berbagi risiko. Risiko harus dikelola bersama. Pihak BUMN harus menghitung risiko proyek ketika mendapatkan penugasan pemerintah,” kata Ateh.

BACA JUGA : Gunakan Produk Dalam Negeri, BPKP Kalsel Catat Lebih Patuh Dibanding BUMD/BLUD

Dia mengungkapkan, manajemen risiko tersebut harus disesuaikan dengan selera risiko pimpinan. Harus menjadi bagian dari menghitung risiko. Sebagai contoh, ketika terjadi Covid-19, karena selera risiko Presiden tinggi, seluruh kebutuhan penanganan Covid-19 harus segera dibayar.

Ateh menambahkan, tata kelola dan manajemen risiko harus dimulai dari perencanaan.  Tidak ada lagi pekerjaan proyek yang tanpa kolaborasi ketika direncanakan. “Namun, kolaborasi bisa terjadi kalau semua mempunyai komitmen, sama cara pikirnya. Karena itu, mereka harus mempunyai kompetensi yang sama,” tutur Ateh.

BACA JUGA : Realisasi Belanja Rendah, BPKP Sebut Pemprov Kalsel-Pemkot Banjarmasin Menuju Kemandirian Fiskal

Itu sebabnya, Ateh mengatakan BPKP meluncurkan sertifikasi profesi manajemen risiko sektor publik. Sertifikasi ini terdiri dari sertifikasi manajemen risiko bagi organisasi pengelola risiko korporasi, sertifikasi risiko manajemen risiko pembangunan nasional, dan sertifikasi manajemen risiko kejahatan keuangan (fraud).

“Kalau semua paham, akan mudah. Bagaimana mitigasi dari awal. Dengan berbagai kasus yang terjadi, kita harus mempunyai manajemen risiko terintegrasi yang kolaboratif,” pungkas Ateh.(jejakrekam)

Penulis Sirajuddin
Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.