Ketika Red Borneo Mulai Meredup, Kini Hanya Diburu Para Kolektor Batu Akik

0

MASIH ingat pada 2015, batu akik sempat menjadi tren bahkan harganya terkerek karena meledak di pasaran. Kini, kian meredup dan mulai ditinggalkan.

BEBERAPA jenis batu akik laiknya permata seperti kecubung, genggang, hingga Red Borneo jadi buruan para kolektor, hingga hanya sekadar ‘gaya-gayaan’ di era boomingnya. Seiring waktu, kini lamat-lamat perburuan batu bekas galian tambang mangan di Gunung Pematon, Kabupaten Banjar dan sekitarnya itu mulai ditinggalkan.

Bahkan, pasar batu dadakan sempat muncul di berbagai tempat di Banjarmasin, seperti di kawasan Pasar Tungging di Jalan Belitung Darat, Jalan Sulawesi dan lainnya. Tersisanya, kini hanya para pedagang batu akik yang menggelar lapak pada malam hari di Jalan Pangeran Antasari seberang GOR Hasanuddin HM.

“Ya, waktu booming batu akik, khususnya Red Borneo harganya sampai tembus jutaan hingga puluhan juta,” ucap Khairil Anwar, kolektor batu Red Borneo kepada jejakrekam.com, Jumat (11/8/2023).

BACA : Pasar Malabar Makin Menepi, Pengrajin Batu Permata Tinggal Hitungan Jari

Mantan wartawan ini mengakui saat ini transaksi Red Borneo hanya berada di siklus para kolektor, pengrajin atau pedagang batu akik saja.

“Mengenai harga Red Borneo ini mahal atau tidaknya tergantung kualitas serta hobi kolektor. Sebab, harganya dari awalnya bisa menembus ratusan ribu, kini hanya dijual Rp 50 ribu per biji. Memang, ada yang tembus sampai Rp 3 juta atau puluhan juta, lagi-lagi itu soal selera,” kata Khairil Anwar.

Staf pribadi Walikota Banjarbaru HM Aditya Mufti Ariffin ini bercerita model Red Borneo yang banyak hitamnya justru sekarang kurang diminati. “Di pasar ada yang jual dengan harga upah gosok saja. Terutama, kebanyakan penggosokan itu berada di Martapura, tapi kebanyakan pula banyak yang tidak tertarik untuk membeli,” tutur Khairil Anwar.

BACA JUGA : Mengembalikan Masa Kejayaan Batu Permata Kalsel

Berbeda, menurut dia, jika kualitas Red Borneo  masuk kategori supel, harganya bisa tergerek naik. Minimal Rp 200 ribu, Rp 3 juta, Rp 4 juta bahkan sampai Rp 22 juta. “Bahkan, beberapa waktu lalu, sempat tembus Rp 22 juta saat menawarkan Red Borneo kualitas super,” kata Khairil.

Mengapa harganya masih bisa mahal? Menurut Khairil, kualitas Red Borneo super itu tergantung harga bahan, sebab untuk ukuran satu kilogram bisa jutaan rupiah.

“Bahkan, dari bahan batu gunung yang dikerjakan oleh pengrajin penggosokan batu hanya bisa didapat 5 hingga 6 biji batu Red Borneo, bahkan bisa juga zonk,” tutur Khairil.

Menurut dia, dengna nama internasional Rhodonite, Red Borneo kerap disebut-sebut batu ruby Kalimantan. Padahal, Rhodonite itu dari segi kekerasan masih kalah dengan Red Borneo.

BACA JUGA : Mandau; Identitas Etnik Dayak sebagai Simbol Pejuang di Tanah Borneo-Kalimantan

“Rhodonite itu kalau digosok cenderung rapuh dan mudah pecah, apalagi kalau sempat terjatuh pasti remuk, berbeda dengan Red Borneo lebih kuat. Yang pasti, Red Borneo itu masuk dalam golongan batu akik, bukan permata,” tegas Khairil.

Dia mengakui saat booming batu akik di Indonesia, termasuk di Kalsel, perputaran uanga sangat tinggi bahkan menghidupkan profesi pendulang tradisional, pengrajin penggosokan hingga pedagang dari kelas toko, kios hingga emperan.

Batu Red Borneo dibingkai dalam ring cincin milik kolektor, Khairil Anwar. (Foto Dokumentasi Khairil Anwar)

———-

“Jelas, Red Borneo itu berbeda dengan batu jenis permata seperti ruby, safir dan sejenisnya. Sebab, harga batu tergolong pertama ini masih di atas ratusan ribu, jutaan hingga belas juta rupiah, biasanya warna atau pamoornya hasil dari treatment,” papar warga Banjarbaru ini.

BACA JUGA : Selamatkan Hutan Meratus HST Bebas dari Tambang Batubara Dapat Lampu Hijau Kementerian ESDM

Meski saat ini tak lagi viral Red Borneo, Khairil mengaku sebagai penyuka berbagai jenis batu akik khas Kalimantan tetap memburu. Terutama di kalangan kolektor maupun penggemar.

“Permata dengan comment: NTE atau no treatment yang warnanya bagus, harganya puluhan bahkan ratusan juta. Keaslian atau kenatural sebuah batu, itu punya nilai yang luar biasa,” kata Khairil.

Bagi Khairil, dirinya memakai Red Borneo hanya untuk kesenangan pribadi sekadar hiasan jemari tangan saja. “Tapi bagi sebagian orang yang lain, batu-batuan yang didekatkan dengan tubuh atau lingkungan seseorang, dipercaya memiliki energi. Silakan itu tergantung masing-masing,” kelakar Khairil.

BACA JUGA : Digeber Expo UMKM Kemenkeu Satu Kalsel, Paman Birin Dorong Gali Sumber Daya Terbarukan

Dia tak memungkiri ada pula sebuah referensi yang menyebut bahwa Red Borneo sebagai simbol kasih sayang, karena warna merah muda (pink) yang dominan, simbol rasa syukur dan kesembuhan.

“Red Borneo atau Rhodonite kabarnya dapat membantu membersihkan dan mengaktifkan cakra jantung dengan menyeimbangkan “yin” dan “yang” dari keberadaan kita, serta memungkinkan untuk melepaskan ingatan dan energi negatif. Lebih dari itu,  Rhodonite disebutkan dapat meningkatkan kepercayaan diri, kerja sama, dan tanggung jawab,” tutur Khairil.

BACA JUGA : Diterima Gubernur Kalsel, Kain Sasirangan Resmi Miliki Hak Kekayaan Intelektual Komunal

Ada lagi yang menghubungkan jika Red Borneo atau Rhodoniet itu juga berkelindan dengan astronomi seperti orng berzodiak Taurus, Aries, Leo cocok untuk menggunakannya.

“Kebetulan saya zodiaknya Sagitarius, tidak terlalu menghubungkan dengan hal itu. Yang pasti, saya suka Red Borneo untuk jadi hiasan jemari tangan,” pungkas Khairil.(jejakrekam)

Penulis Sirajuddin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.