Jelang Putusan, Dukung Sistem Pemilu Proporsional Terbuka, 25 Tokoh Ajukan Amicus Curiae ke MK

0

SEBANYAK 25 tokoh nasional yang menggeluti hukum tata negara dan lainnya mengajukan amicus curiae (sahabat pengadilan) jelang putusan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (9/6/2023).

PENGAJUAN amicus curiae (sahabat pengadilan) yang merupakan konsep hukum yang dipraktikkan dalam tradisi common law dalam perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 perihal pengujian UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 terhadap UUD NRI 1945.

“Amicus disampaikan menjelang putusan mengenai sistem proporsionalterbuka dibacakan. Langkah ini diambil sebagai bentuk kepedulian terhadap pelaksanaan pesta demokrasi tahun 2024,” tulis 25 tokoh dalam keterangan tertulis, Selasa (13/6/2023).

Amicus curiae atau biasa juga dikenal dengan sahabat pengadilan merupakan konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga di luar perkara dan merasa berkepentingan untuk berpartisipasi tanpa menjadipihak berperkara.

Dalam keterangan tertulisnya, 25 tokoh mengungkapkan bahwa amicus berisi opini dan pandangan atas suatu kasus yang sedang berlangsung. Di dalam amicus curiae, para tokoh nasional menyebutkan bahwa lebih dari 80 persen masyarakat Indonesia menyatakan setuju dengan sistem proporsional terbuka.

BACA : Tok! Mahkamah Konstitusi Tolak Seluruh Gugatan Judicial Review UU Provinsi Kalsel

“Bahkan, mayoritas massa pemilih PDI Perjuangan yang merupakan partai pendukung proporsional tertutup juga mendukung sistemproporsional terbuka dengan tingkat dukungan hingga 73 persen. Presentase ini diperoleh dari hasil survei yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia dan Saiful Mujani Research & Consulting yang dilakukan pada Mei 2023,” demikian keterangan tertulis.

“MK pernah memutus perkara Nomor 22-24/PUU-VI/2008 yang menyatakan sistem proporsional terbuka sesuai dengan UUD 1945. Bahkan dalam pertimbangannya MK menilai bahwa peran

partai politik dalam proses rekrutmen telah selesai dengan ditentukannya calon yang didaftarkan. MK menilaiketerpilihan calon anggota legislatif tidak boleh bergeser dari keputusan rakyat yang berdaulat kepadakeputusan partai politik,” beber Feri Amsari, salah satu sahabat pengadilan yang merupakan fosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Andalas.

BACA JUGA : Publik Gaduh, Pengamat Prediksi MK Putuskan Sistem Proporsional Terbuka di Pemilu 2024

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang ada, para tokoh nasional meminta majelis hakim konstitusi guna mempertahankan sistem proporsional terbuka dengan menolak permohonan para Pemohon Perkara 114/PUU-XX/2022 mengenai uji materi sistem Pemilu.

Sebelumnya diketahui bahwa UU Pemilu sedangdimohonkan pengujian ke Mahkamah Konstitusi oleh Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono. Para Pemohon merupakan anggota partai politik yang sudah terdaftar sebagai peserta Pemilu pada 2024 nanti.

Para pemohon mengajukan uji materil pasal-pasal yang berkaitan dengan sistem proporsional terbuka di UU Pemilu. Menurut para pemohon, sistem pemilu proporsional terbuka akan melemahkan pelembagaan sistem kepartaian. Loyalitas calon anggota legislatif yang terpilih cenderung lemah dan tidak tertib pada garis komando partai politik.

BACA JUGA: Forum Kalimantan Bangkit Menilai Tidak Ada Urgensi Perubahan Sistem Pemilu 2024

Selain itu, para pemohon juga berpandangan seharusnya ada kewenangan partai untuk menentukan siapa saja yang layak menjadi wakil partai di parlemen.

Para pemohon meminta kepada MK untuk membatalkan pasal-pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Apabila, MK  mengabulkan permohonan ini maka masyarakat Indonesia hanya akan mencoblos partai politik karena tidak ada lagi nama-nama calon anggota legislatif di surat suara pada Pemilu 2024.

BACA JUGA : Sistem Proporsional Tertutup dan Potensi Tertundanya Pemilu 2024

Permohonan para Pemohon ini lah yang kemudian dibantah di dalam amicus curiae. Tercatat 25 figur yang mengajukan amicus curiae, yakni:

1. Adnan Topan Husodo (Koordinator Indonesia Corruption Watch)

2. Amir Syamsuddin (Menteri Hukum dan HAM tahun 2011-2014)

3. Bambang Soetono (Dewan Yayasan Shalahuddin Budi Mulia Yogyakarta)

4. Bambang Widjojanto (Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi)

5. Bivitri Susanti (Pengajar STHI Jentera)

6. Busyro Muqoddas (Advokat)

7. Dadang Tri Sasongko (Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia 2013-2020)

8. Denny Indrayana (Wakil Menteri Hukum dan HAM tahun 2011-2014)

9. Din Syamsuddin (Chairman of Centre for Dialogue and Cooperation Among Civilization)

10. Emerson Yuntho (Advokat)

11. Faisal Basri (Ekonom Senior)

12. Feri Amsari (Dosen Fakultas Hukum Univ. Andalas)

13. Haris Azhar (Dosen HAM STHI Jentera)

14. Iwan Satriawan (Advokat dan Dosen FH Univ. Muhammadiyah Yogyakarta)

15. M. Iriana Yudiardika (Advokat)

16. Moh. Jumhur Hidayat (Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia)

17. Refly Harun (Ahli Hukum Tata Negara)

18. Rocky Gerung (Akademisi)

19. Saut Situmorang (Penulis)

20. Sigit Riyanto (Dosen FH Univ. Gadjah Mada)

21. Totok Dwi Diantoro (Dosen FH Univ. Gadjah Mada)

22. Trisno Raharjo (Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah)

23. Usman Hamid (Dosen STHI Jentera dan Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia)

24. Yunus Husein (Ketua STHI Jentera 2015-2020 & Kepala PPATK 2002-2011)

25. Zainal Arifin Mochtar (Dosen FH Universitas Gadjah Mada)(jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.